Media Bawean, 25 September 2010
Hari ini (sabtu, 25/9) bertempat di Aula Pondok Pesantren Hasan Jufri Lebak Sangkapura, Pulau Bawean diadakan Seminar bertemakan "Strategi Masyarakat dan Pembangunan Pulau Bawean", dalam rangka kegiatan program insentif riset peneliti dan perekayasa LIPI tahun 2010.
Strategi bertahan hidup pada masyarakat pulau kecil dan terpencil, pulau perbatasan, dan pulau sengketa : Studi etnografi budaya oleh Drs. Abdul Rachman Patji, MA. APU sebagai Koordinator dan Drs. Muhammad Asfar Marzuki sebagai anggota.
Hadir para tokoh pemikir di Pulau Bawean, termasuk menghadirkan Amyadi sebagai pekerja aktif di Malaysia, serta tokoh agama, guru dan kepala desa.
Berikut Cuplikan Makalah Seminar :
Mengapa Pulau Bawean diambil sebagai lokasi penelitian tahun 2010, padahal pulau ini sendiri berada di Jawa? Secara geo-kultural, Pulau Bawean menjadi unik, salah satu keunikan misalnya kata-kata "sapa rea" (siapa kamu) yang sering terdengar saat orang Bawean menyapa orang melalui komunikasi HP, dan sebutan "rumput jepang" untuk tali rapiah merupakan serangkaian ilustrasi transfer kebudayaan modernitas, tetapi tidak diikuti dengan mental modernitas. Mereka mengalami apa yang disebut "manipulasi psikis" yang didasarkan pada "paksaan sosial" karena gaya hidup.
Mendapatkan julukan sebagai pulau putri "the virgin island" dan Mekkahnya Indonesia. Ia berada ditengah antara pulau besar, yaitu Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan. Sebagai pulau tengah, seharusnya ia diikat atau menjadi bagian penting dalam jaringan lalu lintas distribusi komunitas dan konsumsi pulau-pulau besar besar ini. Tetapi, letak yang strategis tidak begitu dimanfaatkan masyarakat pulau ini. Untuk bertahan hidup, mereka memilih jalan lain, yaitu perantauan. Disamping juga pengelolaan lembaga-lembaga tradisi yang ada dan dikenal masyarakat, seperti dhurung (lumbung padi), pengawal (pembawa tenaga kerja) dan lainnya.
Untuk kasus Bawean dan pulau-pulau kecil disekitarnya seperti Gili dan Nusa misalnya, Vredenbergt (1990) pernah menengerai bahwa fenomena perantauan ini telah dikenal masyarakat sejak abad XVIII. Masyarakat Bawean telah membangun jaringan perekonomian dan sosial genealogis ke beberapa negara belahan Asia, seperti Vietnam, Australia, Singapura, Thailand, dan Malaysia. Melalui perantauan, mereka menciptakan mekanisme distribusi permodalan untuk membiayai seluruh kebutuhan sosial masyarakat. Bagi masyarakat yang tidak merantau, mereka pun melakukan strategi bertahan hidup dalam keterbatasan sumber daya alam yang dimiliki dengan cara -cara unik lagi tradisional tanpa sentuhan negara. Bisa jadi, masyarakat kepulauan lain yang pola sosial budayanya mirip dengan Pulau Bawean selama ini akan tumbuh dan berkembang tanpa pantauan negara.
Pulau Bawean sendiri merupakan gugusan pulau yang berada diwilayah Kabupaten Gresik sejak tahun 1974. Luas wilayahnya kira-kira 625 Km persegi (lebih besar sedikit dari Singapura) yang letaknya 120 Km utara Gresik. Pulau ini dikelilingi oleh pulau-pulau kecil seperti pulau Gili, Selayar, Nuko, Nusa, Karangbila, Pulau China dan lainnya. Secara administratif. pulau ini terbagi ke dalam dua kecamatan (Tambak dan Sangkapura), 30 desa dan sekitar 143 dusun atau kampung. Orang luar Bawean melihat Bawean dengan tiga keunikan, yaitu anyaman tikar Bawean, ikan pindang Bawean, dan sejenis rusa Axis Kuhli (Rusa Bawean).
Sasaran penelitian tahun 2010 adalah keseluruhan nilai praktik kebudayaan masyarakat di Pulau Bawean yang mengarah pada upaya-upaya pembentukan strategis bertahan hidup dari keterbatasan dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial, politik, dan pangan.
Dalam hubungan itu aspek-aspek yang diprioritaskan sebagai sasaran penelitian adalah (1). Aspek tradisi merantau orang Bawean yang cukup menarik, karena mereka lebih banyak melakukannya ke negara-negara tetangga (Malaysia dan Singapura) daripada ke berbagai daerah propinsi di Indonesia, selain Jawa Timur.
(2). Aspek ketahanan pangan, terutama dalam upaya dan strategis mereka dalam mengembangkan tanaman padi ladang (gogo) untuk kecukupan kebutuhan pangan pokok.
(3). Aspek etos kerja yang berlandaskan ajaran agama (Islam) sebagai pendorong dan motivator dalam melaksanakan bermacam-macam kegiatan untuk mencapai target yang dicita-citakan dan, bahkan sebuah bentuk panggilan bagi dan tantangan dalam pemanfaatan lingkungan laut sekitaran pulau untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan warga masyarakat pulau lainnya.
Posting Komentar