Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Bawean Foundation atau Bawean Vander eson

Bawean Foundation atau Bawean Vander eson

Posted by Media Bawean on Rabu, 30 September 2015

Media Bawean, 30 September 2015

(di ketika anak muda punya ide)
Oleh : Imam Ghazali Al- Myly


A. Berkenalan dengan ide
Entah bulan apa dan tanggal berapa yang pasti tahunya 2014. Sekelompok anak muda ingin bertamu ke rumah saya. Suasana dan aroma lebaran saat itu masih cukup kental. Jadi pertamuan saat itu tidak lebih dari silaturrohim yang menjadi bagian penting bulan syawwal. Kelompok anak muda Bawean yang dalam benak saya sosok sederhana, dinamis, kreatif, dan inovatif atau apapun saja yang akan disematkan kepadanya tetaplah layak karena antara ide dengan aksi baginya sama dengan fakta. Sebagai tuan rumah yang awam dengan ragam ide dan kreativitas yang menimbun di kalangan tamu-tamu muda saya, saya cukup tahu diri dan lebih memposisikan diri sebagai pendengar aktif. Batin saya bergumam, andaikan Bawean punya seratus anak muda yang mau peduli terhadap tanah kelahirannya dengan aksi-aksi nyata tanpa babibu dengan teori-teori dan retorika, saya yakin Bawean akan tampak lebih memasa depan, terberdayakan, dan tercerahkan.
Lazimnya kelompok aksi (agen of action) yang semuanya dimulai dengan ide, lalu ide itu dihaluskan, dibentuk, diolah agar menjadi aksi. Lalu aksi tidak berdiam menjadi kumpulan bahan diskusi tetapi terus dimaksimalkan agar mewujud menjadi fakta yang bisa dipahami, dimiliki, dan dinikmati semua orang. Yang pada akhirnya memunculkan sebuah pernyataan pendek namun sarat pemahaman yang disertakan dengan komitmen untuk menjadi bagian didalamnya, “Owww, ini tho, Bawean Foundation”.

Lahirnya Bawean Foundation dari kalangan anak muda bawean merupakan oase bagi kalangan tertentu untuk dapat menikmati pendidikan berkelanjutan sebagaimana kelompok kelas menegah atas. Stigma pendidikan di Indonesia sebagai industri intelectual capital bukan hal asing melainkan realitas yang tidak dapat dihindari dikalangan dunia pendidikan lebih-lebih sejalan dengan ketatnya persaingan target pencapaian akademik, bonafiditas akademik, serta---jangan terlupakan---komersialisasi akademik. Disini anak muda Bawean dengan setumpuk idenya mencoba mencari solusi dari sekian banyak persoalan di pulaunya ---setidaknya--- ada satu ide yang mengangakat harkat martabat kalangan tertentu untuk bisa duduk bersama di bangku kulia tanpa harus terbebani masalah-masalah yang mengikat mereka. Melihat girroh dan semangat anak muda ini, mau tidak mau saya juga urun rembuk yang sifatnya tidak solutif melainkan memotivasi mereka dengan menyampaikan akhir dari pidato bapak proklamator, Ir. Soekarno pada peringatan 17 Agustus 1951 berikut ini :

“....Saudara-saudara...hal kemakmuran dan keadilan sosial ini, cita-cita kita, bukan cita-cita kecil. Manakala revolusi Prancis, misalnya, adalah revolusi untuk membuka pintu buat kapitalisme dan inprialisme, maka revolusi kita adalah justru untuk menjauhi kapitalis medan imprialisme. Tetapi seperti sudah puluhan, ratusan kali saya katakan. Revolusi bukan sekedar kejadian sehari, bukan sekedar satu event. Revolusi adalah suatu proses, suatu proses destruktif dan konstruktif yang gegap gempitanya kadang-kadang memakan waktu puluhan tahun. Proses destruktif kita boleh dikatakan sudah selesai, proses konstruktif kita, sekarang baru mulai. Dan ketahuilah, proses konstruktif ini memerlukan banyak waktu dan banyak pekerjaan. Ya banyak pekerjaan. Banyak pemerasan tenaga meluntur” (buku 3 : Proklamasi, dasar negara, konstitusi, dan otonomi daerah)
Meski tak banyak yang dilakukan oleh orang tua seperti saya, setidaknya saya tidak diam dengan keinginan-keinginan besar yang akan mengupayakan menjadikan orang-orang besar—baca : sukses. Lalu urun rembuk saya ditutup dengan meminjam bahasa Michael Foucalt, seorang sosilog, “Jika semuanya dianggap tidak mungkin setidaknya masih ada yang bisa dilakukan”

B. Bawean Foundation atau Bawean Vander Eson
Ketika ada yang tanya apa itu bawean Foundation, maka jawabnya sangat sederhana anda tinggal buka profil di website Bawean Foundation (www.baweanfoundation.org). Visi-misi, orientasi organisasi, dan tujuan semua disusun dengan transparan agar publik tahu dan turut menjadi bagian didalamnya. Ia lahir tidak secara prematur tetapi melalui proses yang panjang, normal, halal, sehat, higienis, bersih tanpa tendensi apapun. Ia dilahirkan bukan untuk kepentingan praktis pragmatis atau sekedar tebar pesona sebagai penguat simbol-simbol kelompok aksi atau kelompok perubah. Bawean Foundation ada karena ia memikirkan dan berpikir, ia ingin melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Ia akan menjamah ke ruang-ruang ketidakberdayaan yang sesunguhnya agar pendidikan tidak berkesan hanya dapat dinikmati pemilik modal (capital) yang dengan melalui organisasi ini mungkin sedikit bisa terbantukan. Bawean Foundation merupakan organisasi yang mencoba membangkitkan ketidakberdayaan orang-orang kecil agar sama rasa dengan para pemilik modal.

Untuk terma yang kedua, sengaja saya plesetkan agar sedikit keren berkesan kebelanda-belandaan, Plesetan ini bukan berarti retorika yang hambar tanpa ‘rasa’ melainkan dimaksudkan bahwa pulau kecil ini menjadi bagian hegemoni negara dan kekuasaan. Dalam lingkaran stuktural kekuasaan negara, dihampir semua kebijakan pendidikan bersifat sentralistik yang belaku top-bottom. Namun ironisnya disisi lain sejak genderang reformasi dibunyikan kebijakan pendidikan dipandang oleh banyak kalangan sebagai praktek kapitalisasi pendidikan yang tidak berpihak pada kelas-kelas tertentu pada strata sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Penting disini untuk dinukilkan tulisan yang lebih spesifik membahas kapitalisasi pendidikan agar kelas-kelas minus ekonomi dapat memasuki ruang belajarnya yang lebih berkeadilan.

“Kritik atas sistem dan kebijakan pendidikan nasional, mulai dilakukan yang mendorong munculnya berbagai konsep baru penyelenggaraan pendidikan berbasis sekolah atau managemen berbasis sekolah (MBS). Walapun demikian, sepanjang konsep dasar pendidikan belum dibongkar, nasib para petani, buruh, dan rakyat kebanyakan, belum akan berubah. Kelas penguasa dan golongan kaya lebih diuntungkan praktik pendidikan dalam sistem pendidikan nasional. Praktik ketidakadilan kultural dan struktural diatas akan lebih tampak didalam praktik otonomi bidang pendidikan sebagai realisasi otonomi daerah. Para petani, buruh, dan rakyat kecil yang miskin masih terus mengalami keterasingan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang terlembaga dalam sistem pendidkan nasional” (Strategi sufistik semar : DR Abdul Munir Mulkhan)

Bawean Vander eson sebetulnya adalah Bahasa Bawean sendiri yang jika diterjemahkan artinya Bawean topik saya. Topik merupakan bagian dari objek pembicaraan yang menjadi sasaran utama dari semua proses pemikiran Topik menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah pokok pembicaraan di diskusi, ceramah, karangan, dan sebagainya.; bahan diskusi. (KBBI departemen pendidikan kebudayaan ; balai pustaka cet. Ke lima 1995). Penggunaan kata Vander (Pembicaraan) lebih mirip dengan nama-nama Belanda seperti Vanderplash yang mengisyaratkan bahwa vander / pander atau pembicaraan atau pembahasan yang mengatasnamakan Bawean dengan tujuan-tujuan politis praktis tanpa bukti nyata yang dapat dinikmati serta dirasakan masyarakat bawean secara merata merupakan lipstik dan rekayasa retorika dan ditingkat tataran aksi tidak terlalu salah jika dikatakan’penjajahan semu’, penjajahan yang tidak bersifat fisikal. Tidak sedikit dari kita menjadikan bawean sebagai bahan diskusi dan bahan bicara yang sama sekali tidak menguntungkan bagi Bawean serta tidak dapat merubah esensi kebutuhan penting di pulau itu. Ketika Bawean dibawa-bawa pada sebuah lingkaran vander –baca : dalam makna yang luas seperti diskusi, seminar, kampanye, dialog, dll tak membuat masyarakatnya mengalami revolusi mental keterjajahan dari sebuah sistem. Praktik-pratik percaloan, potret budaya politik parokial dan kaula yang kian mengental, konsep wisata syar’i yang sistemik, praktik komoditi politik atas nama agama merupakan sederet persoalan yang dibingkai dalam vander namun tak kunjung menghasilkan konsep-konsep ideal faktual. Justru yang tampak dalam pandangan, sederet persoalan-persoalan tersebut dikemas dalam vandir yang apik melalui acara-acara seremonial dan diskursus yang panjang dari tahun ke tahun namun tidak lebih dari bahan komunikasi untuk target kepentingan kelompok-kelompok tertentu.

Penciptaan kesan yang ditata dalam vander-vander tema kebaweanan pada acara-acara seremoni dan diskusi seolah seperti orkestra yang dipertunjukkan di ruang-ruang komunikasi intrapersonal. Proses sensasi, persepsi, memori, dan berpikir merupakan merupakan tahapan-tahapan yang yang berkesinambungan dalam konteks ‘vander’ hinga pada akhirnya akan melahirkan penciptaan kesan istilah yang cukup populer saat ini pencitraan. Jika dengan berapi-api apander (berbicara atau membahas) atau menyibukkan diri dengan atas nama bawean tanpa bukti apapun yang bisa dinikmati penghuninya berarti proses penciptaan kesan telah dilakukan untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

C. Menebar aksi peduli dengan tangan diatas berbagi
“Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah”
Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, saat ini lagi ngetrend-ngetrendnya konsep-konsep sodaqoh yang dikelola secara modern, matematika sodaqoh, dan the miracle. Konsep implementasi sodaqoh yang lebih memotivasi ini dimotori oleh bebarapa tokoh seperti Ustad Yusuf Mansur, Ippho Santosa, dan motivator religius yang lain. Sodaqoh yang diajarkan Islam bukan sekedar doktrin yang orientasinya ukhrawiyah saja melainkan lebih berorientasi kepada duniawiyah. Disini Allah hendak menunjukkan bahwa Islam sebagai agama rahmat. Islam sebagai agama pembebasan bagi golongan dhu’afa’ dari culture poverty. Baik pembebasan dari tirani politik maupun tirani ekonomi. Dihampir semua ayat yang menjelaskan ritual ibadah vertikal selalunya digandengkan dengan ayat yang berimplikasi kepada ritual ibadah horizontal. Islam tidak saja mengajak ummat manusia sholeh secara vertikal tapi di sisi lain Ajaran-ajaran didalamnya mendidik untuk menciptakan kesholehan sosial.

Ada dua ragam hak terkait dengan pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu haqqullah dan haqqul adami. Haqqullah adalah ibadah yang menjadi hak Allah harus dipenuhi oleh manusia sebagai bentuk dari kehambaan yang bersifat langsung kepadanya Seperti ibadah sholat, puasa dan haji. Sedangkan haqqul adami adalah ibadah kepada Allah yang prosesnya melalui pemenuhan hak-hak kemanusiaan seperti zakat, infaq, shodaqoh. Haqqul adami disamping beribada kepada Allah di sisi lain memilki bias-bias kemanusiaan yang memberdayakan dan membebaskan bagi kalangan kaum dhua’fa’. Jika diyakini bahwa kemiskinan bagian dari takdir yang dipasangkan dengan keadaan ketidakmiskinan sebagai bentuk keseimbangan dinamika hidup manusia, maka disitu Allah memberikan konsep untuk memberdayakan sekaligus menghidayah agar satu sama lainnya saling punya kepedulian. Tidak ada sistem ekonomi di dunia mulai dari zaman bahula hingga zaman modern yang tingkat kesamarasaannya, kesamaarataanya, serta berkeadilannya melebihi dari konsep-konsep berbagi dalam Islam melalui zakat, infaq, dan shodaqoh.

Apakah aset akan terkurangi saat menebar aksi peduli dengan tangan diatas berbagi? Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa konsep zakat, infaq, dan shodaqoh telah dikembangkan secara kreatif dan produktif. Gedoran motivasi yang dokmatis terus digalakkan berdasarkan dalil-dalil nash dan fakta yang bukan kebetulan untuk menciptakan kebudayaan peduli dan berbagi antar sesama. Terlepas pro kontra sebagian orang bahwa zakat, infaq, dan shodaqoh sama sekali tidak mengurangi aset yang dimiliki. Sebab dalam sebuah sabdanya nabi menekankan, “bal yazdad, bal yazdad, bal yazdad”, bahkan akan tambah, akan tambah, akan tambah. Dalam kitab sucipun tak kurang-kurangnya dijelaskan tentang efek dari berbagi. “Perumpamaan (nafkah) yang dikeluarkan oleh orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunianya) lagi maha mengetahui”, (Al- Baqoroh : 261),

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sholat serta menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi; agar Allah menyempurnakan kepada pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunianya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha mensyukuri” (Al- Fathir : 29-30)

Tidak cukup ruang rasanya untuk menuliskan dasar-dasar nash tentang fadilah atau kelebihan berbagi dalam tulisan sederhana ini. Refleksi dari apa yang telah dituliskan penting untuk saya cuplik hadis nabi sebagai kebersamaan kita agar bergabung menjadi bagian dari Bawean Foundation.

“Bila masyarakat sudah membenci orang-orang miskin, dan menonjol-nonjolkan kehidupan dunia , serta rakus dalam mengumpulkan harta , maka mereka akan ditimpa empat bencana : zaman yang berat, pemimipin yang lalim, penegak hukum yang hianat, dan musuh yang mengancam” (Islam alternatif, JR, Mizan ; 1991)

Dari hadis ini kita sudah mulai mafhum bahwa ke empat-empatnya sudah ternikmati oleh kita di negeri ini. Jadi, mari menebar aksi peduli dengan tangan diatas berbagi untuk keberdayaan sesama di semua lini kehidupan”Wallahu a’lam bisshawab.
------------------------------------------------
-----------------------
Penulis adalah salah satu masyarakat sosial yang resah dengan ketidaksamarasaan, ketidaksamarataan, dan ketidakberkeadilan

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean