Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » PHK Perpuruk Nasib Buruh

PHK Perpuruk Nasib Buruh

Posted by Media Bawean on Minggu, 14 Desember 2008

Media Bawean, 14 Desember 2008

Oleh: M. Romandhon HK.*)

Mengejolaknya krisis global dan finansial, berimbas pada melemahnya ketahanan pabrik-pabrik industri. Hasilnya, banyak industri-industri menengah ke bawah mengalami distorsasi serta penurunan surplus saham, yang mengakibatkan, beberapa industri-industri menengah tidak mampu membiayai kariawan, implikasinya berdampak pada tindakan PHK. Sebanyak 15.000 orang telah di PHK, sedangkan yang masih menunggu surat keputusan sebanyak 500.000 juta orang, meningkat menjadi empat kali lipat. (kompas 1/12).

Fenomena PHK sebenarnya bukanlah permasalahan yang baru di negeri ini, namun hal ini sangatlah berkaitan erat dengan pertanggung jawaban serta mempertanyakan ulang kebijakan nasib para pengangguran serta kaum buruh. Seperti yang telah di lansir Badan Pengamat Kemiskinan Indonesia bahwa tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia dewasa ini sudah tak terkendalikan lagi. Menyeruaknya PHK semakin memperparah dan menambah jumlah pengangguran. Secara otomatis hal ini memperpuruk nasib para kaum buruh yang telah tertelantarkan dan termarjinalkan


Polemik Yang Bertambah

banyaknya tingkat jumlah pengangguran dan kemiskinan, menyebabkan semakin rumit dan panjang polemik yang di hadapi bangsa ini. Kondisi ini diperparah dengan adanya tindakan diputuskannya PHK. Membeludaknya jumlah pengangguran, menggoretkan beberapa pertanyaan. Apakah nasib masyarakat bangsa ini akan menjadi pengangguran, ketika pemerintah mengabaikan semua polemik yang sudah terlanjur carut marut? Tentunya ini tidak di inginkan oleh siapapun. Kita harus mempertanyakan ulang janji pemerintah yang telah menggembar-gemborkan misi perbaikan terhadap nasib para kaum buruh. Haruskah nasib mereka selamanya terkatung-katung tanpa memiliki arah tujuan yang jelas? Adakah bentuk-bentuk realisasi yang memang sudah terbukti?. Jika pemerintah tidak mampu berbuat apa-apa, kenapa mereka meski mengumbar-umbar janji yang bersifat nisbi belaka?. Akankah bangsa ini terburuk selamanya dengan segudang permasalahn yang menumpuk.

Kini pengguran, kemiskinan, dan PHK telah menggerogoti nasib bangsa ini. Pemerintah hanya bisa mengumbar janji-janji manis yang berujung pahit. Korupsi semakin menjadi-jadi, sistim birokrasi tak lagi bisa mengendali. Seakan lengkap sudah polemik-polemik yang dihapi oleh bangsa ini.

Krisis finansial yang terjadi di AS telah mengobrak-abrik tatanan perekonomian seperti China, Jepang, dan tak terkecuali negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Hal inilah yang sebenarnya penyebab utama industri-industri menengah kebawah mengambil sebuah tindakan PHK. Namun, sungguh sangat ironis, ketika orang-orang kecil khususnya para kaum buruh yang mendapatkan imbasnya, yang memang notabennya hanya mengandalkan pekerjaan di pabrik-pabrik. Sedangkan, kita tahu bagi mereka-mereka diatas, sambil tertawa-tawa, mereka makan-makan di restoran dengan fasilitas yang serba mewah.

PHK telah mengancam keberadaan nasib buruh, yang meyebabkan bangsa ini rapuh. Bertambahnya pengangguran telah berimplikasi dan berpengaruh pada stabilitas tatanan negara. Kita tentunya harus merefleksikan dan mempertanyakan kembali, apa dampak yang di hasilakan, ketika jumlah pengangguran meningkat. Tak bisa dipungkiri, imbas yang paling utama adalah meningkatnya bentuk-bentuk kriminalitas. Jika kriminalitas sudah menjangkiti bangsa ini, tak terbayangkan lagi apa yang akan terjadi.

Mungkin, dalam hal ini kita tak sepatutnya penyalahkan semuanya kepada pemerintah, peran yang terpenting sekarang ini adalah bagaimana inisiatif yang akan mereka lakukan demi mempertahankan kelangsungan hidup pasca PHK?. Diharapkan mereka harus melakukan suatu terobosan-terosan baru, selain harus bergantung pada kebijakan pemerintah. Salah satunya, langkah yang harus mereka tempuh adalah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), artinya mereka harus mandiri. Realisasinya, perlu kiat-kiat untuk melakukan sebuah usaha, yang dalam hal ini "bergerak cepat mengambil bola dan jangan menunggu bola".

Kendala besar bangsa ini yaitu sistim paradigma berfikir masyarakatnya yang masih memakai pola working oriented dari pada mengaplikasikan pola kreatif oriented. Maksudnya mereka hanya mempunyai inisiatif umtuk mencari kerja, bukan menciptakan pekerjaan. Inilah yang menyebabkan Indonesia bermental kacung. Adanya pendidikan semata-mata hanya dijadikan sebagai bentuk formalitas untuk mencari pekerjaan. Mereka sekolah bertahun-tahun bukan untuk bagaimana menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri, justru memakai pola bagaimana mencari kerja.

Perlu adanya sebuah perombakan total terhadap paradigma perfikir di masyarakat kita guna menuju cara berfikir kreatif oriented. Ketika masyarakat sudah bisa berfikir kreatif oriented, disitu semakin mudah masyarakat untuk berinisiatif menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya masing-masing. Karena pekerjaan bukan untuk di cari melainkan diciptakan. Namun bukan perkara yang mudah untuk menuju kreatif oriented, peran pemerintah dalam hal ini sangat amat menentukan.

Mengutip perkataan dari seorang yang sukses menyulap rawa-rawa menjadi taman wisata yang terkenal, yakni Ciputra mengatakan "Negara akan maju jika surplus kewirausahaan Negara tersebut mencapai 5%". Di Indonesia tingkat kewirausahaan belum mencapai pada level tersebut. Karena dalam melakukan sebuah kewirausahaan setiap individu harus memiliki life skill yang memadai, yakni perlu adanya suatu training (pembekalan) yang dalam hal ini interpreneurship.

Ditegaskan ulang, bahwa proses untuk menuju masyarakat yang berfikir kreatif oriented tidaklah mudah. Pemerintah harus memberi saran dan prasarana guna menunjang terwujudnya masyarakat yang mampu menciptakan lapangan pekerjan sendiri. Langkah pertama yang harus ditempuh bisa memakai metode jangka pendek, yakni dilakukanya training terhadap para masyarakat yang menganggur. Kedua, dalam jangka panjang, seperti mendirikan suatu sekolah yang khusus membidangi pada bidang ke-interpreneurship-pan. Tetapi, harus benar-benar sekolah yang intens pada bidang tersebut, dalam artian pembelajaran yang totalitas.

Jika hal ini mampu terealisai, tidak menutup kemungkinan satu persatu permasalahan bangsa ini akan dapat teratasi. Khususnya dalam mengentaskan pengangguran, kemiskinan, serta keberadaan para nasib kaum buruh. Namun satu pertanyaan yang masih mengganjal di benak penulis adalah, apakah mampu, dengan kondisi penyakit bangsa yang kronis serta manjamurnya budaya korupsi yang tak terkendali ini, bisa menyelesaikan polemik kemiskinan?.


Penulis: Pemerhati Sosial pada The Hasyim Asyari'e Institute, Yogyakarta.

Alamat: Jl. Parangtritis km 07, Cabean, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

No Hp: 081227203414

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean