Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Refleksi Harlah NU 83 Netralitas NU Dalam Pemilu 2009

Refleksi Harlah NU 83 Netralitas NU Dalam Pemilu 2009

Posted by Media Bawean on Jumat, 30 Januari 2009

Media Bawean, 30 Januari 2009

Oleh : Abdul Basit Karim
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan (jam’iyah diniyah) secara resmi berdiri tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya.

Berdirinya jelas sebagai ormas keagamaan, bukan ormas politik sebagaimana amanat Muktamar di Situbondo untuk kembali khittoh ke 1926. Tapi kenyataan dan fakta dilapangan, banyak pengurus NU terlena dan terbuai dengan permainan politik partai tertentu. Lupa dengan jati dirinya sebagai pengayom ummat, bukan sebagai mesin politik.

Keterlibatan NU dalam politik jelas membuat pengikut atau ummat organisasi keagamaan terbesar di Indonesia menjadi bingung, khususnya dalam menghadapi Pemilu 2009. Terkadang jadi alasan yang mendasar, NU nya tetap netral kok tapi pengurusnya bergentayangan jadi tim sukses calon legislatif. Perlu dingat, bahwa sekian banyak calon legislatif yang tanpil dalam kontes Pemilu 2009 adalah warga NU. Bila person dari kepungurusan NU yang mengatasnamakan pribadi mendukung salah satu calon, jelas akan menimbulkan efek samping kecemburuan dari calon legislatif yang lain.

Untuk menjaga netralitas NU dan serta khittohnya sudah saatnya NU menyatakan diri dan menarik dukungan, serta tidak melibatkan diri dalam kontes politik yang ada. Bila tetap ngotot untuk tetap menjadikan NU sebagai sarana politik atau mesin pemenangan caleg dalam pemilu 2009, maka sudah seyogyanya warga nahdliyin merapatkan barisan untuk memperbaiki sistem yang ada agar tidak terkontaminasi syahwat politik di masa akan datang.

Sangat ironis bila mendengar citra diri pengurus NU terlibat mendukung seorang caleg, meskipun bukan NU dilibatkan, tetapi individu secara pribadi yang notabene bagian dari pengurus NU. Lalu dimanakah wibawa pengurus NU, bila dimanfaatkan oleh caleg tertentu untuk meraup suara sebanyak-banyaknya.

Padahal politik terkadang apa yang dijadikan ucapan ataupun komitmen hari ini, besok setelah jadi bisa direvisi ulang sesuai keinginannya sendiri artinya semau gue. Sehingga sangat banyak pendukung seorang caleg, setelah berhasil dihantarkan sebagai wakil rakyat akan melupakan pendukungnya. Hasilnya pendukung hanya bisa gigit jari, dan konflik antara pendukung dan didukung akan terjadi.

Abdul Basit Karim : Mantan Pengurus Wilayah IPNU Jawa Timur.

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean