Media Bawean, 3 Desember 2013
Oleh : Ali Asyhar (Dosen STAIHA dan Wakil Ketua PCNU Bawean)
RESENSI BUKU
RESENSI BUKU
Kata Gus Dur di Indonesia ini hanya ada 3 polisi jujur yaitu polisi tidur, patung polisi dan Hoegeng. Yang dimaksud Hoegeng oleh Gus Dur adalah Hoegeng Iman Santoso. Mantan Kapolri dan menteri iuran negara. Kini Hoegeng sudah tiada (2004) namun keteladanannya menjadikan namanya abadi. Lelucon Gus Dur di atas adalah bentuk kemarahan dan frustasi masyarakat melihat perilaku polisi selama ini. Sebagai satu diantara pilar utama penegak hukum polisi sering menabrak hukum. Untungnya polisi di Pulau Bawean baik-baik.
Selanjutnya, apakah mayoritas polisi buruk? Jawabannya tidak. Mayoritas polisi baik namun dicoreng oleh tindakan satu-dua anggota polisi yang nakal. Sejatinya bukan hanya Hoengeng yang patut menjadi teladan, saya yakin ada ribuan polisi teladan yang tidak terekspos oleh media. Setahun yang lalu Kick Andy (Metro TV) menampilkan sosok polisi, Aiptu Ma’ruf Soeroto, Sota Merauke Papua. Ia diidolakan oleh masyarakat sekitar karena perannya yang menonjol. Ia ikut mendidik masyarakat agar melestarikan hutan. Ia mengajar baca tulis kepada anak-anak yang tidak sekolah. Ia juga merawat tugu perbatasan Indonesia- Papua Nugini dengan uang pribadinya. Sampai-sampai masyarakat tidak rela kalau ia dimutasi. Kita juga masih merekam kesuksesan mantan Kapolri Soetanto. Di masa pak Tanto pamor polisi bersinar terang. Operasi anti preman, operasi pembalakan hutan dan densus 88 benar-benar membanggakan. Hingga saat ini densus 88 menjadi contoh terbaik penanganan terorisme di dunia.
Namun di sisi lain kita juga mengernyitkan dahi melihat tingkah polah Joko Soesilo yang menimbun uang ratusan milyard dan mengoleksi belasan rumah plus “putri Solo” nya. Di Sorong Papua juga di tangkap seorang polisi, Aiptu LS yang memiliki rekening 1,5 trilyun. Uang dari mana itu? Uang segunung itu hasil dari bisnis BBM illegal. Kejahatan yang ampun-ampun inilah kemudian mengubur prestasi pak Tanto dan yang lain.
Hoegeng. Sosok ini benar-benar melegenda. Ketegasan, kedisiplinan dan kejujurannya benar-benar menginspirasi banyak orang. Seorang mantan sekretarisnya, Soedharto Martopoespito, menuturkan Hoegeng selalu datang ke kantor jam 05.30 WIB. Suatu hari Dharto ingin mengalahkannya dengan datang lebih pagi. Jam 05.00 pagi ia sudah siap di kantor. Benar, Hoegeng kalah hari itu. Namun esoknya Hoegeng sudah siap di kantor sebelum jam 05.00. Kini Dharto mengakui kehebatan bos nya itu.
Hoegeng Anti Suap
Saat menjadi Kepala Direktorat reserse dan Kriminal di Medan (1956) ia menghadapi tantangan hebat. Mafia BBM dan hutan benar-benar menguasai birokrasi. Saat baru turun dari kapal laut di hari pertama tugas Hoegeng sudah di sambut bos-bos bermata sipit. “Pak Hoegeng, kami sudah siapkan rumah bagus untuk bapak lengkap dengan perabot dan kendaraannya. Kalau bapak butuh sesuatu hubungi kami ”rayu mereka. Dengan halus Hoegeng menjawab “ Terima kasih bapak-bapak. Saya cukup tinggal di rumah dinas saja. Kasihan negara yang sudah membangun rumah dinas. Kalau saya perlu sesuatu pasti akan menghubungi”. Melihat tawarannya di tolak para mafia terus mengejar. Kendaraan dan perabot rumah dikirim ke rumah dinas. Oleh Hoegeng barang-barang itu di taruh di halaman rumah sampai rusak karena panas dan hujan.
Tak mempan merayu Hoegeng mereka mencoba merayu istrinya, Meriyati Roeslani, setali tiga uang. Istri Hoegeng adalah sosok yang berintegritas. Ia menolak tawaran-tawaran hadiah dan ikhlas menjalani kehidupan bersahaja nan membahagiakan. Ia tidak mau rumah tangganya dikotori oleh barang-barang mewah haram. Mery tahu bahwa hadiah-hadiah itu dimaksudkan supaya perilaku bejat mereka bisa langgeng tanpa gangguan. Ia paham bahwa akibat perbuatan para mafia tersebut jutaan masyarakat dirugikan bahkan terancam kehidupannya. Istri Hoegeng bukan tipe perempuan bermata pelangi. Jika melihat mobil maka keluar mata hijaunya, jika melihat perhiasan keluar mata kuningnya. Mata yang siap berkilau-kilau jika melihat kekayaan.
Hoegeng sukses menggulung banyak sindikat di Medan. Lalu apa hadiahnya ? Hoegeng di copot dari jabatannya, sehingga lontang-lantung untuk beberapa waktu. Setahun menganggur Hoegeng diangkat menjadi menteri iuran negara yang mengurusi pajak dan bea-cukai. Di tempat basah ia menjadi momok yang menakutkan pagi para mafia kakap. Ia menutup rapat pintu-pintu yang selama ini biasa bocor dan membangkrutkan negara. Hoegeng mengencangkan ikat pinggangnya dan menjadi teladan bagi anak buahnya. Ia menolak mobil dinas dan tidak pernah mengambil jatah berasnya. Beras jatah untuk menteri justru ia relakan untuk sekretaris dan sopirnya.
Menjadi Kapolri
Akhirnya Hoegeng diberi amanah menjadi Kapolri (1968). Ia tak berubah. Tegas, disiplin, jujur dan sederhana. Ia bertekad membabat rumput-rumput liar yang mengotori negara. Suatu hari ia dipanggil pak Harto mengahadap ke Istana. Tepat di depan pintu ia melihat presiden sedang bercengkrama dengan bos mafia (RC). Hoegeng marah. Bagaimana mungkin orang yang mengobrak abrik tatanan negara bisa leluasa keluar masuk istana? bahkan terlihat asyik bersenda gurau. Hoegeng balik kanan dan saat itu juga mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kapolri (1971). Nuraninya yang sehat tercabik-cabik. Di fase akhir hidupnya ia tetap tegar meski dikucilkan. Hoegeng memilih bergabung dalam petisi ‘50 yang berusaha mengingatkan pemerintah yang dinilai salah langkah.
Kisah hidup Hoegeng memang seperti dongeng saat ini. Aneh dan hampir mustahil. Nalar seperti ini wajar karena kita hidup dibelantara manusia yang hanya bisa memandang kemewahan. Namun bisa jadi tidak aneh bila di hati kita masih ada kewarasan akal. Akal bisa waras bila dipelihara dengan baik. Menghargai orang dari peran kebaikan, ilmu dan moralitasnya. Memandang hidup bukan hanya yang ada di depan mata dan saat ini saja. Ada kehidupan setelah kehidupan.
Selamat membaca sambil menikmati nyanyian rintik hujan dan belaian suara halilintar.