Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Hukum Bunuh Sampai Mati (Capital Punishment)

Hukum Bunuh Sampai Mati (Capital Punishment)

Posted by Media Bawean on Senin, 08 September 2008

Media Bawean, 8 September 2008

Hj Samri Barik SH
LLB Hons London

Indonesia, sebagaimana Singapura dan Malaysia masih menggunakan hukuman bunuh sampai mati kapada perkara-perkara pidana, seperti membunuh, menjual/trafiking dadah/narkoba, memerangi pemerintah yang berkuasa. Akhir-akhir ini perilaku dan perbuatan terorisma dimasukkan kedalam akte hukum bunuh (capital punishment), termasuk mereka yang membantu teroris seperti penyandang dana, akan diancam hukuman mati.

Memikirkan soal hukum dan masaalah yang dihadapi oleh tersangka Zaenal dalam kasus pidana pembunuhan di Pulau Bawean membawa satu beban fikiran kepada saya untuk menerangkan, bahwa untuk menghindarkan tuduhan membunuh itu bukanlah senang karena ia melibatkan pergelutan dengen hukum di Mahkamah Agung dengan banyak berbelanjaan yang besar untuk pengacara, untuk melepaskan seorang tersangka pembunuh terlepas dari tali gantung, atau hukum tembak sampai mati seperti di Indonesia.

Di Singapura, ia adalah hukuman Mahakamah Tinggi dan hanya dikeluarkan oleh Mahkamah Tinggi di Singapura. Singapura mempunyai perkapita yang tertinggi di dunia diantara tahun 1994 dan 1999 sebagaimana yang tercatat dalam angka perintah hukum bunuh mengikut statistic pada setiap 13.57 untuk setiap sejuta manusia. Yang kedua adalah Turkmenistan dengan angka 12.43. Di Singapura acara hukum gantung sampai mati itu dilakukan pada setiap Juma'at di kurungan Changi Prison. Singapura telah menerapkan hukuman gantung sampai mati sejak ia menjadi jajahan British. Setelah merdeka Singapura masih lagi meneruskan amalan tersebut sedang Britain telah menghapuskan hukum itu.

Hukuman gantung sampai mati didalam undang-undang Malaysia dibawah kanun Section 281 Criminal Procedure Code. Tapi mengkhususkan bagi perempuan yang mengandung dan anak kecil tidak akan di hukum dengan hukuman itu. Undang-undang yang serupa itu Section 302 Penal Code di Singapura juga memperuntukkan perintah gantung sampai mati kepada tersangka yang disanksi dengan hukuman tersebut. Adalah perlu diketahui definasi hukum mengenai perkataan “pembunuhan” yang dimaksudkan dalam undang-undang.

Satu perlakuan di anggap pembunuhan apabila :

1. Perkara yang dilakukan yang menyebabkan kematian seorang manusia dilakukan dengen tujuan untuk membunuh

2. Ia dilakukan dengan niat untok mencederakan tubuh sebagaimana si pelaku tahu akan kemungkinan besar menyebabkan kematian si mangsa dengan kecederaan yang disengajakan

3. Jika ia dilakukan dengen niat mencederakan tubuh seseorang, tidak kira siapa, dan niat kecederaan pada tubuh korban adalah munabasah untuk mengakibatkan kematian.

4. Sekiranya si pelaku yang melakukan perbuatan tersebut tahu bahwa apa yang dilakukan adalah terang-terangan berbahaya dan ia mesti akan menyebabkan kematian, atau kecederaan pada tubuh yang boleh menyebabkan kematian, dan melakukannya dengan tidak ada alasan sama sekali hingga menyebabkan kematian, atau kematian seseorang, maka itu juga akan di anggap pembunuhan.

Para ahli hukum di Indonesia dan negeri-negeri dibawah jajahan Commonwealth agak akur dengan tafsiran hukuman yang telah saya sebutkan. Berarti jika kita kembali kepada perkara Zainal Abidin, tersangka, pasti dia akan tersangsi dibawah hukum bunuh sampai mati.

Tulisan di Media Bawean yang menyatakan dia akan disangksi dengan kurungan selama 15 tahun itu agak keliru. Kemungkinan aja, jika tersabit dengan alasan hukum seperti tekanan psikolog, stress dibawah Akta Perubatan yang mana dia dianggap sinting dan kurang normal atau diminished responsibility (atau diluar kemampuan si pelaku untuk mengontrol diri) Penal Code S300 (7) Singapura, dia bisa terlepas dari hukuman seperti itu. Kalau berdasarkan informasi dan fakta yang diterima, saya akan berpendapat bahwa Zainal tidak mungkin akan terlepas dari hukuman berat seperti apa yang saya sebutkan.

Undang-undang pengecualian Penal Code section 300 (7) yang dimaksudkan berbunyi begini

“Kematian yang berlaku bukanlah satu pembunuhan sekiranya, si pelaku sedang menanggung sesuatu sifat tidak normal pada otak pemikirannya ( sama ada berthabit dari keadaan yang tiba-tiba atau cacat pertumbuhan pemikiran atau dari sebab-sebab semula jadi atau dipengaruhi penyakit atau kecederaan) yang mengakibatkan berpengaruh kapada kewajipan mental kapada perlakuan atau yang tidak dilakukan, hingga menyebabkan kematian atau menjadi mitra hingga menyebabkan kematian seseorang .”


Dan Section 304 menyatakan hukumannya sebagai berikut:


Barang siapa melakukan kematian tetapi bukan satu pembunuhan akan di hukum

(a) Dengen kurungan seumor hidup, atau kurungan selama 20 tahun, dan juga akan dikenakan denda atau sebatan , sekiranya perbuatan yang mengakibatkan kematian dilakukan dengan tujuan untuk membunuh, atau menyebabkan kecederaan badan yang kemungkinan menyebabkan kematian

atau

(b) Dengan kurungan sehingga 10 tahun , atau denda, atau sebatan, atau dengan kedua-dua hukuman, sekiranya perbuatan itu dilakukan dengan pengetahuan dan sadar bahwa ia mungkin menyebabkan kematian, tetapi tidak ada niat untuk membunoh, atau kemungkinan besar akan mengakibatkan kematian.

Sekiranya hal ini dapat dijadikan sandaran kepada pelaku maka mungkin aja ada harapan si pelaku dikena sangsi kurungan yang rendah.

Pergelutan hukum antara pengacara dengan hakim untuk mengenepi kan hokum bunoh dan dipindahkan tersangka atas tudohan dibawah seksen 304 akan ditulis dalam artikel kedua besok .

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean