Media Bawean, 21 Mei 2009
Oleh: AS’ARI JS.
Waktu terus berjalan, tidak terasa tiga puluh lima hari di lokasi KKN telah terlewati, artinya aku sudah melewati separuh dari batas waktu KKN. Pada hari ketiga puluh lima itu, tepat pada hari minggu, 10 Agustus 2008 hatiku merasakan getaran-getaran yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Peristiwa itu berawal saat aku sedang dzikir setelah solat ashar, rasanya mata ada yang berusaha untuk menutupnya, badan terasa tidak berdaya mau beranjak pun dari tempat solat saja tidak kuasa dan akhirnya aku tertidur di atas sorban yang ku jadikan sajadah. Dalam tidur aku bermimpi seorang wanita yang tidak lain teman KKN sendiri yang pernah hadir dalam tidurku tiga hari setelah berada di lokasi KKN. Sebut saja dia, Uyin.
Bermimpi tentang dia bukan yang pertama kalinya, entah kenapa dia yang selalu hadir dalam tidurku yang jelas sebelum tidur aku tidak mengharapkan dan tidak memaksa dia untuk hadir dalam tidur indahku. Sudah beberapa kali aku bermimpi dia tetapi mimpi kali ini terasa berbeda dengan mimpi sebelumnya. Tidak jelas apa isi mimpi tersebut sebab sudah keburu bangun duluan yang jelas aku bermimpi Uyin lagi. Anehnya sejak bangun tidur itu hatiku bergetar, lemas dan tidak berdaya, melihat wajahnya hati semakin bergetar, mendengar suaranya hati bergetar, disebut namanya hati juga bergetar. Getaran ini kurang lebih dua belas jam aku rasakan dan aku tidak tahu pasti maksud getaran tersebut. Akhirnya aku merenung, bermunajat dan berusaha untuk mengungkap di balik getaran. Kemudian aku teringat pada isyarat tiga tahun lalu, suatu isyarat yang mengindikasikan bahwa calon pendampingku adalah wanita yang dapat menggetarkan hatiku. Pertanyaan yang kemudian muncul getaran yang bagaimana? Karena getaran ini menurutku masih abstrak.
Hati dan pikiranku kembali terlibat diskusi benarkah dia calon pendampingku, ataukah hanya duri yang merintangi perjalananku menuju-Nya? Kenapa pula getaran hati ini semakin kuat dan kenapa rasa ingin mengungkapkan isyarat getaran ini juga semakin kuat? Di sisi lain, setiap berkeinginan untuk mengungkapkan isi hati ini justru yang tampak adalah cinta Allah lebih jelas daripada cintanya.
“Ya Allah bagaimana ini apa yang harus hamba lakukan, hamba pasrah pada-Mu. Engkau Maha Kuasa, cinta yang ada didalam dada ini juga anugrah dari-Mu, ini semua berada di tangan-Mu. Ya Allah jika dia baik bagi hamba, agama hamba, keluarga hamba maka permudahkanlah hubungan hamba dengannya, jika tidak maka jauhkanlah dan hilangkan dia dari hati hamba.”
“Kenapa hati ini terus bergetar bila melihat wajahnya, bergetar bila mendengar suaranya, hamba tidak kuat ya Allah. Hamba jadi mencintainya karena Engkau tampak padanya, Engkau bahasakan cinta-Mu melalui dia. Inikah yang Engkau katakan ke mana kau hadapkan wajahmu di situ kau temukan wajah-Ku? ”
Dadaku berkecamuk pada malam itu, ingin sekali meluapkannya tetapi aku tidak mampu mengungkapkannya. Senin, 11 Agustus 2008 jam dalam HP (handphone)ku menunjukkan pukul 00.10 WIB. aku tulis kemudian aku kirim pesan singkat (SMS) kepadanya, “dalam namamu ada nama-Nya, dalam wujudmu ada wujud-Nya”. Tiga menit kemudian atau tepat jam 00.13 WIB. dia balas, “kenapa NYA huruf gede semua? maaf juga, aku gak tau maksudnya. Nama siapa, yang nama-NYA, wujud siapa yang wujud-NYA..? kemudian aku balas “sudahlah nanti kamu akan mengerti juga, mengalir saja!”.
Aku bukanlah pemburu cinta yang harus mengejar sampai dia menerima cintaku, aku hanya mengikuti apa yang ada dalam hati dan yang aku rasakan bahwa ini adalah kehendak-Nya. Aku sangat merasakan bahwa dibalik peristiwa ini Allah akan menyadarkan cintaku. Bagiku, rasa cinta terhadapnya tidak lain hanya sebagai tangga cintaku kepada Allah. Melalui dia, Allah ingin membuktikan bahwa cinta sejati hanya milik-Nya dan hanya cinta-Nya yang harus dikejar. Seakan Allah mengatakan, “Silahkan ungkapkan perasaanmu padanya nanti kamu akan tahu siapa yang paling mencintaimu antara Aku dengannya dan siapa yang berhak kau cintai?”
Akhirnya aku ungkapkan juga rasa dalam dada ini. Namun, dia menolak, tetapi aku tidak merasa bahwa ia menolak cintaku, aku tidak merasa telah kehilangan cinta, tidak pula merasa dihinakan cinta. Ungkapan cinta pada dia ibarat sedang latihan, persiapanku untuk bersimpuh dan menyatakan cinta dihadapan-Nya.
Aku mencintaimu karena ada Tuhan dalam dirimu
Wujud-mu adalah wujud-Nya, nama-mu adalah nama-Nya
Aku mencintai-mu bukan karena dirimu tapi karena Tuhan-ku bertajalli pada dirimu.
Menurut Syaikh Ahmad Sirrullah, sebagaimana dikutip Capung, Sayap-sayap Cinta, dalam majalah Kalimosodo, mengatakan, ketika kita mencintai seorang makhluk, jangan pernah ada rasa ingin memilikinya. Jangankan rasa ingin memiliki orang lain, rasa ingin memiliki diri sendiri saja kita tidak punya hak sedikitpun. Lahir batin kita adalah milik-Nya.
Ya Allah kalau harus demikian, alangkah jauhnya jalan yang di tempuh oleh para pecinta. Sampai-sampai ia mengatakan pada orang yang dicintai, “aku tidak bisa hidup tanpamu”, “kawinlah kamu dengan dia, karena dia punya harta yang banyak dan hidupmu akan terjamin” dan kata-kata lain yang seakan memuja sang kekasih. Ironisnya lagi, kebanyakan insan-insan yang di mabuk asmara menuntut kekasihnya menjadi orang yang sempurna tanpa cacat dan aib. Maka pastilah diantara keduanya akan berusaha untuk saling menutupi kekurangannya, seakan tidak memiliki kekurangan sedikitpun. Tidaklah ada artinya berpacaran bertahun-tahun kalau selama dalam pacaran yang tampak hanya kelebihan. Maka wajar bila usia nikah tidak selama usia dalam pacaran.
Dalam Islam dikatakan istilah pacaran tidak dikenal, Islam hanya mengenal ta’arruf. Menurut penulis, esensi pacaran dan ta’arruf sama saja, yaitu untuk saling mengenal, baik dari sisi positif maupun dari sisi negatifnya. Sehingga ketika keduanya sampai pada pernikahan akan dapat saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing serta saling melengkapi. Begitulah esensi pacaran atau ta’aruf.
Menurutku getaran yang dirasakan seseorang bila disebut nama Allah atau nama orang lain menunjukkan ruhaniyah (batin) keduanya sudah tersambung, sudah saling mengenal dan bahkan sudah terikat (baca: Q.S. al-Anfal:2). Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW: “Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih“. [Bukhari dan Muslim]
Artinya manusia satu dengan manusia lainnya sebelum dilahirkan telah terjadi pertemuan di alam awal kejadiannya. Di alam sana pula, manusia juga telah mengenal Tuhan dan saling berkomunikasi bahkan melakukan kontrak, alastu birabbikum? (apakah aku Tuhan-mu?) kata Allah. Manusia menjawab bala syahidna? (ia Engkau Tuhan-Ku).
Adanya penentangan, penolakan, dan pengingkaran sebagian manusia terhadap Allah tak lain karena mereka telah disilaukan sesuatu selain Allah. Sementara tetapnya sebagian manusia dalam ketaatan karena mereka tidak terpengaruh dan tidak disilaukan dunia. Baginya dunia hanya mata’ul ghurur (kesenangan yang menipu) sementara Allah bersembunyi dibalik materi itu sehingga bagi mereka yang mukmin melihat materi tidak akan tampak materi tetapi yang tampak adalah sesuatu dibalik materi itu, yaitu Allah (fainama tuwallu fatsamma wajhullah). Begitu juga penolakan manusia pada manusia lainnya tak lain karena mereka telah dihalangi beberapa faktor, diantaranya kesenangan dunia tadi sehingga terjadilah pengingkaran.
Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani dalam Sirrul Asrar membagi dua macam getaran. Pertama, getaran jasmani. Getaran ini didorong oleh nafsu dan adanya timbul dari kekuatan jasad, bukan dengan tarikan kuat rohani. Sedangkan getaran kedua, adalah getaran rohani yaitu bertambahnya kekuatan ruh dengan daya tarik Allah. Semoga getaran yang aku rasakan dan getaran yang kalian rasakan bukanlah getaran dari hawa nafsu yang justru semakin menjauhkanku dan kalian dari Allah.
Semoga cinta yang sedang dan akan aku dan kalian rasakan terhadap selain-Nya tidak menjadi belenggu menuju cinta-Nya. Guruku dalam pengajiannya mengatakan, kami yakin akan warta nabi-Mu bahwa cinta kepada selain-Mu adalah pembelenggu, adalah penjara jiwa untuk terbang ke alam ketinggian menuju-Mu ya Allah.
Oleh: AS’ARI JS.

Peristiwa itu berawal saat aku sedang dzikir setelah solat ashar, rasanya mata ada yang berusaha untuk menutupnya, badan terasa tidak berdaya mau beranjak pun dari tempat solat saja tidak kuasa dan akhirnya aku tertidur di atas sorban yang ku jadikan sajadah. Dalam tidur aku bermimpi seorang wanita yang tidak lain teman KKN sendiri yang pernah hadir dalam tidurku tiga hari setelah berada di lokasi KKN. Sebut saja dia, Uyin.
Bermimpi tentang dia bukan yang pertama kalinya, entah kenapa dia yang selalu hadir dalam tidurku yang jelas sebelum tidur aku tidak mengharapkan dan tidak memaksa dia untuk hadir dalam tidur indahku. Sudah beberapa kali aku bermimpi dia tetapi mimpi kali ini terasa berbeda dengan mimpi sebelumnya. Tidak jelas apa isi mimpi tersebut sebab sudah keburu bangun duluan yang jelas aku bermimpi Uyin lagi. Anehnya sejak bangun tidur itu hatiku bergetar, lemas dan tidak berdaya, melihat wajahnya hati semakin bergetar, mendengar suaranya hati bergetar, disebut namanya hati juga bergetar. Getaran ini kurang lebih dua belas jam aku rasakan dan aku tidak tahu pasti maksud getaran tersebut. Akhirnya aku merenung, bermunajat dan berusaha untuk mengungkap di balik getaran. Kemudian aku teringat pada isyarat tiga tahun lalu, suatu isyarat yang mengindikasikan bahwa calon pendampingku adalah wanita yang dapat menggetarkan hatiku. Pertanyaan yang kemudian muncul getaran yang bagaimana? Karena getaran ini menurutku masih abstrak.
Hati dan pikiranku kembali terlibat diskusi benarkah dia calon pendampingku, ataukah hanya duri yang merintangi perjalananku menuju-Nya? Kenapa pula getaran hati ini semakin kuat dan kenapa rasa ingin mengungkapkan isyarat getaran ini juga semakin kuat? Di sisi lain, setiap berkeinginan untuk mengungkapkan isi hati ini justru yang tampak adalah cinta Allah lebih jelas daripada cintanya.
“Ya Allah bagaimana ini apa yang harus hamba lakukan, hamba pasrah pada-Mu. Engkau Maha Kuasa, cinta yang ada didalam dada ini juga anugrah dari-Mu, ini semua berada di tangan-Mu. Ya Allah jika dia baik bagi hamba, agama hamba, keluarga hamba maka permudahkanlah hubungan hamba dengannya, jika tidak maka jauhkanlah dan hilangkan dia dari hati hamba.”
“Kenapa hati ini terus bergetar bila melihat wajahnya, bergetar bila mendengar suaranya, hamba tidak kuat ya Allah. Hamba jadi mencintainya karena Engkau tampak padanya, Engkau bahasakan cinta-Mu melalui dia. Inikah yang Engkau katakan ke mana kau hadapkan wajahmu di situ kau temukan wajah-Ku? ”
Dadaku berkecamuk pada malam itu, ingin sekali meluapkannya tetapi aku tidak mampu mengungkapkannya. Senin, 11 Agustus 2008 jam dalam HP (handphone)ku menunjukkan pukul 00.10 WIB. aku tulis kemudian aku kirim pesan singkat (SMS) kepadanya, “dalam namamu ada nama-Nya, dalam wujudmu ada wujud-Nya”. Tiga menit kemudian atau tepat jam 00.13 WIB. dia balas, “kenapa NYA huruf gede semua? maaf juga, aku gak tau maksudnya. Nama siapa, yang nama-NYA, wujud siapa yang wujud-NYA..? kemudian aku balas “sudahlah nanti kamu akan mengerti juga, mengalir saja!”.
Aku bukanlah pemburu cinta yang harus mengejar sampai dia menerima cintaku, aku hanya mengikuti apa yang ada dalam hati dan yang aku rasakan bahwa ini adalah kehendak-Nya. Aku sangat merasakan bahwa dibalik peristiwa ini Allah akan menyadarkan cintaku. Bagiku, rasa cinta terhadapnya tidak lain hanya sebagai tangga cintaku kepada Allah. Melalui dia, Allah ingin membuktikan bahwa cinta sejati hanya milik-Nya dan hanya cinta-Nya yang harus dikejar. Seakan Allah mengatakan, “Silahkan ungkapkan perasaanmu padanya nanti kamu akan tahu siapa yang paling mencintaimu antara Aku dengannya dan siapa yang berhak kau cintai?”
Akhirnya aku ungkapkan juga rasa dalam dada ini. Namun, dia menolak, tetapi aku tidak merasa bahwa ia menolak cintaku, aku tidak merasa telah kehilangan cinta, tidak pula merasa dihinakan cinta. Ungkapan cinta pada dia ibarat sedang latihan, persiapanku untuk bersimpuh dan menyatakan cinta dihadapan-Nya.
Aku mencintaimu karena ada Tuhan dalam dirimu
Wujud-mu adalah wujud-Nya, nama-mu adalah nama-Nya
Aku mencintai-mu bukan karena dirimu tapi karena Tuhan-ku bertajalli pada dirimu.
Menurut Syaikh Ahmad Sirrullah, sebagaimana dikutip Capung, Sayap-sayap Cinta, dalam majalah Kalimosodo, mengatakan, ketika kita mencintai seorang makhluk, jangan pernah ada rasa ingin memilikinya. Jangankan rasa ingin memiliki orang lain, rasa ingin memiliki diri sendiri saja kita tidak punya hak sedikitpun. Lahir batin kita adalah milik-Nya.
Ya Allah kalau harus demikian, alangkah jauhnya jalan yang di tempuh oleh para pecinta. Sampai-sampai ia mengatakan pada orang yang dicintai, “aku tidak bisa hidup tanpamu”, “kawinlah kamu dengan dia, karena dia punya harta yang banyak dan hidupmu akan terjamin” dan kata-kata lain yang seakan memuja sang kekasih. Ironisnya lagi, kebanyakan insan-insan yang di mabuk asmara menuntut kekasihnya menjadi orang yang sempurna tanpa cacat dan aib. Maka pastilah diantara keduanya akan berusaha untuk saling menutupi kekurangannya, seakan tidak memiliki kekurangan sedikitpun. Tidaklah ada artinya berpacaran bertahun-tahun kalau selama dalam pacaran yang tampak hanya kelebihan. Maka wajar bila usia nikah tidak selama usia dalam pacaran.
Dalam Islam dikatakan istilah pacaran tidak dikenal, Islam hanya mengenal ta’arruf. Menurut penulis, esensi pacaran dan ta’arruf sama saja, yaitu untuk saling mengenal, baik dari sisi positif maupun dari sisi negatifnya. Sehingga ketika keduanya sampai pada pernikahan akan dapat saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing serta saling melengkapi. Begitulah esensi pacaran atau ta’aruf.
Menurutku getaran yang dirasakan seseorang bila disebut nama Allah atau nama orang lain menunjukkan ruhaniyah (batin) keduanya sudah tersambung, sudah saling mengenal dan bahkan sudah terikat (baca: Q.S. al-Anfal:2). Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW: “Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih“. [Bukhari dan Muslim]
Artinya manusia satu dengan manusia lainnya sebelum dilahirkan telah terjadi pertemuan di alam awal kejadiannya. Di alam sana pula, manusia juga telah mengenal Tuhan dan saling berkomunikasi bahkan melakukan kontrak, alastu birabbikum? (apakah aku Tuhan-mu?) kata Allah. Manusia menjawab bala syahidna? (ia Engkau Tuhan-Ku).
Adanya penentangan, penolakan, dan pengingkaran sebagian manusia terhadap Allah tak lain karena mereka telah disilaukan sesuatu selain Allah. Sementara tetapnya sebagian manusia dalam ketaatan karena mereka tidak terpengaruh dan tidak disilaukan dunia. Baginya dunia hanya mata’ul ghurur (kesenangan yang menipu) sementara Allah bersembunyi dibalik materi itu sehingga bagi mereka yang mukmin melihat materi tidak akan tampak materi tetapi yang tampak adalah sesuatu dibalik materi itu, yaitu Allah (fainama tuwallu fatsamma wajhullah). Begitu juga penolakan manusia pada manusia lainnya tak lain karena mereka telah dihalangi beberapa faktor, diantaranya kesenangan dunia tadi sehingga terjadilah pengingkaran.
Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani dalam Sirrul Asrar membagi dua macam getaran. Pertama, getaran jasmani. Getaran ini didorong oleh nafsu dan adanya timbul dari kekuatan jasad, bukan dengan tarikan kuat rohani. Sedangkan getaran kedua, adalah getaran rohani yaitu bertambahnya kekuatan ruh dengan daya tarik Allah. Semoga getaran yang aku rasakan dan getaran yang kalian rasakan bukanlah getaran dari hawa nafsu yang justru semakin menjauhkanku dan kalian dari Allah.
Semoga cinta yang sedang dan akan aku dan kalian rasakan terhadap selain-Nya tidak menjadi belenggu menuju cinta-Nya. Guruku dalam pengajiannya mengatakan, kami yakin akan warta nabi-Mu bahwa cinta kepada selain-Mu adalah pembelenggu, adalah penjara jiwa untuk terbang ke alam ketinggian menuju-Mu ya Allah.
Posting Komentar