Media Bawean, 23 Juli 2009
Sumber : Surabaya Pagi
GRESIK-Proyek pembangunan lapangan terbang (lapter) perintis di Desa Tanjungori, Kecamatan Sangkapura, Bawean, Kabupaten Gresik terancam batal. Meski pembebasan lahan belum tuntas, Pemkab Gresik yang bertanggungjawab anggaran pembebasan lahan pada PAK APBD 2009, tidak lagi menganggarkan.
Sehingga proyek itu, khusunya untuk pembebasan lahan dan ganti tanamanan seluas 73 ha yang dibutuhkan, tak dapat dipenuhi. Diduga tidak dianggarkanya proyek pembangunan lapter itu, karena dugaan korupsi yang kini sudah ditangani Polres Gresik. Padahal, semula direncanakan pada PAK APBD bakal dianggarkan Rp 6 miliar.
"Ya bukan karena ada dugaan korupsi lalu tidak kita anggarkan, tapi, ada program yang sangat penting dan mendesak, utamanya yang shering dengan Pemprov maupun APBN," tegas Ketua Bappeda Gresik, Moh. Najib, kemarin.
Informasi yang berkembang, sebetulnya, Pemkab sudah 'bosan' menghadapi masalah pembebasan lahan untuk lapter. Sebab warga ngotot ganti rugi tanah dipatok Rp 100 ribu/m2. Sementara kekuatan APBD hanya mampu membayar maksimal Rp 40 ribu/m2. Harga itu sudah jauh dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) di Sangkapura yang berkisar Rp 7.000 hingga Rp 10.000/m2 tanah. "Jika warga Bawean tetap ngotot ya pasti proyek itu batal," tutur sumber di Pemkab.
Informasi lain menyebutkan, sebetulnya proyek lapter di Bawean secara ekonomis tidak menguntungkan. Lagi pula, hampir lapter perintis di daerah tingkat dua di Jatim tidak berfungsi. Jika lapter di Bawean dipaksakan nasibnya tidak akan jauh beda dengan lapter di Bayuwangi atau di Jember.
Kepala Desa Tanjungori, Ilham Syifak dihubungi terpisah menjelaskan, pihaknya terus melakukan pendekatan dengan warganya yang memiliki tanah untuk proyek lapter. Diakui, pemilik tanah memang mamatok harga tinggi, namun jika terus dilakukan pendekatan, pihaknya yakin warga akan menurunkan harga ganti rugi tanah.
"Saya sudah sering ketemu dengan pemilik tanah, namun, sejauh ini belum ada titik temu. Nanti, kalau sudah ada titik temu pihaknya akan segera menghubungi pantia pebebasan tanah di Pemkab," tuturnya.
Menurut Sekkab Gresik, Husnul Khuluq, jika warga tetap tidak mau melepaskan tanahnya, maka posisi runway bakal digeser dengan mereklamasi laut. "Dengan begitu runway yang dibangun menjorok ke laut, mirip Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar," katanya.
Berhentinya pembangunan lapter di Bawean sempat dipertanyakan Pemprov. Sebab, dengan berhentinya mega proyek di kawasan terpencil Kabupaten Gresik itu juga mengakibatkan sejumlah anggaran untuk proyek tersebut tidak bisa dicairkan. "Penghentian pembangunan proyek tersebut sempat dipertanyakan Pemerintah Provinsi
Jatim," tambah Kepala Bappekab Gresik, Moh. Nadjib.
Pemprov Jatim bahkan melontarkan peringatan kepada Pemkab agar persoalan pembebasan lahan segera dituntaskan sampai pertengahan 2009. Ini lantaran pencairan beberapa anggaran yang sudah dialokasikan terpaksa dihentikan. "Kami diminta oleh Dishub Jatim segera menuntaskan persoalan ganti rugi lahan milik warga karena anggaran yang sudah teralokasi, baik dalam APBN maupun APBD Jatim tak bisa dibiarkan tidak disentuh sama sekali," katanya. mam
Sumber : Surabaya Pagi
GRESIK-Proyek pembangunan lapangan terbang (lapter) perintis di Desa Tanjungori, Kecamatan Sangkapura, Bawean, Kabupaten Gresik terancam batal. Meski pembebasan lahan belum tuntas, Pemkab Gresik yang bertanggungjawab anggaran pembebasan lahan pada PAK APBD 2009, tidak lagi menganggarkan.
Sehingga proyek itu, khusunya untuk pembebasan lahan dan ganti tanamanan seluas 73 ha yang dibutuhkan, tak dapat dipenuhi. Diduga tidak dianggarkanya proyek pembangunan lapter itu, karena dugaan korupsi yang kini sudah ditangani Polres Gresik. Padahal, semula direncanakan pada PAK APBD bakal dianggarkan Rp 6 miliar.
"Ya bukan karena ada dugaan korupsi lalu tidak kita anggarkan, tapi, ada program yang sangat penting dan mendesak, utamanya yang shering dengan Pemprov maupun APBN," tegas Ketua Bappeda Gresik, Moh. Najib, kemarin.
Informasi yang berkembang, sebetulnya, Pemkab sudah 'bosan' menghadapi masalah pembebasan lahan untuk lapter. Sebab warga ngotot ganti rugi tanah dipatok Rp 100 ribu/m2. Sementara kekuatan APBD hanya mampu membayar maksimal Rp 40 ribu/m2. Harga itu sudah jauh dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) di Sangkapura yang berkisar Rp 7.000 hingga Rp 10.000/m2 tanah. "Jika warga Bawean tetap ngotot ya pasti proyek itu batal," tutur sumber di Pemkab.
Informasi lain menyebutkan, sebetulnya proyek lapter di Bawean secara ekonomis tidak menguntungkan. Lagi pula, hampir lapter perintis di daerah tingkat dua di Jatim tidak berfungsi. Jika lapter di Bawean dipaksakan nasibnya tidak akan jauh beda dengan lapter di Bayuwangi atau di Jember.
Kepala Desa Tanjungori, Ilham Syifak dihubungi terpisah menjelaskan, pihaknya terus melakukan pendekatan dengan warganya yang memiliki tanah untuk proyek lapter. Diakui, pemilik tanah memang mamatok harga tinggi, namun jika terus dilakukan pendekatan, pihaknya yakin warga akan menurunkan harga ganti rugi tanah.
"Saya sudah sering ketemu dengan pemilik tanah, namun, sejauh ini belum ada titik temu. Nanti, kalau sudah ada titik temu pihaknya akan segera menghubungi pantia pebebasan tanah di Pemkab," tuturnya.
Menurut Sekkab Gresik, Husnul Khuluq, jika warga tetap tidak mau melepaskan tanahnya, maka posisi runway bakal digeser dengan mereklamasi laut. "Dengan begitu runway yang dibangun menjorok ke laut, mirip Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar," katanya.
Berhentinya pembangunan lapter di Bawean sempat dipertanyakan Pemprov. Sebab, dengan berhentinya mega proyek di kawasan terpencil Kabupaten Gresik itu juga mengakibatkan sejumlah anggaran untuk proyek tersebut tidak bisa dicairkan. "Penghentian pembangunan proyek tersebut sempat dipertanyakan Pemerintah Provinsi
Jatim," tambah Kepala Bappekab Gresik, Moh. Nadjib.
Pemprov Jatim bahkan melontarkan peringatan kepada Pemkab agar persoalan pembebasan lahan segera dituntaskan sampai pertengahan 2009. Ini lantaran pencairan beberapa anggaran yang sudah dialokasikan terpaksa dihentikan. "Kami diminta oleh Dishub Jatim segera menuntaskan persoalan ganti rugi lahan milik warga karena anggaran yang sudah teralokasi, baik dalam APBN maupun APBD Jatim tak bisa dibiarkan tidak disentuh sama sekali," katanya. mam
Posting Komentar