Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Chaiyyaa..3x, Jangan Panggil
"Kami" Guru Pembohong!

Chaiyyaa..3x, Jangan Panggil
"Kami" Guru Pembohong!

Posted by Media Bawean on Selasa, 12 April 2011

Media Bawean, 11 April 2011


Oleh : Drs. H. Abdul Khaliq
(Guru SMANU Islamiyah Bawean)

Inilah lagu 'pelecetan terbaharu' ShahrUN Khan!

Chaiyyaa...chaiyyaa...chaiyyaa...

Ada komedi 'Dagelan UN'.

Chaiyyaa... chaiyyaa...chaiyyaa...
Ada lakon 'Guru Pembohong'.

Chaiyyaa...chaiyyaa...chaiyya...
Ada himne " Jangan Panggil 'Kami' Guru Pembohong!

Setidaknya, dalam waktu yang hampir bersamaan, ada dua peluru kendali (rudal) yang telah ditembakkan ke Dunia Bantah-berantah (DUNIA -B). Rudal yang pertama berlabel "DAGELAN UN". Rudal yang kedua berlabel "GURU PEMBOHONG". Tidak ada reaksi, tidak ada evaluasi, tidak ada koreksi, bahkan tidak ada yang kebakaran jenggot. Juga, tidak ada sidang kode etik. Yang ada hanya konfirmasi yang normatif. Dunia yang jadi sasaran tembak terlalu luas: dunia pendidikan. Jadi, wajar saja jika sasaran tembaknya tak kena sasaran. Untuk membidik sasaran Dunia B, takperlu main-main, sebab jika kena sasaran akibatnya bukan main. Diperlukan 'programmer' yang akurat seakurat rudal Nato yang diarahkan ke Libya. Akurasi: tempat (baca: subrayon), daerah sasaran (baca: sekolah), waktu (tahun ujian), tentara yang bertugas (baca: pengawas, korwas, polisi, tim independen) diperlukan ketelitian. Jangan asal tembak, agar rudalnya takjadi asap. Tetapi...Tidak ada asap kalau tidak ada api. Tidak akan "bercuap-cuap" kalau tidak ada bukti. Mungkin bukti itulah yang masih dipangkas untuk dijadikan senjata pamungkas! Siapa tahu nanti pada akhir cerita ada ujibalistik untuk pembuktian terbalik.

Keadaan ini sungguh berbeda seratus delapan puluh derajat dengan keadaan di Dunia Antah-berantah (DUNI -A) ketika mendapat rudal yang sama dengan Dunia-B. Dunia-A sangat responsif dan reaktif seperti Dewan Keamanan PBB yang segera menggelar sidang darurat jika akan timbul bencana yang memalukan dan memilukan. Masing-masing pihak terkait menggelar rapat klarifikasi dan menyampaikan statemennya baik berupa pertanyaan maupun komentarnya. Inilah sebagian liputannya!

Kepala UPTD Pendidikan:
" Siapa di antara para kepala sekolah yang ingin murid-muridnya tidak lulus seratus persen?"

"Silahkan angkat tangan, Bapak atau Ibu kepala sekolah yang tidak dapat membuat laporan BOS dengan sesuai Panduan BOS, juknis dan juklaknya?"

"Akhirulkalam, kami berpesan kepada para guru yang akan mengikuti sertifikasi hendaknya melampirkan dokumen asli, sebab di sana ada sensor 'liedetector'. Nama baik korp perlu kita jaga!"

Ketua Subrayon:
"Kami masih akan memeriksa berkas Berita Acara pelaksanaan UN, terutama pada butir catatan selama pelaksanaan ujian. Biasanya, di sana selalu tertulis : Ujian berlangsung dengan tertib, aman, dan lancar. Nah, Saudara-saudara, siapa tahu nanti pada berita acara itu ada salah satu berkas yang bertuliskan: Ujian berlangsung aman, tidak tertib, dan tidak jujur!"
"Masih ada lagi yang penting, yaitu pemeriksaan penandatanganan berkas sumpah penyelenggara ujian".

Ketua PGRI:
Dengan semangat berapi-api, Ketua PGRI memaparkan isi kode etik jabatan guru dan menjelaskan bagaimana cara menjadi guru profesional. Selanjutnya, ikuti perintah ini!

"Dengan hati yang ikhlas dan dengan penuh rasa tanggung jawab yang besar pada dunia pendidikan, di ruangan ini, guru yang merasa TIDAK JUJUR supaya BERDIRI, sedangkan guru yang merasa JUJUR tetap DUDUK di tempat ruangan ini!" perintah sang Ketua dengan suara lantang.

Dewan Pendidikan:
"Sesama pendidik seyogyanya saling bersinergi, jangan saling menjatuhkan! "Kami harap para guru tetap mengajar dengan baik, selamatkan anak didik! Menyelamatkan anak didik berarti menyelamatkan generasi. Kami agak sulit mengambil sikap dalam polemik ini, sebab "penuduh" dan yang 'dituduh"nya sama-sama pendidik (baca:guru). Jadi, pendidik makan pendidik, guru makan guru. Jangan, malu, ah!
Jika ada masalah, jika ada penyimpangan adakan koreksi, utamakan konsultasi, dan kedepankan dialog!"

Koodinator Pengawas Independen:
"Saudara-saudara, silakan masuk! Ada tiga deret meja di ruang rapat ini. Sebelum duduk, cobalah ingat-ingat KACAMATA, ketika Saudara-saudara melaksanakan tugas pengawas independen. Coba, ingat-ingat sekali lagi!
Nah, sekarang duduklah sesuai petunjuk saya! Yang berkacamata hitam duduklah di sebelah kiri! Yang berkacamata putih duduklah di sebelah kanan! Nah, yang tidak memakai kacamata ketika bertugas, duduklah di tengah!"

Kepala Kepolisian Distrik:
"Kami tunggu laporan dari pihak yang dirugikan. Sementara ini 'tuduhannya' masih terlalu sumir. Jika pembocoran soal terjadi secara sistemik, berarti itu namanya 'mafia'. Sebagai upaya preventif, jajaran kami pun sudah membentuk pasukan Operasi Cendekia dengan sandi operasi  'Berkat Kamu' (Bersihkan dan Sikat Kasus Mafia Ujian). Kami mohon bantuan masyarakat. Ingatlah, kejahatan terjadi karena ada kesempatan!"

Majelis Ulama:

"Jika benar ada 'Dagelan UN' , maka hal itu dapat kita sikapi dengan 3-UN.
UN-1 : Dengan kekuasaan (yad-UN);
UN-2 : Dengan teguran (lisan-UN);
UN-3 : Dengan kebencian (qalb-UN).
UN ( tanwin ) adalah penanda 'isim nakirah'. Jadi, perkara nahi mungkar ini dapat disikapi oleh MAN 'siapa saja' yang sudah melihat faktanya. Man ra'aa munkaran,falyughayyir..... "

Kelompok Guru BP/BK:
"Seorang psikolog pernah berkata bahwa kita dapat menggiring domba-domba ke tepi danau, tetapi kita tidak akan dapat memaksa domba-domba itu minum air danau itu.
Akhirnya, kami sangat berharap agar polemik ini berakhir dengan happyending."

Kelompok Guru:
Jumlah guru cukup banyak. Ada yang pro, ada yang kontra. Wajar saja. Untung saja tidak sampai terjadi benturan di antara mereka. Mereka masih menghargai guru seniornya. "Kita harus berintrospeksi. Kita tidak perlu menyanyikan lagu rock "Guru juga Manusia!"
" Mari kita berintrospeksi!" kata salah seorang guru senior dengan air mata yang berlinang.

Kelompok Konsultan Pendidikan:

" Kami sifatnya hanya menunggu.Jika kami dimintai pendapat, kami akan mengajukan satu usul,yaitu kami akan membentuk Tim Pencari Fakta (TFA). Kami akan beranalogi pada cara Mahfud M.D.  ketika menyikapi testimoni Rafly Harun bahwa di Mahkamah Konstitusi, katanya, 'tidak bersih'. "Pengunduh" pertama akan kami daulat untuk menjadi Ketua TFA.   Dalam bekerja TFA  tentu saja masih memerlukan payung hukum. Sekali lagi, kami masih bersifat menunggu!"

Kelompok Rektor dan Ketua Sekolah Tinggi:

" Kami akan mempertimbangkan untuk tidak menerima mahasiswa baru produk guru pembohong. Hakikatnya, guru yang berbohong itu telah berbuat dhalim. Yang sudah terlanjur menjadi mahasiswa kami, mereka akan kami bersihkan agar 'virus bohongnya' tidak menular. Mahasiswa hasil produk guru pembohong akan kami bersihkan dengan deterjen bermerk "Antirudhal" (Anti Guru Dhalim)!

Kelompok Murid:
Tidak semua murid tahu akan berita baru yang membuat para pemerhati pendidikan segera menggelar rapat. Mereka mengelompok menurut asal sekolah masing-masing, sembari "ngegosip citra pendidikan: peluang antara kelanjutan pendidikan dan lapangan pekerjaan".
" Kalau ada yang mudah, mengapa kita cari yang susah!" teriak salah seorang murid. Teriakan itu diulang-ulang. Diulang terus sambil berlari, sampai suara teriakannya hilang, seiring dengan padamnya lampu PLN yang mulai mengadakan pemadaman bergilir.
" Itu pasti suara murid yang malas belajar!" kata salah seorang wali kelas.

Chaiyya...chaiyyaa...chaiyyaa...

"Aku" berdiri di mana? Aku berada di luar pagar sebagai penonton yang sedang menyaksikan sebuah 'dagelan' di atas panggung dengan lakon 'Guru Pembohong'. Kalau adegannya lucu, aku tertawa terbahak-bahak. Kalau adegannya tidak lucu, aku terus pulang menonton acara tv nasional yang tidak kalah menariknya:  Pengumuman nominator  PGA (bukan Panasonic Gobel Award), tetapi Penganugerahan Guru Award.  Pemenang ditentukan berdasarkan hasil poling SMS. Hanya ada dua katagori. (1) Penganugerahan Guru Apik, dan (2) Penganugerahan Guru Abu-abu.
Seandainya "Kita" menjadi guru?
"Kamu" pilih yang mana?
Kalau "Aku" terserah hasil 'pooling' SMS ( Suara Masyarakat Siswa).Mengapa?  Siswalah yang sering bertatap muka dengan guru itu. Oleh karena itu, siswalah yang benar-benar tahu apakah sosok bergelar 'Pahlawan tanpa Tanda Jasa' itu benar-benar seorang GURU, atau seorang 'GURU-GURUAN' (bohong), dan ataukah seorang 'GURAU-GURAUAN' (dagelan).
Ini semua terjadi gara-gara 'Kamu", sih! Mulai sekarang "Aku" sebagai pengajar akan terus berkontemplasi dan berintrospeksi!

"Aku" dan "Kamu" dengan  disaksikan "Kita" dari kejauhan terlibat dalam pembicaraan serius seputar pendidikan. Pembicaraan berakhir dengan komitmen bersama untuk menciptakan "image" masa depan pendidikan yang tidak 'memalukan' dan tidak 'memilukan', yang terbingkai dalam alunan lagu yang sedang naik daun :

Chaiyaa...chaiyyaa...chaiyya...

"Jangan Panggil " Kami" Guru Pembohong!


Bagaimana menurut Anda?

Cerita ini fiktif belalaka. Jika ada kesamaan nama dan lokasi, hanya kebetulan saja.

SHARE :

1 comments:

Hariyanto 13 April 2011 pukul 10.43

analogi pada pengantar terlalu bias... sehingga maksudnya menjadi tidak jelas.
rudal nato di Libya juga salah sasaran...!!
keseriusan kita membaca dan mendalami kasus ini menjadi hambar dimentahkan oleh statemen "Cerita ini fiktif belalaka. Jika ada kesamaan nama dan lokasi, hanya kebetulan saja".
Betul-betul berita dagelan...!!

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean