Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Mencari Jejak Pelatihan Kepanduan

Mencari Jejak Pelatihan Kepanduan

Posted by Media Bawean on Rabu, 04 September 2013

Media Bawean, 4 September 2013 

Jenderal Sudirman Berbasic Kepramukaan  

Oleh : Sugriyanto (Guru SMAN 1 Sangkapura)

Kegiatan kepramukaan saat ini mengalami kegairahan kembali setelah beberapa tahun lamanya kiprahnya laksana ditelan bumi. Berbeda dengan zaman dulu di era tahun 80-an kegiatan kepramukaan begitu semarak dan gegap gempita gemanya mengaung ke penjuru nusantara. Hampir setiap sekolah di setiap jenjang pendidikan menjadikan gerakan kepanduan aebagai sebuah kebutuhan -yang rasanya kurang “mantab” bila bersekolah tanpa mengikuti kegitan kepramukaan. Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi peserta seperti merasa kurang “selera” untuk mengikuti kegiatan kepramukaan yang menjadi pilihan dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi kader-kader penerus gerakan “tunas kelapa” yang banyak memberikan manfaat terutama mendidik kemandirian dan kedisiplinan bagi anggotanya. Rupanya generasi-generasi saat ini terlalu memanjakan diri yakni terlena dalam buaian kemajuan yang terkadang menurunkan nilai-nilai semangat perjuangan dan pengorbanan sebagai karakter dasar yang terbangun dalam pelatihan kepanduan tersebut.

Istilah pramuka yang sudah dikenal perlu dicerahkan (aufklarung) kembali pengertiannya agar dalam pelaksanaan kegiatan tidak kehilangan arah navigasi dari kompas kebenaran tentang istilah lain dari kepanduan atau padvinder. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pramuka merupakan akronim Praja Muda Karana (Baca : Bukan karena, apalagi sebab); organisasi pemuda yang mendidik anggotanya dalam berbagai keterampilan , disiplin, kepercayaan pada diri sendiri, saling menolong dan sebagainya. Selama ini kebanyakan peserta atau anggota pramuka sekadar ikut dan aktif dalam kegiatan kepramukaan belum menyentuh secara mendalam hakikat dari tujuan mendasar diadakannya kegiatan kepramukaan tersebut. Bahkan di dalam buku yang ditulis oleh pendiri kepramukaan bernama Lord Baden Powel berkebangsaan Denmark Belanda berjudul “B-P’s Out Look” berbunyi sebagai berikut: “Scouting is not science to be solemnly studied, nor is it collection of doctrine and texts. No! It is jolly game in the out of doors, where boy-men and boy can go adventuring together as leader and younger brothers picking up health and happiness, handicraft and help fulness” Artinya “ Kepramukaan bukanlah sebuah ilmu yang harus dipelajari secara tekun, bukan pula merupakan suatu kumpulan dari ajaran-ajaran dan naskah-naskah buku. Bukan! Kepramukaan adalah suatu permainan yang menyenangkan di alam terbuka , tempat orang dewasa dan anak-anak pergi bersama-sama, mengadakan pengembaraan seperti kakak beradik, membina kesehatan dan kebahagiaan, keteramplan dan kesediaan memberi pertolongan”

Tidaklah keliru sebuah sekolah atau lembaga pendidikan memasukkan kepramukaan dalam kegiatan ekstrakurikuler yang menjadi pilihan bukan kewajiban. Sepertinya semangat siswa atau murid untuk masuk menjadi keanggotaan pramuka di sekolah semakin tahun semakin menciut saja. Mungkin hal ini disebabkan kurangannya pemahaman calon-calon anggota terhadap kebesaran dan keberhasilan seseorang dalam hidupnya berkat tempaan gerakan yang dianggap tak kenal rintangan itu. Siapa yang tidak mengenal Jenderal Sudirman yang bergerilya di hutan belantara dengan kondisi badannya yang mati separuh mampu mengusir penjajah dalam peristiwa ambarawa. Walau bergerak dengan ditandu, Jenderal Sudirman memiliki kegigihan dan semangat juang yang tiada tara. Tentu hal ini sebagai ejawentah dari tertanamnya jiwa semangat juang dan rasa cinta tanah air yang diperoleh dalam kegiatan kepanduan atau kepramukaan sebelumnya. KH. Fachrudin dalam buku berjudul Dahlan- Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati yang ditulis oleh Susatyo Budi Wibowo pernah berpesan kepada seorang pemuda sebagai berikut. “ Ingat..., tongkat-tongkat yang kalian panggul itu, suatu saat akan berganti dengan bedil atau senapan. Beberapa tahun kemudian banyak anggota padvinder Hisbul Wathan mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan Jepang. Satu di antaranya seorang pemuda sederhana yang berasal dari Desa Rembang, Kecamatan Karang Jati Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah yang bernama Sudirman dikenal sebagai Panglima Besar Jenderal Sudirman. Masih banyak jenderal besar lainnya yang menjadi pembesar, baik di tingkat nasional maupun internasional berbasic kepramukaan atau kepanduan.

Sebagai suatu pasukan, peserta pramuka berupa satuan-satuan yang tergabung dalam Gugus depan. Istilah gugus (baca: bukan nama jenis makanan) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan beberapa pulau (binatang dan sebagainya) yang berkelompok menjadi satu; kelompok. Makna yang terakhir inilah yang cocok dengan keanggotaan pramuka sebagai kesatuan atau kelompok. Tingkatan kelompok “kasta” dalam kepramukaan dibuat berdasakan usia mental peserta. Selama ini yang sudah menjadi pengetahuan umum “kasta” dalam kepanduan pramuka meliputi:

1. Pasukan Pramuka Siaga disebut Perindukan
2. Pasukan Pramuka Penggalang disebut Penggalang (Ramu, Rakit, dan Terap)
3. Pasukan Pramuka Penegak disebut Ambalan
4. Pasukan Pramuka Pandega disebut Racana
Pengelompokan tingkatan ini akan lebih memudahkan dalam menyampaikan materi dan jenis-jenis kegiatan yang seharusnya diberikan.

Seragam dan lambang pramuka
Pramuka sebagai suatu lembaga kepanduan memiliki seragam khusus yang sudah ditetapkan secara nasional. Warna baju kuning emas menyerupai warna asli dari kayu di hutan seperti warna kayu jati. Hal ini mengandung filosofi bahwa anggota pramuka benar-benar “back to natural” atau penyatuan diri dengan alam. Celana berwasrna coklat sebagai warna asli atau asal dari kejadian manusia. Atribut lain yang kerap kali dipakai berupa baret coklat dengan segi tiga lima tunas kelapa menambah kegagahan para anggota. Di leher terkalung halsduk merah putih sebagai wujud semangat keberanian dan kesucian serta ketulusan para anggota. Namun, sayang seribu sayang saat ini seragam pramuka dipakai dengan sekenanya tanpa atribut kelengkapannya. Tongkat, peluit, serta pisau belati berupa “sekep” (baca: bukan sikap) kecil sudah tidak berselempang lagi. Jadi, seragam pramuka saat ini dipandang kurang gagah dan kurang bersahaja.

Tunas kelapa yang menjadi ikon utama dalam kepanduan atau pramuka ini memberi maksud yang dalam bahwa kata tunas melambangkan cikal bakal atau generasi penerus yang akan menggantikan para lansia pramuka yang tetap bercokol di kepramukaan. Awam sudah mahfum bersama bahwa dari tunas kelapa inilah akan menjadi kelapa tua yang secara filosofi merupakan pohon yang amat kompak akarnya. Setinggi apapun pohon kelapa disanggah dengan akar serabut (menyatu) menghasilkan kekuatan yang luar biasa. Jarang, bahkan hampir tidak pernah terjadi pohon kelapa tumbang walau diterpa oleh angin ribut atau angin kencang seperti kencangnya angin saat ini. Pohon kelapa diyakini warga seperti memiliki mata atau penglihatan. Seribu satu bahkan hampir tidak dijumpai pohon kelapa tumbang ke rumah warga. Selain itu seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan dalam segala aspek kehidpan manusia. Hal ini melambangkan bahwa kegiatan kepramukaan banyak memberikan faedah atau manfaat baik bagi para anggota maupun masyarakat pada umumnya.

Pramuka Identik dengan Kemah
Bila mendengar kata pramuka dalam pikiran terlintas kegiatan perkemahan. Di Pulau Bawean memiliki lokasi bersejarah tentang pelaksanaan perkemahan yakni di desa Kumalasa tepatnya berada di dusun Tajung Kimah (Baca : nama kerang yang mirip tenda) Ini sebagai saksi dan bukti sejarah yang telah ditorehkan selama berabad-abad lamanya. Saat ini para peserta kepanduan atau pramuka melaksanakan perkemahan sehari (Persari) atau perkemahan Sabtu dan Minggu (Persami) hanya berlokasi di lingkungan sekolah yang berupa hutan beton. Berbeda dengan pramuka zaman dulu era 80-an setiap kegiatan perkemahan mesti out door di alam bebas. Rupanya perkemahan saat ini terlalu memanjakan para anggota. Tenda yang dipakai pun tenda instan seperti kantong rumah hewan kanguru saja. Padahal dulu tenda yang digunakan melambangkan sebuah kesederhanaan berupa kain karung goni atau kain blaco tepung terigu berkapasitas besar dengan lambang di tengah tunas kelapa. Tenda saat ini lebih simpel dan praktis namun kandungan filosofi kekelompokannya memberikan makna individualis (baca: bukan minimalis) dan adu mahal. Ada kesan “wah” dan membangun jiwa kemalasan bagi pendirinya. Sedangkan tenda yang lama untuk mendirikan perlu kerja sama dan kekompakan karena para anggota harus bersama-sama dalam mendirikannya.

Dulu, pelaksanaan perkemahan lokasi yang dipilih adalah alam nun jauh di sana. Artinya kegiatan perkemahan sebagai wujud pelatihan kemandirian dan penyatuan diri dengan alam sekitar. Keperluan logistik pun dulu tatkala melaksanakan perkemahan sudah dibawa sebagai bekal beberapa hari ke depan. Peserta pramuka dengan kerja sama yang kompak dapat memenuhi kebutuhan makanan dengan cara memasak sendiri. Termasuk mengolah lauk pauk seadanya dan serasanya. Sekarang menggunkan sistem katering atau restoran bergerak dengan hidangan nasi kotak atau nasi bungkus yang sama sekali tidak memberikan pelatihan kesengsraan. Pulang-pulang dari perkemahan bukan langsing malah tambah kelihatan makmur (gemuk) karena asupan gizi dan kalori terpenuhi bahkan berlebih. Betapa hidmat dan bersahajanya sebuah kegiatan kepramukaan bila meniru atau menapak tilasi jejak perjalanan Rasulullah Muhammad SAW. yang tidur sekadar beralaskan pelepah kurma. Sehabis bangun tidur garis-garis membekas di sekujur tubuh dan wajah Rasulullah SAW. Bukan sebaliknya, berkemah seolah-olah pindah tidur dengan segala kemanjaannya. Sungguh luar biasa bila kegiatan kepramukaan yang selama ini dilaksanakan jika tetap meneladani jiwa penderitaan dan pengorbanan lahir batin yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. tersebut. Senafas dengan bunyi atau ikrar Dasa Darma Pramuka yang mengabadi dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Romantika kehidupan anak pramuka terasa tatkala memasuki kegiatan pencarian tanda jejak dengan melintasi alam berbukit serta liku-liku rintangan bersama anggota kelompok lainnya. Dalam kegiatan ini terkadang mengalami ketersesatan di hutan atau di alas-alas perkampungan penduduk. Orang tua di rumah dibikin cemas dan galau terhadap kabar anaknya yang kesasar dalam mencari tanda jejak. Akhirnya, datang dan kembali ditemukan dengan selamat. Betapa terharu dan senangnya orang tua di rumah setelah merasa akan kehilangan buah hatinya bisa berjumpa kembali. Benar-benar romantis. Saat ini rasa-rasanya amat sulit bagi para peserta pramuka untuk tersesat jalan karena teknologi canggih dalam genggamannya. Ada HP Black Berry yang akan menjadi pemandunya. Rindu dan kangen keluarga pun tak akan dirasakan karena komunikasi intens tetap dilakukan walau dalam curi-curi kesempatan di balik tenda. Kecuali panitia atau pembina sedikit memperketat pemakaian HP untuk melatih kemandirian hidup. Mungkin saja nanti akan ramai sms antar tenda yang dapat mengurangi rasa kedekatan dan kebersamaan dalam sebuah perjumpaan.

Di puncak acara perkemahan, terdapat kegiatan “Renungan Malam” sebagai bentuk penyucian jiwa oleh kakak-kakak pembina. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan di tengah malam sehabis salat malam. Dalam keheningan dan kebisuan malam para anggota pramuka akan menutup segala kegiatan dengan puncak acara Api Unggun (baca: bukan unggul) artinya api yang menyala dalam tumpukan kayu. Di saat puncak acara penutupan ini, para peserta melangutkan jiwa karena akan merasa kehilangan teman dan sahabat baru, kakak-kakak pembina, serta akan berpisah dengan alam dan bumi perkemahan yang akan terus menjadi saksi bisu nan abadi dalam kenangan. Kobaran api unggun yang menyala “rabak” memberikan isyarat atau tanda sebagai simbol hidup dan menggeloranya semangat juang dan pengorbanan yang akan terus dan tetap membakar semangat dalam jiwa anggota di saat meniti perjalanan hidup nyata sehari-hari.

Perkemahan atau “Jambore” yang akan dihelat di padang atau lapangan terbuka sepak bola “KONI” Kecamatan Sangkapura pada tahun 2013 ini merupakan momentum “emas” dalam menyongsong era kebangkitan kembali nafas kepramukaan di bumi warisan para wali yang beberapa waktu lamanya seperti ternina-bobokkan dalam segala kesibukan. Seumur-umur hidup, baru kali ini kegiatan perkemahan di bumi Bawean melibatkan peserta dari daratan Gresik. Hampir dipastikan kegiatan “mercusuar” ini akan terus memancar sepanjang hayat yang sudah di luar kandungan badan. Apalagi dalam kegiatan Jambore atau perkemahan akbar ini akan dihadiri oleh orang nomor 1 di Kabupaten Gresik. Kabupaten sebagai pusat bandar dagang nusantara dalam sejarah telah meretas jalan baru kepramukaan dalam lintas pulau. Sebagai suatu gebrakan dan gerakan baru dalam dunia kepanduan kegiatan jambore akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri yakni di Pulau berjuluk pulau masa depan tersebut. Sebagai pulau binaan para wali tidaklah berlebihan bila Bapak Bupati Gresik menganjurkan kepada seluruh guru atau pendidik di lingkungan pemerintahan kabupaten Gresik untuk mengenakan seragam pramuka dengan segala atributnya setiap tanggal 14 sebagai wujud menghidupkan kembali semangat juang dan pengerbonan dalam dunia kepanduan. Jadi, tidak hanya peserta didik atau murid yang harus mengenakan seragam kebesaran pencetak kader-kader bangsa padvinder. Walhasil, seragam pramuka yang dimiliki guru bukan sekadar seragam pajangan dalam etalage almari rumah yang hanya bisa dipakai tatkala jambore saja, laksana baju lebaran yang dipakai setahun sekali. Jangan-jangan seragam itu akan termakan “ngengat” sehingga nampak “retom” alias “bulbul” di sana sini bak baju buruk-buruk dari Singapuraa dan Malayisia menjadi melaju.

Piagam “Dasa Darma” yang kerap kali diikrarkan dapat dinukilkan dalam tulisan ini sebagai pemberi semangat. Ikrar itu sering kali diucapkan dengan lantang dan tulus di setiap acara pembukaan atau apel kepramukaan. Penulis sendiri sedikit pontang-panting mencari sumber tertulis tentang teks Dasa Darma. Salah seorang mantan penggalang kepanduan bernama Rismayatun Nadriyah –siswa SMAN 1 Sangkapura kelas X-B dengan lancar dan semangat melafalkan Dasa Darma secara spontan tanpa teks di depan teman-temannya yang lain. Hal ini sekaligus sebagai test case kepada mantan penggalang.Sumpah itu benar-benar mendarah daging dalam sukmanya. Penulis merekam dalam tulisan ini hasilnya adalah sebagai berikut.

Dasa Darma
1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
3. Patriot yang sopan dan ksatria
4. Patuh dan mau bermusyawarah
5. Rela menolong dan tabah
6. Rajin terampil dan gembira
7. Hemat, cermat, dan bersahaja
8. Disiplin, berani, dan setia
9. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
10. Suci dan pikiran, perkataan, dan perbuatan

Semoga janji setia Dasa Darma benar-benar menjadi darma yang mengakar dalam diri setiap anggota dan pembina. Selamat berjambore atau berkemah. Sebelum penulis mengakhiri kelumit tulisan ini, perkenankan penulis menampaikan yel yel kehangatan kepada seluruh anggota pramuka yang tengah melangsungkan perkemahan di Bumi Bawean dengan gerakan tepuk tangan yang lazim dilakkan.
Tepuk tunggal : Prok!
Tepuk ganda : Prok ! Prok!
Tepuk pramuka : Prok! Prok! Prok!...Prok! Prok! Prok!...Prok! Prok! Prok!....Prok! Prok! Prok!.........
Salam pramuka….! Salam pramuka….! Salam pramuka…!

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean