Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Di Tepi Zaman (3) : Yuk... Naik Dokar

Di Tepi Zaman (3) : Yuk... Naik Dokar

Posted by Media Bawean on Sabtu, 10 Agustus 2013

Media Bawean, 10 Agustus 2013

Oleh : Baharuddin (Pembina Teater Astaga)


Pada hari Minggu ku turut ayah ke kota,
Naik dokar*) ku duduk di muka
Duduk di samping pak Kusir yang sedang bekerja
Mengendarai kuda supaya enak jalannya
Tut tit tat tittut, tittat tittuut.

Lebaran iedul fitri sering ditunggu anak-anak. Seusai shalat ied mereka dibawa orang tuanya untuk bersilaturrahim mengunjungi keluarga dekat, terutama yang dituakan, lalu para guru ngaji,dan para tetangga serta karib kerabat. Itu dilakukan oleh anak-anak pada hari pertama lebaran.Mereka senang, bukan hanya sekedar mengetahui orang-orang terdekat dari ayah dan ibunya, senang, karena biasanya selalu diberi uang dari yang dikunjungi

Hari kedua - mereka menyebut tetengngaanna are raje – digunakan untuk ngolencer : naik dokar, menyusuri jalan-jalan seputar Sangkapura. Begitu juga di desa Tambak dan desa Daun.

Dokar biasanya dinaiki sampai sepuluh anak, sehingga ada juga yang berdiri di belakang. Begitu penuhnya dokar itu, kadang-kadang pak Kusir mengalah duduk di sebelah kanan bagian depan, yang biasanya digunakan untuk meletakkan kakinya. Mereka amat menikmati naik dokar itu. Penumpang kecil itu selalu tersenyum, bahkan tidak jarang berteriak-teriak ketika berpapasan dengan temannya yang ada dipinggir jalan atau berpapasan dengan dokar lain. Anak-anak bangga kalau bisa naik dokar lebih dari sekali. Kebanggaan itu biasanya diceritakan kepada teman-temannya. Uang pemberian ketika silaturrahim itulah yang digunakan untuk ongkos naik dokar.

Bagi pak Kusir, itulah hari-hari panen untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak. Masa panen itu berlangsung sampai hari ke tiga lebaran. Kendaraan dokar di hari lebaran selalu dicari karena banyaknya peminat yang mau ngolencer.

Kini, dokar mulai terpinggirkan, diganti oleh “kereta monyet” yang bisa memuat puluhan penumpang, anak-anak dan orang dewasa. Disamping itu, ada odong-odong, yakni sepeda dengan lima roda yang dapat dikayuh oleh sejumlah orang yang naik diatasnya, seperti yang biasa dijumpai di East Coast Singapore. Juga becak dengan menggunakan motor yang dimodivikasi. Itu semua, tidak hanya beroperasi di siang hari, tapi juga malam hari. Belum lagi sepeda motor yang saat ini jumlahnya tidak kurang dari 17.000 ribu unit, yang meraung-raung menyusuri jalan-jalan di pula Bawean

Maka, tidak ada lagi kegembiraan anak-anak seperti dilukiskan oleh lagu diatas : 
tut tit tat tit tut, tittat titttut, 
itulah bunyi suara kaki kuda

Yang ada hanyalah raungan suara mesin “kereta monyet”, becak, motor dan ingar bingar musik dari odong-odong yang sangat memekakkan telinga.

*) kata aslinya adalah delman, diganti oleh penulis.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean