Media Bawean, 13 Januari 2010
Sumber : SURYA
Bawean - SURYA-Lemas saya saat mendapat kabar pecahnya kapal penumpang Express Bahari 8B akibat hantaman ombak di 15 mil mendekati Pulau Bawean, Sabtu (9/1).
Buyar sudah konsentrasi saya berbagi ilmu jurnalistik dengan mahasiswa Bawean. Pikiran buruk langsung melintas. Wah, saya terdampar nih, pikir saya.
Saya berada di Pulau Bawean, yang masuk wilayah Kabupaten Gresik, sejak Rabu (6/1). Rencananya saya pulang ke Surabaya pada Minggu (10/1).
Petugas Badan Meteorologi dan Geofisika Bawean, Hary Prasetyo, mengungkap informasi secara online dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat. Buat saya, informasi itu mengerikan. Dijelaskannya, perairan Indonesia tengah dilanda angin muson barat dari Papua Nugini.
“Mulai hari ini, ke depan ombak di laut, semakin hari semakin tinggi,” terang Hary, Sabtu (9/1) Ditunjuknya peta pergerakan angin di layar monitor.
Setahun lalu, kapal Palangkaraya tenggelam setelah ngotot berlayar ke Gresik pada musim angin muson barat. Kecelakaan itu memutus arus transportasi Gresik-Bawean. Hingga satu bulan transportasi tidak normal.
Akibatnya harga kebutuhan pokok melambung. Harga BBM bisa empat kali harga normal, yakni Rp 20.000-Rp 25.000. Saat itu Pemkab Gresik meminta bantuan TNI AL untuk mengangkut bahan makanan pokok dan warga Bawean di Gresik yang ingin pulang kampung.
Bagi masyarakat Bawean, musim seperti itu menjadi kesengsaraan sendiri. Selain menjadi terisolasi, pulau mereka diguyur hujan tiada henti. Apalagi banyak jalan yang rusak.
“Semoga kejadian tahun lalu tidak terjadi lagi. Waktu itu, kami sangat sengsara. Mau bekerja, kendaraan tidak ada bensinnya,” kata Busro Lana, guru Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama (MINU) Desa Kepuh Teluk.
Belum lagi sistem pemadaman aliran listrik. Pihak PLN menggunakan sistem dua hari listrik hidup dan satu hari listrik padam sudah setahun lalu. Selama enam hari saya di pulau ini, dua kali listrik padam.
Kepada Surya, Camat Sangkapura, Suhaimi mengatakan pekan lalu pihaknya meminta Pemkap Gresik memberi solusi atas permasalahan yang sering menimpa masyarakat Bawean.
Ada beberapa hal yang harus dituntaskan. Antara lain perlunya kapal pengganti saat kapal biasa tidak bisa berangkat. Juga, listrik menyala 24 jam penuh.
“Toh, tidak ada beda biaya antara listrik 24 jam dengan sistem hidup mati,” kata Suhaimi, yang juga korban pecahnya Express Bahari. /Iksan Fauzi
Sumber : SURYA
Bawean - SURYA-Lemas saya saat mendapat kabar pecahnya kapal penumpang Express Bahari 8B akibat hantaman ombak di 15 mil mendekati Pulau Bawean, Sabtu (9/1).
Buyar sudah konsentrasi saya berbagi ilmu jurnalistik dengan mahasiswa Bawean. Pikiran buruk langsung melintas. Wah, saya terdampar nih, pikir saya.
Saya berada di Pulau Bawean, yang masuk wilayah Kabupaten Gresik, sejak Rabu (6/1). Rencananya saya pulang ke Surabaya pada Minggu (10/1).
Petugas Badan Meteorologi dan Geofisika Bawean, Hary Prasetyo, mengungkap informasi secara online dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat. Buat saya, informasi itu mengerikan. Dijelaskannya, perairan Indonesia tengah dilanda angin muson barat dari Papua Nugini.
“Mulai hari ini, ke depan ombak di laut, semakin hari semakin tinggi,” terang Hary, Sabtu (9/1) Ditunjuknya peta pergerakan angin di layar monitor.
Setahun lalu, kapal Palangkaraya tenggelam setelah ngotot berlayar ke Gresik pada musim angin muson barat. Kecelakaan itu memutus arus transportasi Gresik-Bawean. Hingga satu bulan transportasi tidak normal.
Akibatnya harga kebutuhan pokok melambung. Harga BBM bisa empat kali harga normal, yakni Rp 20.000-Rp 25.000. Saat itu Pemkab Gresik meminta bantuan TNI AL untuk mengangkut bahan makanan pokok dan warga Bawean di Gresik yang ingin pulang kampung.
Bagi masyarakat Bawean, musim seperti itu menjadi kesengsaraan sendiri. Selain menjadi terisolasi, pulau mereka diguyur hujan tiada henti. Apalagi banyak jalan yang rusak.
“Semoga kejadian tahun lalu tidak terjadi lagi. Waktu itu, kami sangat sengsara. Mau bekerja, kendaraan tidak ada bensinnya,” kata Busro Lana, guru Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama (MINU) Desa Kepuh Teluk.
Belum lagi sistem pemadaman aliran listrik. Pihak PLN menggunakan sistem dua hari listrik hidup dan satu hari listrik padam sudah setahun lalu. Selama enam hari saya di pulau ini, dua kali listrik padam.
Kepada Surya, Camat Sangkapura, Suhaimi mengatakan pekan lalu pihaknya meminta Pemkap Gresik memberi solusi atas permasalahan yang sering menimpa masyarakat Bawean.
Ada beberapa hal yang harus dituntaskan. Antara lain perlunya kapal pengganti saat kapal biasa tidak bisa berangkat. Juga, listrik menyala 24 jam penuh.
“Toh, tidak ada beda biaya antara listrik 24 jam dengan sistem hidup mati,” kata Suhaimi, yang juga korban pecahnya Express Bahari. /Iksan Fauzi
Posting Komentar