Media Bawean, 5 Mei 2011
Sabtu, 30 april 2011 saya melakukan kunjungan muhibah ke Pulau Bawean. Cerita Bawean pertama kali saya terima pada 1996 silam dari Jenderal Moekhlas Sidik (kala itu komandan KRI Malahayati/ Dankopaska Armatim) dan Kolonel Laut (P) Soegito PWR (kala itu Pakorspri Armatim). Dua petinggi AL di jajaran Armatim ini menceritakan tentang kecantikan dan keunikan Pulau Bawean.
Sejumlah cerita yg masih saya ingat betul antara lain: 1). Pulau Bawean menyimpan banyak potensi, seperti: wisata, flora dan fauna yang tak dimiliki pulau-pulau lain di Jatim; 2). Masyarakatnya religius, ramah dan keamanannya terjamin; 3). Di Pulau Bawean, terdapat seorang tokoh lingkungan yang dengan tulus ikhlas menghibahkan dirinya untuk kelestarian dan kelangsungan hidup masyarakat Bawean. Pejuang lingkungan itu bernama H Arfa'ie.
Waktu 3 hari di Pulau Bawean tidak saya sia-siakan. Dalam pikiran saya, setidaknya tiga cerita di atas dapat saya buktikan secara faktual. pembuktian pertama, saya melakukan tour de Bawean yang memiliki ajalan lingkar sepanjang 70 km. Dengan mobil pinjaman PCNU Bawean,saya berkeliling pulau yang berdiameter 12 km ini ditemani oleh Rahmat Sudarsono, mantan Ketua IPNU Jatim dan Abdul Basith Gaul ATT, pimpinan redaksi Media Bawean. Mobil pinjaman itu saya setir sendiri melalui jalan berbukit dan terjal. sepanjang perjalanan saya bergumam, ternyata gelombang daratan Bawean lebih besar ketimbang gelombang perairannya.Jalan-jalannya banyak yang rusak parah, sempit dan penuh kubangan air. sepanjang perjalanan saya hanya menemuakan beberaapa meter saja jalan yang bagus dan berpaving, selebihnya rusak parah.
Soal Pulau Bawean yang menyimpan banyak potensi yg tak dimiliki pulau-pulau lain di Jatim (memang) benar adanya. setidaknya ada beberapa potensi wisata yg dapat dikembangkan ke depan, yaitu wisata religi, wisata bahari dan wisata alam. Bawean memiliki banyak situs sejarah, berupa makam dan peninggalan bersejarah lainnya. Sementara wisata baharinya terdapat di (hampir) sepanjang pesisir Bawean serta sejumalah pulau kecil di sekitarnya. Beberapa pantainya berpasir putih dengan perairan dangkalnya yang bersih, cocok untuk diving (menyelam) dan memancing. Sedangkan wisata alamnya adalah terdapat banyak gunung (konon jumlahnya mencapai 99 gunung) yang menyimpan flora dan fauna khas dan unik, seperti bunga anggrek, rusa Bawean dan lain-lain.
Kondisi masyarakatnya secara umum cukup baik secara ekonomi, ramah dan aman. Terlihat cukup banyak rumah-rumah mewah gaya modern yang berdiri gagah di tengah-tengah pemukiman penduduk di bukit maupun di bukit. mereka memperlakukan tamu bak raja yang tak pernah sepi jamuan. Ketika malam hari, saat masyarakat terlelap, tampak kendaraan dari berbagai jenis dibiarkan tak bertuan di halaman rumah yang tak berpagar dan di pinggir-pinggir jalan. namun tak satupaun yang kehilangan. "Bawean tak ada pencuri", ujar Basit bangga.
Tentang cerita H Arfa'ie, Sang Pejuang Lingkungan Hidup Bawean, ternyata jauga benar. di hari ketiga, saya berkesempatan ketemu dengan beliau. hampir 3 jam H Arfa'ie bercerita panjang lebar tentang pengalamannya mengelola lingkungan pesisir Bawean hingga mendapat penghargaan Kalpataru dari pemerinatah di era kepemimpinan Presiden Gus Dur dan sejumlah piagaam dari Gubernur Basofi Soedirman serta penghargaan lainnya. H Arfa'i dengan bangganya bercerita bahwa hutan mangrove yang ditanamnya selama puluhan tahun telah menjadi sarang biota laut, seperti ikan, kepiting dan sebainya. Tetapi kendati demikian, ia sama sekali tak tertarik untuk menjual apalagi mengkonsumsinya, karena sudah terikat dengan sumpahnya. H. Arfa'ie menjadikan ikan dan biota laut yang hidup di kawasan mangrove-nya sebagai bagian dari dirinya. oleh karena itu, ia mengaku paham bahasa ikan, dengan peralatan "kentongan" H Arfa'ie berkomunikasi dengan iakan-ikan tersebut. saat kentongan ditabuh, ikan-ikan pun datang dalam jumlah ribuan, dan saat kembali ditabuh, ikan-ikan itupun pergi. Tetapi cerita H Arfa'i tersebut kini tinggal kenangan. Kini ia tidak lagi ngurus lingkungan pesisir yang telah mengantarkan dirinya mendapat penghargaan. hal ini dilakukan karena umurnya sudah semakin tua dan pemerintah dinilai tidak serius menanganinya.
Cerita faktual soal Bawean di atas (ternyata) tidak dimbangi oleh good will dari pemerintah. Pantainya yang indah dan alamnya yang menawan tersebut belum memiliki daya tarik yang kuat, karena sarana dan prasarana pendukungnya tidak disiapkan. Saya berharap, ke depan pemerintah dan masyarakat Bawean, khususnya warga Bawean yang sukses dan luar Bawean, bahu membahu membanguan Bawean. Kalau hal ini bisa dicapai, bukan tidak mungkin Bawean akan menjadi daerah otonom yang terlepas dari Gresik, karena sudah bisa membaiayai daerahnya secara mandiri. Semoga@
Sejumlah cerita yg masih saya ingat betul antara lain: 1). Pulau Bawean menyimpan banyak potensi, seperti: wisata, flora dan fauna yang tak dimiliki pulau-pulau lain di Jatim; 2). Masyarakatnya religius, ramah dan keamanannya terjamin; 3). Di Pulau Bawean, terdapat seorang tokoh lingkungan yang dengan tulus ikhlas menghibahkan dirinya untuk kelestarian dan kelangsungan hidup masyarakat Bawean. Pejuang lingkungan itu bernama H Arfa'ie.
Waktu 3 hari di Pulau Bawean tidak saya sia-siakan. Dalam pikiran saya, setidaknya tiga cerita di atas dapat saya buktikan secara faktual. pembuktian pertama, saya melakukan tour de Bawean yang memiliki ajalan lingkar sepanjang 70 km. Dengan mobil pinjaman PCNU Bawean,saya berkeliling pulau yang berdiameter 12 km ini ditemani oleh Rahmat Sudarsono, mantan Ketua IPNU Jatim dan Abdul Basith Gaul ATT, pimpinan redaksi Media Bawean. Mobil pinjaman itu saya setir sendiri melalui jalan berbukit dan terjal. sepanjang perjalanan saya bergumam, ternyata gelombang daratan Bawean lebih besar ketimbang gelombang perairannya.Jalan-jalannya banyak yang rusak parah, sempit dan penuh kubangan air. sepanjang perjalanan saya hanya menemuakan beberaapa meter saja jalan yang bagus dan berpaving, selebihnya rusak parah.
Soal Pulau Bawean yang menyimpan banyak potensi yg tak dimiliki pulau-pulau lain di Jatim (memang) benar adanya. setidaknya ada beberapa potensi wisata yg dapat dikembangkan ke depan, yaitu wisata religi, wisata bahari dan wisata alam. Bawean memiliki banyak situs sejarah, berupa makam dan peninggalan bersejarah lainnya. Sementara wisata baharinya terdapat di (hampir) sepanjang pesisir Bawean serta sejumalah pulau kecil di sekitarnya. Beberapa pantainya berpasir putih dengan perairan dangkalnya yang bersih, cocok untuk diving (menyelam) dan memancing. Sedangkan wisata alamnya adalah terdapat banyak gunung (konon jumlahnya mencapai 99 gunung) yang menyimpan flora dan fauna khas dan unik, seperti bunga anggrek, rusa Bawean dan lain-lain.
Kondisi masyarakatnya secara umum cukup baik secara ekonomi, ramah dan aman. Terlihat cukup banyak rumah-rumah mewah gaya modern yang berdiri gagah di tengah-tengah pemukiman penduduk di bukit maupun di bukit. mereka memperlakukan tamu bak raja yang tak pernah sepi jamuan. Ketika malam hari, saat masyarakat terlelap, tampak kendaraan dari berbagai jenis dibiarkan tak bertuan di halaman rumah yang tak berpagar dan di pinggir-pinggir jalan. namun tak satupaun yang kehilangan. "Bawean tak ada pencuri", ujar Basit bangga.
Tentang cerita H Arfa'ie, Sang Pejuang Lingkungan Hidup Bawean, ternyata jauga benar. di hari ketiga, saya berkesempatan ketemu dengan beliau. hampir 3 jam H Arfa'ie bercerita panjang lebar tentang pengalamannya mengelola lingkungan pesisir Bawean hingga mendapat penghargaan Kalpataru dari pemerinatah di era kepemimpinan Presiden Gus Dur dan sejumlah piagaam dari Gubernur Basofi Soedirman serta penghargaan lainnya. H Arfa'i dengan bangganya bercerita bahwa hutan mangrove yang ditanamnya selama puluhan tahun telah menjadi sarang biota laut, seperti ikan, kepiting dan sebainya. Tetapi kendati demikian, ia sama sekali tak tertarik untuk menjual apalagi mengkonsumsinya, karena sudah terikat dengan sumpahnya. H. Arfa'ie menjadikan ikan dan biota laut yang hidup di kawasan mangrove-nya sebagai bagian dari dirinya. oleh karena itu, ia mengaku paham bahasa ikan, dengan peralatan "kentongan" H Arfa'ie berkomunikasi dengan iakan-ikan tersebut. saat kentongan ditabuh, ikan-ikan pun datang dalam jumlah ribuan, dan saat kembali ditabuh, ikan-ikan itupun pergi. Tetapi cerita H Arfa'i tersebut kini tinggal kenangan. Kini ia tidak lagi ngurus lingkungan pesisir yang telah mengantarkan dirinya mendapat penghargaan. hal ini dilakukan karena umurnya sudah semakin tua dan pemerintah dinilai tidak serius menanganinya.
Cerita faktual soal Bawean di atas (ternyata) tidak dimbangi oleh good will dari pemerintah. Pantainya yang indah dan alamnya yang menawan tersebut belum memiliki daya tarik yang kuat, karena sarana dan prasarana pendukungnya tidak disiapkan. Saya berharap, ke depan pemerintah dan masyarakat Bawean, khususnya warga Bawean yang sukses dan luar Bawean, bahu membahu membanguan Bawean. Kalau hal ini bisa dicapai, bukan tidak mungkin Bawean akan menjadi daerah otonom yang terlepas dari Gresik, karena sudah bisa membaiayai daerahnya secara mandiri. Semoga@
Posting Komentar