Media Bawean, 24 November 2012
Penulis : Baharuddin,SH. MH.
Usianya sudah lanjut. Rambutnya sudah memutih secara total. Badannya rada ringkih. Langkahnya mulai gontai. Dibawah kumisnya yang masih tertata rapi, senyumnya senantiasa mengembang. Dia memang masih kaya dengan humor. “Mak tambe jhubek”, kata pak Ahmad Dawan, lelaki yang usianya menginjak 80 tahun itu ketika menyambut penulis di rumahnya Blk 125 Tampines St. 11 tingkat 10 Singapore di bulan Juli tahun yang lalu.
Nenek moyang pak Ahmad berasal dari dusun Pagerbhung, desa Sokalela kecamatan Sangkapura Bawean. Ia lahir dan dibesarkan di Singapore. Walau hanya satu kali saja berkunjung ke Bawean tahun 1996, adat istiadat, dan bahasa Bawean nya masih pas. Dia sangat mencintai tanah leluhurnya. Begitu cintanya ke pada Bawean, pada tahun 1956 mendirikan perkumpulan olahraga yang di kampungnya Pagerbhung sangat poluler, yakni sepak takraw dengan nama : Bawean Putera Sepaktakraw Club disingkat BPSC bermarkas di kawasan Tiong Poh Road di area yang cukup luas. BPSC adalah perkumpulan olah raga yang sangat disegani di negeri Singa itu. BPSC banyak menyumbang pemain-pemain berkelas nasional. Karena jasanya yang luar biasa dibidang pembinaan cabang olah raga itu, pada tahun 2008, beliau diberi penghargaan antarabangsa di Kongres Persekutuan Sepak Takraw Antarabangsa di Bangkok.
Dia pernah juga aktif sebagai Pengurus Persatuan Bawean Singapore. Disamping itu bersama sejumlah tokoh Singapore pernah mendirikan Pusat Pemulihan Penagih Dadah (Narkotika) dengan diberi nama Taman Inabah.
Semasa hidupnya Hj. Ahmad Dawan pernah bekerja sebagai konsultan R.E. Morris & Co suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasangan alat canggih penangkal petir. Sudah ratusan gedung pencakar langit yang dia tangani. Suatu ketika dia diundang ke Paris, Perancis, mewakili negar-negara Asia Tenggara dalam suatu pertemuan yang membahas tentang petir. “Di Perancis”, kata pak Ahmad dalam suratnya kepada penulis beberapa tahun yang lalu, “sejumlah pohon dipasang alat penagkal petir”. Ia benar-benar mengapresiasi terhadap kepedulian pemerintah Perancis tentang betapa pentingnya pohon itu bagi kehidupan manusia.
Disiang itu, dalam kunjungan penulis ke rumah beliau, pak Ahmad memakai sarung dan T shirt. Santai sekali. Tidak ada keluhan sakit. Bicaranya masih jelas. Beliau banyak bercerita tentang masa lalunya. Satu persatu teman-teman lamanya ia sebut, termasuk ketika hidup dalam komunitas Pondhuk Boyan. Kepada Hj. Noordin, Qori’ terkenal Singapore yang berasal dari Bengkosobung, desa Kotakusuma kecamatan Sangkapura, dia biasa memanggil Se Madhdhure. Se Madhdhure itu jadi sekh. Hampir setiap tahun naik haji, membawa jama’ah, katanya, lalu terkekeh. Iajuga bercerita tentang Hj. Buang Masadin dari kampung Telukdalam kecamatan Sangkapura. “Orangnya kecil, tapi bicaranya tegas. Ia dekat dengan Lee Kwan Yu, Bapak pendiri Negara Sinapore. Juga Goh Tok Cong, yang pernah menjabat Perdama Menteri Singapore. Maklumlah, jabatannya selevel. Hj. Buang Masadani Presiden Persatuan Bawean Singapore (PBS), yang lain Perdana Menteri Singapore. Sama, kan?”, lalu pak Ahmad kembali terbahak. Begitulah pertemuan penulis dengan Pak Ahmad di siang itu, penuh canda dan tawa, ditemani secangkir teh dan makanan ringan. Tidak terasa waktu salat dluhur hampir habis dan penulis pamit pulang. Tidak terasa, itulah pertemuan penulis dengan pak Ahmad Dawan untuk yang terakhir kalinya. Senin, tanggal 19 Nopember 2012, bersamaan dengan kumandang adan Magrib, beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir, karena penyakit paru-paru yang dideritanya. Beliau wafat diusia 80 tahun, dikebumikan di Pusara Abadi pukul 10.30 keesokan harinya. Selamat jalan Pak Ahmad, Selamat jalan Sahabat. Semoga sekecil apapun amal ibadahnya diterima oleh Yang Kuasa, dan semoga sebesar apapun dosanya dimaafkan oleh Allah SWT.
Penulis adalah Wakil Ketua Umum KTB, Sahabat Almarhum