Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Tradisi "MAMALEMAN" di Pulau Bawean Mulai Luntur

Tradisi "MAMALEMAN" di Pulau Bawean Mulai Luntur

Posted by Media Bawean on Minggu, 24 April 2022


Oleh: Sugriyanto

     Memasuki malam "lekor-lekor" atau malam-malam ganjil ke 21, 23, 25, dan seterusnya di bulan puasa, warga Pulau Bawean menggelar acara "MAMALEMAN". Acara ini berupa khatmul Qur'an, khususnya di masjid-masjid dan di langgar-langgar. Agar istilah "MAMALEMAN" ini tepat pelafalan dan maknanya maka fonem {E} dilafalkan pepet seperti pelafalan fonem {e} pada kata "telah".  Setelah sekian kali mengkhatamkan 30 juz Al Qur'an yang dibaca secara bersama dan bergiliran di tempat-tempat ibadah itu pada akhirnya tiba pada acara puncak yakni pembacaan surat-surat pendek pada juz ke 30 yang dimulai dari surat Ad-Dhuha hingga surat An-Nas. Umumnya, pada acara khatamul Qur'an ini disertai penyuguhan hidangan nasi talaman atau piringan yang disertai penyuguhan kuliner sesuai kebiasaan dusun, desa, dan dua kecamatan yang ada di Pulau Bawean. 

     Usai acara "MAMALEMAN" dihelat sudah tidak ada lagi acara tadarus Al Qur'an di seluruh masjid atau langgar karena akan dilanjut dengan tadarus sendiri di rumah masing-masing. Sisa waktu hari bulan puasa dipergunakan untuk berbagai macam persiapan dalam menyambut perayaan Hari Raya Idul Fitri. Kegiatan penutupan acara tadarus bersama ini waktunya disesuaikan dengan kesepakatan bersama dengan mengambil waktu-waktu malam ganjil paling akhir sekalipun. Khatmil Qur'an merupakan puncak perayaan MAMALEMAN di tempat-tempat ibadah. Selamatan itu disertai dengan pengangkatan nasi talaman atau nasi hidangan dengan berbagai sajian berdasarkan adat dan tradisi masing-masing dusun, desa, dan kecamatan. Warga Pulau Bawean berebut pahala dalam bulan suci Ramadhan dengan memberikan suguhan secara bergiliran kepada para petadurus sejak malam pertama bulan puasa hingga puncaknya pada acara MAMALEMAN ini. 

     Selanjutnya, anak-anak di kawasan Sangkapura Kota mengadakan acara MAMALEMAN dengan melakukan acara tolong-tolongan. Ruang tamu atau teras rumah mereka dihias seindah-indahnya sejak terbenamnya senja hingga malam hari. Tradisi MAMALEMAN di Sangkapura Kota tepatnya di wilayah Desa Kotakusuma dan Desa Sawahmulya perayaan acara ini bisa berlangsung beberapa malam sampai semua sanak saudara dan famili dan teman-temannya selesai kegiatan tolong-tolongannya. Suguhan yang dipersembahkan sebagai barang bawaan dalam acara tolong-tolongan ini berupa makanan khas daerah olahan warga Pulau Bawean sendiri dalam bentuk liliput atau miniatur yang nampak unik. Makanan khas daerah yang menjadi bahan hantaran terdiri atas sati kolang kaleng warna-warni, sasagun, nogosari, kuejur, kuelapis, marning jagung, poden, range atau gendus, kuelumpur, serta jajanan pasar lainnya. Jajanan minimalis ini di letakkan di atas beberap lepek yang ditata di atas talam atau baki cantik dengan tudung saputangan. 

     Sistem tolong-tolongan ini telah memberikan pelajaran bernilai edukasi kepada anak-anak betapa pentingnya saling berbagi dan bersilaturahmi. Namun, kini tradisi ini mulai luntur karena beberapa sebab atas kesibukan dan hal kemajuan zaman yang menggerusnya. Anak-anak sudah mulai asing dengan rumah tetangga karena pagar rumah warga sudah tinggi-tinggi dan berkunci. Pergaulan sudah mulai mengarah ke individualis yang sudah cuek atau menipisnya rasa kebersamaan antar sesama sehingga kurang perduli terhadap nasib dan keadaan tetangga rumah kanan-kiri terutama di kawasan Sangkapura kota tersebut. Anak-anak yang masih balita biasanya diantar kakak atau orang tuanya menuju rumah tetangganya dalam mengantarkan hidangan itu. Bila rumah yang bertolong itu relatif jauh maka hantaran hidangan itu langsung dibalas. Akan tetapi apabila yang mengantarkan hidangan itu dekat maka dibalas menghantarkannya pula. Pada akhir acara MAMALEMAN ini tidak ada yang merasa dirugikan. Semua untung dengan hasil akhir yang didapat dari acara tolong-tolongan ini. Hal inilah yang dikatakan malam tolong-tolongan ini penuh keberkahan.

     Catatan penting dari acara MAMALEMAN ini sudah dikatakan sudah luntur nilai tradisinya karena makanan yang disajikan sudah tidak unik lagi. Semula makanan liliput sebagai jajanan pasar tradisional yang disajikan, kini sudah makanan produk industri modern yang dibeli di market atau pasar modern lainnya. Isinya pun sudah berupa koka-koka dan sejenisnya sebagai hasil industri modern. Akibatnya, anak-anak kuluarga tidak mampu secara ekonomi terpaksa mengunci diri rumah mereka karena merasa mender dan tak mampu untuk membelinya. Para perajin makanan atau jajanan pasar mini-mini itu sudah kehilangan pendapatan yang biasa dapat dan diraup di setiap tahun pada acara MAMALEMAN di bulan puasa, kini tinggal gigit jari kuat-kuat. Ngastabe!

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean