Media Bawean, 14 Februari 2011
Kami berucap syukur karena Allah SWT memberikan keselamatan kepada anda berdua. Nanti lain kali kalau cuaca tidak memungkinkan anda sebaiknya tidak melaut. Petuah ini disampaikan Bupati Gresik, Dr. Sambari Halim Radianto saat menerima Hazin (32) dan Herman (30), Senin (14/2), di ruang kerjanya. Dua orang Nelayan warga desa Sungairujing, Pulau Bawean ini terhempas ombak terombang-ambing hingga lima hari lima malam dilaut Jawa. “Kami minta maaf karena tidak bisa menjemput” ujar Bupati saat menyalami keduanya.
Hanya Pertolongan Allah SWT jualah yang membuat keduanya selamat dari sebuah perjalanan dramatis di tengah lautan. Kedua nelayan asal Bawean ini selamat, setelah lima hari lima malam berjuang mempertahankan hidup ditengah amuk gelombang Laut Jawa. Pada akhirnya Hazin dan iparnya Herman ditolong oleh sesama Nelayan di perairan Pulau Raas, Sumenep Kamis siang (10/2). Untuk memudahkan evakuasi, lalu keduanya dibawa ke Panarukan, Situbondo, yang kemudian dijemput oleh Camat Sangkapura, Suhaimi.
Kisah Hazin dan Herman ini berawal saat berangkat melaut pada Minggu pagi usai Subuh, (6/2) dari rumahnya di Perkampungan Nelayan desa Sungairujing, Sangkapura. Sebelum berangkat keduanya memang tidak punya firasat apa-apa. Kendati sudah ada peringatan tentang keadaan cuaca, namun keduanya nekat melaut. Hal ini biasa dilakukan karena keduanya hanya mencari ikan di sekitar pesisir pantai Pulau Bawean. “saya tidak pernah jauh, dan hanya menyisir pantai. Paling lama melaut hanya setengah hari, makanya bekal yang kami bawa hanya untuk sekali makan” ujar Herman.
Meski hanya dipesisir, namun naas mesin perahu yang membawa keduanya tiba-tiba mati. Keadaan ini merupakan hal biasa bagi keduanya. Namun kali ini usaha untuk memperbaiki perahu yang mereka lakukan itu gagal. Sedangkan hempasan angin dan gelombang tampaknya tak kompromi terhadap upaya keduanya. Untuk mempertahankan agar perahu tak terbawa ombak, keduanya memasang sauh (jangkar). Meski begitu, perahu masih terseret hingga keduanya menurunkan seluruh jaring dengan harapan jaring itu nyangkut dan menahan perahu. Namun upaya ini sia-sia, akhirnya keduanya pasrah.
Sampai malam datang, keduanya sudah tak tahu lagi berada dimana. Yang dipikirkan hanyalah ada pertolongan dari perahu dan kapal yang melintas didekatnya. “untuk mencari perhatian kapal, kami memberi tanda dengan cara membakar kain. Baju saya sampai hanya tinggal yang saya pakai. Mungkin mereka salah paham atau tidak mengerti dengan apa yang kami lakukan itu, sehingga mereka tidak berbuat apa-apa” ujar Hazin mengenang kembali pengalamannya.
Setelah upaya ini gagal, merekapun pasrah. Upaya yang lain yaitu meringankan beban perahu. Keduanya membuang jangkar dan jaring dengan memotong talinya. Dia berharap agar perahu mereka hanyut ke sebuah pulau. Dia mulai ingat nasi bekal yang dibawa dari rumah yang mestinya untuk jatah makan setengah hari. “ saya juga heran, kok nasi yang sudah lebih dari sehari semalam itu tidak basi. Kami makan bergantian, masing-masing 2 sendok untuk rentang beberapa waktu. Dengan harapan, bekal itu bisa dihemat” ujar keduanya sambil berkaca-kaca.
Keadaan keduanya mulai panik setelah 2 hari 2 malam bekal habis. Ditengah kepanikan itu, “Ternyata Allah mengirimkan sebongkah pelepah pisang. Kami tidak berpikir panjang. Kami memakan pelepah pisang itu sampai akhirnya ada perahu Nelayan dari Madura yang menolong kami. Lalu kami dibawa ke sebuah pulau yang kata orang pulau Komirian (wilayah Pulau Raas, Sumenep). Saat itu Kamis siang, (10/2).
Sehari kemudian kami dibawa ke Panarukan, Situbondo. Setelah mengabari keluarga di Pulau Bawean tentang keberadaan kami, lalu pihak Pemerintah Daerah melalui Camat Sangkapura, Suhaimi menjemput kami di Panarukan pada Sabtu malam, (12/2). “Alhamdulillah segala sesuatu sudah disiapkan oleh Bapak Bupati untuk bekal saya pulang ke Sungairujing, Pulau Bawean. Terima kasih Pak Bupati” ucap keduanya berkaca-kaca sambil menyalami Bupati Gresik. (sdm)
Posting Komentar