Media Bawean, 30 Januari 2010
Sumber : Jawa Pos
GRESIK - Penyidik dugaan korupsi ganti rugi tanaman untuk lapangan terbang (lapter) di Pulau Bawean menetapkan lima orang tersangka. Namun, polisi menolak menyebutkan identitas mereka.
Penetapan lima tersangka tersebut dilakukan setelah polisi menerima hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Jatim. Sebab, hasil audit itu menyebut kerugian negara Rp 474.761.335. Itu Rp 14 juta lebih besar daripada estimasi penyidik Polres Gresik dari kasus yang didanai APBD 2006 senilai Rp 569.901.335 tersebut.
Kasatreskrim Polres Gresik AKP Ernesto Saiser mewakili Kapolres AKBP Rinto Djatmono mengatakan, penetapan para tersangka itu didasarkan kepada keterangan saksi-saksi, barang bukti, dan audit BPKP. "Untuk sementara, calon tersangka kami perkirakan lima orang. Tapi, mungkin bisa bertambah," ujar mantan Kasatreskrim Polresta KPPP Tanjung Perak, Surabaya, itu kemarin (29/1). Jabatan tertinggi para tersangka itu adalah camat. "Ada juga adik camat," ujar lulusan Akpol 2000 itu tanpa menyebut identitas para tersangka.
Sumber Jawa Pos di kepolisian menyebutkan, para tersangka itu adalah saksi-saksi yang pernah menjalani konfrontasi keterangan pada tahap penyelidikan. Namun, dia mengaku lupa siapa saja mereka. "Mereka menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Februari 2009," ujarnya.
Menurut catatan Jawa Pos, sembilan saksi yang pernah dikonfrontasi adalah Camat Tambak Sofyan, Adik Camat Tambak Hanifah, serta mantan Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Tambak Djoko Soeryantoro dan istrinya, Khomariyah. Saksi lainnya adalah mantan Kasubag Agraria pada Dinas Pertanian Gatot Siswanto, Staf Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Zainul Arifin, mantan Kepala Desa Tanjungori Danaori. Satu lagi adalah Muksinin. Dia diperiksa karena ikut membagikan uang ganti rugi.
Ernesto Saiser menegaskan, setelah hasil audit BPKP turun, pihaknya segera memanggil lima calon tersangka. "Mereka akan kami periksa sebagai tersangka," jelasnya.
Seperti diberitakan, penyelidikan kasus dugaan korupsi lapter Bawean dilakukan polisi pada awal 2009. Polisi memeriksa 243 penggarap lahan yang diklaim telah menerima ganti rugi tanaman untuk lapangan terbang (lapter) perintis di Desa Tanjung Ori, Kecamatan Tambak, tersebut.
Dalam pemeriksaan di Pulau Bawean, terungkap bahwa yang benar-benar menerima ganti rugi hanya 101 penggarap. Total ganti ruginya Rp 109,1 juta. Padahal, bukti surat perintah jalan (SPJ) yang dilaporkan ke Pemkab Gresik Rp 569.901.335, termasuk biaya transportasi Rp 8,6 juta. Berarti, ada selisih Rp 460,8 juta yang ditengarai tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Penyidik juga menemukan sejumlah kejanggalan. Salah satunya, 19 saksi yang dilaporkan mendapatkan ganti rugi ternyata telah meninggal sebelum proses ganti rugi dilakukan pada 2006. Ada juga bocah berusia 8 tahun yang mendapatkan ganti rugi Rp 2 juta. (yad/soe)
Sumber : Jawa Pos
GRESIK - Penyidik dugaan korupsi ganti rugi tanaman untuk lapangan terbang (lapter) di Pulau Bawean menetapkan lima orang tersangka. Namun, polisi menolak menyebutkan identitas mereka.
Penetapan lima tersangka tersebut dilakukan setelah polisi menerima hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Jatim. Sebab, hasil audit itu menyebut kerugian negara Rp 474.761.335. Itu Rp 14 juta lebih besar daripada estimasi penyidik Polres Gresik dari kasus yang didanai APBD 2006 senilai Rp 569.901.335 tersebut.
Kasatreskrim Polres Gresik AKP Ernesto Saiser mewakili Kapolres AKBP Rinto Djatmono mengatakan, penetapan para tersangka itu didasarkan kepada keterangan saksi-saksi, barang bukti, dan audit BPKP. "Untuk sementara, calon tersangka kami perkirakan lima orang. Tapi, mungkin bisa bertambah," ujar mantan Kasatreskrim Polresta KPPP Tanjung Perak, Surabaya, itu kemarin (29/1). Jabatan tertinggi para tersangka itu adalah camat. "Ada juga adik camat," ujar lulusan Akpol 2000 itu tanpa menyebut identitas para tersangka.
Sumber Jawa Pos di kepolisian menyebutkan, para tersangka itu adalah saksi-saksi yang pernah menjalani konfrontasi keterangan pada tahap penyelidikan. Namun, dia mengaku lupa siapa saja mereka. "Mereka menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Februari 2009," ujarnya.
Menurut catatan Jawa Pos, sembilan saksi yang pernah dikonfrontasi adalah Camat Tambak Sofyan, Adik Camat Tambak Hanifah, serta mantan Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Tambak Djoko Soeryantoro dan istrinya, Khomariyah. Saksi lainnya adalah mantan Kasubag Agraria pada Dinas Pertanian Gatot Siswanto, Staf Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Zainul Arifin, mantan Kepala Desa Tanjungori Danaori. Satu lagi adalah Muksinin. Dia diperiksa karena ikut membagikan uang ganti rugi.
Ernesto Saiser menegaskan, setelah hasil audit BPKP turun, pihaknya segera memanggil lima calon tersangka. "Mereka akan kami periksa sebagai tersangka," jelasnya.
Seperti diberitakan, penyelidikan kasus dugaan korupsi lapter Bawean dilakukan polisi pada awal 2009. Polisi memeriksa 243 penggarap lahan yang diklaim telah menerima ganti rugi tanaman untuk lapangan terbang (lapter) perintis di Desa Tanjung Ori, Kecamatan Tambak, tersebut.
Dalam pemeriksaan di Pulau Bawean, terungkap bahwa yang benar-benar menerima ganti rugi hanya 101 penggarap. Total ganti ruginya Rp 109,1 juta. Padahal, bukti surat perintah jalan (SPJ) yang dilaporkan ke Pemkab Gresik Rp 569.901.335, termasuk biaya transportasi Rp 8,6 juta. Berarti, ada selisih Rp 460,8 juta yang ditengarai tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Penyidik juga menemukan sejumlah kejanggalan. Salah satunya, 19 saksi yang dilaporkan mendapatkan ganti rugi ternyata telah meninggal sebelum proses ganti rugi dilakukan pada 2006. Ada juga bocah berusia 8 tahun yang mendapatkan ganti rugi Rp 2 juta. (yad/soe)
Posting Komentar