Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Durian Runtuh di Pulau Bawean
Nasab Sama Guru, Tapi Nasib Berbeda

Durian Runtuh di Pulau Bawean
Nasab Sama Guru, Tapi Nasib Berbeda

Posted by Media Bawean on Kamis, 25 April 2013

Media Bawean, 25 April 2013

Rasionalisasi Dari Sebuah Ambiguitas 
Status Pulau Bawean Sebagai Daerah Khusus

Oleh : Sugriyanto, S.Pd (Guru SMAN I Sangkapura)

Kabar teranyar tentang status Pulau Bawean di Kabupaten Gresik sebagai Daerah Khusus bukan sekadar ‘mimpi manis’ melainkan menjadi sebuah realita yang patut diapresiasi keberadaannya. Berita yang ‘menyedapakan’ ini akan memantik buah ‘berkah’ yang mampu meningkatkan semangat berjibaku dalam kegairahan para tenaga pendidik (guru) untuk mencerdaskan anak bangsa. Hal ini membuktikan betapa besar perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap guru-guru yang tulus dan ikhlas berkiprah di Daerah Khusus dengan memberikan dana tunjungan yang nominalnya cukup menggembirakan. Tentu saja guru merasa seperti habis minum dalam kehausan (red: lecjher) saat tunjangan Daerah Khusus yang baru saja dinikmati baru-baru ini. 

Sebagaimana termaktub di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada BAB I Ketentuan Umum item 17 dinyatakan sebagai berikut.

“Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain”.

Cukup tepat sekali pemerintah menetapkan Pulau Bawean sebagai daerah terpencil karena memang jarak serta kondisi alam yang menjadi langganan bencana alam berupa angin kencang dan gelombang besar yang berakibat tersendat dan putusnya kelancaran transportasi laut dari pusat Kabupaten Gresik.

Tidaklah keliru bila guru yang bertugas di daerah khusus juga mendapartkan perhatian yang khusus pula. Hal tersebut senada dengan ketentuan yang tersurat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pada pasal 30 ayat 1 berbunyi : “Guru memliki hak untuk mendapatkan penghargaan sesuai dengan prestasi kerja, dedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di Daerah Khusus".

Penetapan status Pulau Bawean sebagai daerah khusus perlu disosialisasikan secara komprehensif kepada seluruh stake houlder di pulau Bawean sehingga tidak memunculkan spekulasi kebingungan atau kerancuan (ambigu) dan kecemburuan. Legalisasi status Pulau Bawean sebagai Daerah Khusus pun hendaknya ditunjukkan dengan Surat Keputusan Penetapan oleh pihak terkait yang dapat menguatkan keabsahan status tanpa ada keraguan karena berbagai masukan dan pertimbangan kelak kemudian hari. Hingga saat ini hampir semua guru kurang memahami eksistensi Pulau Bawean sebagai Daerah Khusus. Akibatnya muncul ‘ rasan-rasan’ yang menyeruak dengan aroma yang kurang sedap untuk seorang pendidik, apalagi terkait dengan namanya uang. Apabila semua pihak menjadi sepaham tentang hal tersebut akan menambah ketenangan dan kenyamanan para pendidik yang berkiprah di Pulau yang jaraknya mencapai 80 mil laut atau sekitar 120 km utara Pulau Jawa di wilayah Kabupaten Gresik.

Awal turunnya berita tentang beberapa guru khususnya guru SD dan SMP yang mendapatkan dana tunjangan Daerah Khusus menjadi gonjang – ganjing yang kurang menyedapkan. Seolah-olah ada ketidak adilan bahkan menimbulkan “iri berat” dari guru-guru di tingkatan serta departemen yang berbeda padahal tugas yang diemban relatif sama berat dengan wilayah alam kerja yang sama namun ‘rezeki”-nya terbedakan.

Jika memang merujuk pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya pada BAB XII tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31 ayat 2 termaktub bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. 

Mungkin beralasan dan rasional bila yang mendapat tunjangan daerah khusus baru di tingkat pendidikan dasar (dikdas) wajib belajar 9 tahun. Bukan karena alasan SD dan SMP dan yang sederajat berada di luar wilayah kecamaan melainkan rasionalisasi dari Undang-Undang. Ganjilnya pula terdapat beberapa guru atau pendidik di sekolah dasar atau menengah pertama yang kenyataannya berada di pusat kecamatan juga dapat.

Di sinilah mungkin kelemahan kita karena selalu mengedepankan asumsi-asumsi yang mengikuti alur naluri yang terkadang menimbulkan jalan pemikiran yang ‘tersesat’.

Bagaimana dengan sekolah MI dan MTs. yang juga turut mencerdaskan kehidupan bangsa? Perlu pula dinukilkan bunyi Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 17 ayat 2 tercantum bahwa : ”Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat”.

Sungguh masih menjadi ambiguitas bila guru MI dan MTs terlupakan dalam mendapatkan dana tunjangan khusus. Tinggal guru-guru di tingkat lanjutan atau SMA dan yang sederajat untuk kuat-kuat gigit jari karena berposisi sebagai pendengar yang taat saja. Padahal tugas dan beban mengajar serta tanggung jawab yang relatif lebih berat notabene berjibaku di pulau yang sama harus menelan rasa (red: Ngaghulunyok eber) melihat sejawatnya (sesama pendidik) mendapat dana tunjangan Daerah Khusus.

Semoga dengan segala kebaikan dan perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah tidak tega melihat kenyataan yang sedikit ‘timpang’ untuk segera memberikan solusi manis dalam bingkai mencerdaskan anak bangsa. Lewat kebijakan populernya insya Allah akan membawa berkah kepada yang masih belum menerima dana Tunjangan Daerah khusus untuk segera mendapatkan yang sama.Tak ada alasan lagi untuk mengendorkan semangat bila kelak juga mendapatkannya.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean