Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Tidak Ada Kembang Api, Unjuk Kekuatan Bedil Bong-Bong

Tidak Ada Kembang Api, Unjuk Kekuatan Bedil Bong-Bong

Posted by Media Bawean on Senin, 14 Juli 2014

Media Bawean, 14 Juli 2014

Pulau Bawean memang berjarak 81 mil Laut Utara Kota Gresik. Karena terpisah, masyarakat di pulau yang berjuluk Pulau Putri Ramadan ini, memiliki tradisi saat menunggu waktu berbuka puasa. Tidak ada kembang api atau petasan, tetapi anak-anak dan remaja Bawean memiliki caranya sendiri, dengan bermain bedil bong-bong.

SABTU sore (12/7) itu, di sebuah lapangan di Desa Daun, Kecamatan Sangkapura terlihat 10 remaja sedang asyik berkerumun. Mereka mengelilingi sebatang bambu berukuran panjang 3 meter dengan diameter sekitar 8 Cm.

Tidak lama kemudian, salah satu remaja mengambil batang kayu dengan ujungnya terbakar api, mirip obor. Lalu, kayu tersebut disulutkan ke lubang bambu di ujung bawah. Tak lama setelah itu, terdengar suara ledakan keras, Boommmmmm!.

Ternyata mereka sedang memainkan permainan bedil bong-bong. Dilihat dari fisik dan cara memainkannya, sebenarnya hampir mirip dengan permainan mercon bom bom di Gresik, Surabaya, dan Sidoarjo. Meski agak mengkhawatirkan karena berurusan dengan bubuk karbit, dan minyak tanah, namun mereka bersuka cita ketika terdengar suara letupan keras.

Kesepuluh remaja itu tidak sendirian. Sebab di ujung seberang, ada sekelompok lainnya yang memainkan bedil bong-bong. Mereka memang sedang memainkan perang bedil bong-bong. “Tidak ada yang terluka, apalagi tercederai permainan ini. Semuanya bersuka cita ketika peluru dari kain yang dipadatkan terlempar dari ujung bambu bedil bong-bong,” kata Abdul Rokhim, 18, remaja asal Desa Daun Kecamatan Sangkapura.

Menurut Saiful, 21, rekannya dari Desa Daun, bedil bong-bong sebenarnya merupakan per- mainan yang cukup sederhana. Bagaimana tidak, bahan utama dari permainan ini adalah bambu dan minyak tanah. Bambu yang dalam bahasa Bawean disebut petung, dijadikan sebagai meriam tembak dalam perang. Perang dalam permainan ini, terletak pada kekuatan suara bedil dan kekuatan bambu.

“Permainan ini dulunya dilombakan. Lombanya menentukan siapa yang suara bedilnya paling keras, dan bambunya tidak pecah saat ditembakkan, itulah yang menang,” ujar Khoirul Amin, 17, tetangga Abdul Rokhim.

Dikatakan, dalam perang ala Bawean ini, lapangan yang digunakan sebagai arena perang adalah lapangan yang memiliki gundukan tanah. Ini dilakukan untuk menempatkan posisi bedil yang menghadap ke atas.

“Biasanya juga ada yang perang di tepian sungai. Seolah-olah sungai sebagai tempat pemisah antar anggota yang berperang,”ujar Ahmad Rifai, 18, warga Desa Sidogedungbatu, Kecamatan Tambak.

Dijelaskan, cara kerja dari permainan ini yaitu, minyak tanah dimasukkan ke dalam bambu yang terlebih dahulu diberi lubang kecil. Setelah minyak tanah dimasukkan, lubang tersebut ditutup dengan kain basah sebelum akhirnya lubang tersebut disulut dengan api. “Semakin lama menutup, bambu akan semakin panas. Otomatis ledakan yang dihasilkan semakin keras,” ujarnya.

Karena ledakan yang dihasilkan cukup keras, ini membuat bambu menjadi cepat pecah. Untuk itu, bambu yang digunakan, diikat dengan rotan di seluruh bagian bambu oleh para pemainnya. Tujuannya, agar bambu tidak mudah pecah.

Muas, Kepala Desa Sidogedungbatu Kecamatan Tambak mengungkapkan, perlombaan bedil bong-bong biasanya dilakukan antardusun. Bahkan, ada juga antardesa. Tujuannya, hanya untuk pengisi waktu sambil menunggu waktu berbuka puasa.

“Permainan ini hanya untuk mengisi waktu menjelang berbuka, jadi bagi pemenang yang bong-bongnya tidak pecah, hadiahnya minyak tanah satu jeriken kecil,” ungkap Muas. (fir/c4/ris)

Sumber : Radar Gresik

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean