Media Bawean, 26 Juni 2009
Sumber : Surabaya Pagi
GRESIK-Peryataan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Gresik Tugas Husni Syarwanto yang menyatakan proyek jembatan di Desa Tambak, Kecamatan Tambak (Bawean) senilai Rp 1,3 miliar bersifat darurat sehingga diperbolehkan melakukan rekayasa teknik, memantik reaksi keras kalangan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
"Itu ada indikasi perbuatan melawan hukum yakni unsur korupsi. Kalau tidak ada bukti hitam di atas putih. Tidak mudah menyatakan keadaan darurat," kata Ismail Amir, Sekretaris Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) saat dihubungi wartawan Surabaya Pagi, Kamis (25/6).
Untuk menyatakan keadaan darurat, lanjut Ismail, harus ada keputusan bupati dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. "Kami melihatnya sederhana saja, bagaimana seorang kepala dinas bisa menyatakan kondisi darurat sehingga ada rekayasa teknik. Ini yang menggelitik kami," ujarnya.
Kalau kondisinya demikian, tambah Ismail, pihaknya mendesak aparat hukum untuk menyelidiki proses pengerjaan jembatan Tambak. "Aparat hukum jangan diam saja, mereka harus bertindak apakah ada unsur melawan hukum atau tidak," cetusnya.
Hampir senada diungkapkan Bupati LIRa (Lumbung Informasi Rakyat) Gresik, Choirul Anam, bahwa situasi bisa saja darurat tetapi penggerjaan proyek tidak boleh asal-asalan atau keluar dari bestek. "Kalau alasannya tidak ada kapal barang yang berlayar ke Bawean itu tidak bisa diterima. Kami menduga rekayasa teknik sengaja dilakukan karena proyeknya di Bawean. Sedangkan Bawean jauh dari dunia luar sehingga lemah kontrolnya," kata Anam.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kadis PU Gresik Ir Tugas Husni Syarwanto mengakui bahwa ada rekayasa teknik dalam pengerjaan proyek jembatan Tambak yang dibiayai APBN senilai Rp 1,3 M. Hal itu tidak melanggar Kepres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa karena dikerjakan dalam keadaan darurat. Seharusnya, tiang jembatan menggunakan tiang pancang beton. Namun dalam pengerjaannya mengunakan cor biasa. mam
Sumber : Surabaya Pagi
GRESIK-Peryataan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Gresik Tugas Husni Syarwanto yang menyatakan proyek jembatan di Desa Tambak, Kecamatan Tambak (Bawean) senilai Rp 1,3 miliar bersifat darurat sehingga diperbolehkan melakukan rekayasa teknik, memantik reaksi keras kalangan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
"Itu ada indikasi perbuatan melawan hukum yakni unsur korupsi. Kalau tidak ada bukti hitam di atas putih. Tidak mudah menyatakan keadaan darurat," kata Ismail Amir, Sekretaris Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) saat dihubungi wartawan Surabaya Pagi, Kamis (25/6).
Untuk menyatakan keadaan darurat, lanjut Ismail, harus ada keputusan bupati dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. "Kami melihatnya sederhana saja, bagaimana seorang kepala dinas bisa menyatakan kondisi darurat sehingga ada rekayasa teknik. Ini yang menggelitik kami," ujarnya.
Kalau kondisinya demikian, tambah Ismail, pihaknya mendesak aparat hukum untuk menyelidiki proses pengerjaan jembatan Tambak. "Aparat hukum jangan diam saja, mereka harus bertindak apakah ada unsur melawan hukum atau tidak," cetusnya.
Hampir senada diungkapkan Bupati LIRa (Lumbung Informasi Rakyat) Gresik, Choirul Anam, bahwa situasi bisa saja darurat tetapi penggerjaan proyek tidak boleh asal-asalan atau keluar dari bestek. "Kalau alasannya tidak ada kapal barang yang berlayar ke Bawean itu tidak bisa diterima. Kami menduga rekayasa teknik sengaja dilakukan karena proyeknya di Bawean. Sedangkan Bawean jauh dari dunia luar sehingga lemah kontrolnya," kata Anam.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kadis PU Gresik Ir Tugas Husni Syarwanto mengakui bahwa ada rekayasa teknik dalam pengerjaan proyek jembatan Tambak yang dibiayai APBN senilai Rp 1,3 M. Hal itu tidak melanggar Kepres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa karena dikerjakan dalam keadaan darurat. Seharusnya, tiang jembatan menggunakan tiang pancang beton. Namun dalam pengerjaannya mengunakan cor biasa. mam
Posting Komentar