Media Bawean, 27 Januari 2012
Oleh : Baharuddin, SH. MH. (Ketua STAIHA BAWEAN)
Saya tertahan di Gresik sampai saat ini sudah 5 hari. Di Surabaya saya mendapat undangan Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam (KOPERTAIS ) IV untuk menghadiri Work Shop Akreditasi Perguruan Tinggi Swasta yg berlangsung sehari tanggal 24 Januari 2012.
Sebagai ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Hasan Jufri (STAIHA) Seharusaya harus segera kembali karena harus memberi kuliah. Tapi sampai saat ini belum juga ada kapal karena _ menurut prakiraan BMG _ gelombang laut cukup berbahaya untuk pelayaran sekelas kapal cepat Express Bahari. Sampai disini kita dapat maklumi.
Tapi yang menjadi masalah, kejadian semacam ini selalu datang setiap tahun. Sebenarnya Pemkab harus punya Standard Operating Prosedur (SOP) jika terjadi hal seperti itu. Dengan demikian penyelesaiannya akan cepat dan warga dari dan yang akan ke Bawean tidak gelisah.
Untuk mengatasi permasalahan transportasi Bawean - Gresik saya punya usul sebagai berikut:
1. Dalam setiap pemberian izin operasi kepada perusahaan pelayaran, dalam keadaan cuaca buruk, pemerintah kabupaten mewajibkan kepada perusahaan tersebut untuk menyediakan kapal penyebrangan yang memungkinkan untuk itu, atau
2. Pemkab menjalin kerjasama dengan PT Pelni, dalam keadaan kapal reguler tidak boleh menyebrang, maka kapal-kapal Pelni yang ke/dari Kalimantan dapat singgah ke Pulau Bawean. Kerjasama ini juga bisa dilakukan dengan perusahaan swasta lainnya, atau
3. Pemkab mendirikan perusahaan pelayaran sendiri dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hampir semua kabupaten di Indonesia Timur punya perusahaan pelayaran termasuk Banyawangi dan Sumenep, atau
4. Pemkab dapat menjalin kerjasama dengan Panglima Armada Timur, dalam keadaan darurat Panglima dapat mengerahkan salah satu kapal perangnya untuk melakukan bakti sosial mengangkut penumpang yg terlantar.
Memang setiap hal itu terjadi, Pemkab selalu punya solusi dengan cara mendatangkan kapal yang memungkinkan untuk menyebrang dan itu patut mendapat apresiasi, walau solusi itu datang setelah warga teriak. Nah penyelesaian semacam itu adalah penyelesaian secara sporadis dan parsial. Bukan penyelesaian yg sistemik dan terukur. Ini belum berbicara masalah bahan pokok yang langka akibat buruknya cuaca. Semoga Pemkab dan semua pihak yang terkait termasuk warga masyarakat tidak lagi gamang setiap musim kemarau tiba.
Untuk mengatasi permasalahan transportasi Bawean - Gresik saya punya usul sebagai berikut:
1. Dalam setiap pemberian izin operasi kepada perusahaan pelayaran, dalam keadaan cuaca buruk, pemerintah kabupaten mewajibkan kepada perusahaan tersebut untuk menyediakan kapal penyebrangan yang memungkinkan untuk itu, atau
2. Pemkab menjalin kerjasama dengan PT Pelni, dalam keadaan kapal reguler tidak boleh menyebrang, maka kapal-kapal Pelni yang ke/dari Kalimantan dapat singgah ke Pulau Bawean. Kerjasama ini juga bisa dilakukan dengan perusahaan swasta lainnya, atau
3. Pemkab mendirikan perusahaan pelayaran sendiri dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hampir semua kabupaten di Indonesia Timur punya perusahaan pelayaran termasuk Banyawangi dan Sumenep, atau
4. Pemkab dapat menjalin kerjasama dengan Panglima Armada Timur, dalam keadaan darurat Panglima dapat mengerahkan salah satu kapal perangnya untuk melakukan bakti sosial mengangkut penumpang yg terlantar.
Memang setiap hal itu terjadi, Pemkab selalu punya solusi dengan cara mendatangkan kapal yang memungkinkan untuk menyebrang dan itu patut mendapat apresiasi, walau solusi itu datang setelah warga teriak. Nah penyelesaian semacam itu adalah penyelesaian secara sporadis dan parsial. Bukan penyelesaian yg sistemik dan terukur. Ini belum berbicara masalah bahan pokok yang langka akibat buruknya cuaca. Semoga Pemkab dan semua pihak yang terkait termasuk warga masyarakat tidak lagi gamang setiap musim kemarau tiba.