Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Etika Birokrasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Etika Birokrasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Posted by Media Bawean on Selasa, 18 November 2008

Media Bawean, 18 November 2008


Oleh: Musyayana

PENGERTIAN BIROKRASI

Secara epistemologis istilah birokrasi berasal dari bahasa Yunani “Bureau”, yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan sebagai sarana bagi pemerintah untuk melaksanakan pelayanan umum sesuai dengan permintaan masyarakat.


Di dalam masyarakat modern di mana begitu banyak urusan yang terus-menerus dan cenderung tetap, hanya organisasi birokrasi yang mampu menjawabnya. Dalam menjawab/melaksanakan urusan/tugas yang begitu banyak tersebut, anggota-anggota organisasi birokrasi sangat berperan. Dalam beberapa sebutan/istilah birokrasi sendiri diterjemahkan sebagai pemerintah yang anggota-anggotanya disebut aparat birokrasi atau birokrat, bahkan Rianto Nugroho D dalam buku “Kebijaksanaan Publik” menyebut “Birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai Pegawai Negeri Sipil”.

CIRI-CIRI POKOK BIROKRASI MENURUT MAX WEBER:

Konsep awal yang mendasari gagasan modern tentang birokrasi berasal dari tulisan-tulisan Max Weber, seorang Sosiolog Jerman, yang mengetengahkan ciri-ciri pokok dari birokrasi sebagai berikut:

1. Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan tersebut dilakukan pembagian tugas dan tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh para ahli sesuai spesialisasinya.
2. Pengorganisasian kantor berdasar prinsip hierarkhi.

Dalam prinsip hierarkhi unit yang besar membawahi dan membina beberapa unit kecil. Setiap unit kecil dipimpin oleh seorang pejabat yang diberi hak, wewenang, dan pertanggungjawaban untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.

3. Pelaksanaan tugas diatur dengan suatu peraturan formal dan aturan tersebut mencakup tentang keseragaman dalam melaksanakan tugas.
4. Pejabat yang melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat pengabdian yang tinggi.
5. Pekerjaan dalam organisasi birokratis didasarkan pada kompetensi teknis dan dilindungi dari pemutusan kerja secara sepihak. Menganut suatu jenjang karier berdasar senioritas dan prestasi kerja.
6. Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi.



ASAS-ASAS UMUM BIROKRASI PEMERINTAHAN YANG BAIK

Asas umum pemerintahan yang baik tidak berlaku secara universal di setiap negara karena adanya perbedaan budaya, kebutuhan masyarakat yang selalu berubah, dan masalah yang dihadapi di setiap negara berlain-lainan. Dalam konteks negara Indonesia, sebagian besar rakyat Indonesia sepakat bahwa pada pemerintahan Soekarno berhasil meletakkan dasar Nasionalisme bagi bangsa Indonesia tetapi gagal dalam merumuskan program-program pembangunan yang menyentuh rakyat banyak. Pada masa orde baru rakyat mengalami kemakmuran dengan dilaksanakannya pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional, tetapi dalam kenyataannya bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi belum dirasakan merata oleh masyarakat dan stabilitas telah memasung demokrasi/partisipasi rakyat, banyak pelanggaran hak asasi manusia dan menutup akses keterbukaan. Lepas dari hal tersebut di atas sesungguhnya masih dapat ditemukan asas-asas pemerintahan yang baik. Adapun Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik menurut Wahyudi Kumorotomo dalam buku “Etika Administrasi Negara” adalah:

A. Prinsip demokrasi

Pemerintahan dengan prinsip demokrasi pada dasarnya berasas pada kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, rakyat yang menentukan jalannya negara dan pemerintahan. Di dalam sistem pemerintahan yang berasas kedaulatan rakyat, maka kepentingan rakyatlah yang diutamakan karena kepentingan rakyat menempati kedudukan yang paling tinggi. Dasar dari konsep demokrasi menyangkut penilaian tentang nilai manusia, martabat manusia, dan kesamaan di hadapan hukum. Demokrasi mendambakan terciptanya suatu sistem kemasyarakatan yang setiap warga negaranya mempunyai kedudukan yang sama dan adil. Oleh karena itu dalam pemerintahan dengan prinsip demokrasi, hendaknya setiap aktivitas birokrasi pemerintahan dalam mewujudkan kepentingan rakyat berjiwa demokrasi, dapat dipertanggungjawabkan, dan efisien.

B. Keadilan sosial dan pemerataan

Keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan tercapai apabila tidak terjadi ketimpangan distribusi hasil-hasil pembangunan antarkelompok masyarakat kaya dengan miskin dan antardaerah/wilayah geografis antara perkotaan dengan pedesaan. Oleh karena itu aparat birokrasi agar membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menyeimbangkan kebutuhan masyarakat miskin dan masyarakat pedesaan dengan kebutuhan masyarakat kaya dan masyarakat perkotaan.

C. Mengusahakan kesejahteraan umum

Suatu kekuasaan negara legitimate, apabila negara tersebut melalui kegiatan-kegiatannya dapat meningkatkan kesejahteraan umum bagi rakyatnya. Rakyat akan menerima dengan senang kewajiban-kewajiban dari negara yang dibebankan kepada rakyat, asalkan dengan kewajiban tersebut rakyat menjadi lebih sejahtera. Oleh karena itu, setiap aparat birokrasi pemerintah agar mempunyai komitmen yang tulus untuk memperhatikan kesejahteraan kepada rakyat.

D. Mewujudkan negara hukum

Mewujudkan negara hukum adalah amanat dari konstitusi. Maksud dari perwujudan negara hukum adalah aparatur pemerintah bersama dengan seluruh rakyat akan mewujudkan suatu pemerintahan yang dijalankan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Jadi aparat pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan.


E. Dinamika dan efisiensi

Dinamika hendaknya diartikan sebagai kemampuan adaptasi organisasi yang baik sehingga ia sanggup mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan dapat menelorkan kebijakan-kebijakan yang tepat. Dinamika dalam melaksanakan tugas-tugas negara merupakan prasyarat untuk dapat menciptakan birokrasi pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang. Di samping dinamika sebagai ukuran kinerja bagi birokrasi pemerintahan, maka ukuran lain adalah efisiensi. Efisiensi dalam hal ini diartikan adalah tetap mengutamakan kepuasan dan kelancaran layanan terhadap publik, tetapi tetap memperhitungkan pemakaian tenaga kerja, prosedur layanan, dan biaya yang dikeluarkan.

UNDANG–UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENG-GARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

Penyelenggara negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Penyelenggara negara yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Pejabat-pejabat negara tersebut adalah Presiden dan Wakil Presiden, Menteri dan jabatan setingkat Menteri, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah, Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah, Walikota dan Wakil Walikota, Direksi, Komisaris pada BUMN dan BUMD, Pimpinan BI dan Pimpinan BPPN, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, Pejabat Eselon 1 dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan POLRI, Jaksa, Penyidik, Panitera Pengadilan, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota MPR, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR, Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Karena pimpinan tertinggi dalam jabatan eksekutif adalah Presiden, maka pejabat eksekutif di bawahnya termasuk Pegawai Negeri/Pegawai Negeri Sipil apapun tugas dan jabatannya juga harus melaksanakan asas-asas yang diatur dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu:

1. Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian Penyelenggara Negara.

3. Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, dan rahasia negara.

5. Asas Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

6. Asas Profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Asas Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


TUGAS BIROKRASI

Sesuai dengan pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, tugas Pegawai Negeri, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata, menyelenggarakan tugas negara, menyelenggarakan tugas pemerintahan, dan menyelenggarakan tugas pembangunan. Menurut Undang-Undang Kepegawaian tersebut di atas Pegawai Negeri terdiri dari Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pegawai Negeri Sipil.

Dalam undang-undang tersebut juga ditegaskan bahwa pegawai negeri harus bebas dari pengaruh golongan dan partai politik. Oleh karena itu pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Mengacu pada pengertian “Birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai Pegawai Negeri Sipil” – Rianto Nugroho D, Kebijakan Publik ─, maka tugas-tugas tersebut di atas juga merupakan tugas Pegawai Negeri Sipil (aparat birokrasi) karena Pegawai Negeri Sipil bagian dari Pegawai Negeri.

Adapun hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat dan pemberian pelayanan publik tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan asas-asas pelayanan publik yang meliputi transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, dan keseimbangan hak dan kewajiban.

Pelayanan publik dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu Kelompok Pelayanan Administratif, Kelompok Pelayanan Barang, dan Kelompok Pelayanan Jasa.

Pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik agar memperhatikan dan menerapkan:

1. Prinsip-prinsip pelayanan publik yang terdiri dari transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, dan keseimbangan hak dan kewajiban;

2. Standar pelayanan publik yang meliputi prosedur layanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, dan kompetensi petugas pelayanan;

3. Pola penyelenggaraan pelayanan publik diberikan secara fungsional, terpusat, terpadu (satu atap, satu pintu), gugus tugas;

4. Biaya pelayanan publik yang penetapan biaya pelayanannya dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat, harga barang yang berlaku, kejelasan rincian biaya produksi dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;

5. Pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, dan balita;

6. Pelayanan khusus (ruang perawatan kesehatan VIP, di rumah sakit, gerbong eksekutif) dengan mempertimbangkan harga dan biaya yang dikeluarkan;

7. Pelayanan yang dilakukan oleh biro jasa pelayanan dengan status yang jelas, misal punya izin usaha dan selalu berkoordinasi kepada lembaga pemerintah yang berkaitan dengan pemberian pelayanan tersebut;

8. Pelayanan berdasar hasil survei indeks kepuasan masyarakat;

9. Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan masyarakat, pengawasan melekat, dan pengawasan fungsional;

10. Penyelesaian pengaduan dan sengketa. Dalam penyelesaian pengaduan masyarakat, perlu memperhatikan prioritas penyelesaian pengaduan. Sedangkan apabila pengaduan tidak dapat diselesaikan sehingga terjadi sengketa usaha penyelesaiannya melalui jalur hukum;

11. Evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Setiap unit penyelenggara pelayanan publik agar melakukan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara berkelanjutan dan hasilnya disampaikan kepada atasan tertinggi dari unit penyelenggara pelayanan publik.


ETIKA BIROKRASI MEMPERLANCAR PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT

Pelayanan kepada masyarakat biasa disebut pelayanan umum (publik). Pelayanan publik dapat dikelompokkan dalam Kelompok Pelayanan Aministratif, Kelompok Pelayanan Barang, dan Kelompok Pelayanan Jasa.

Adapun contoh-contoh dalam setiap kelompok pelayanan adalah:

1. Kelompok Pelayanan Administratif
Contohnya: Pelayanan pengurusan akte kelahiran, akte perkawinan, akte kematian, sertifikat tanah, izin mendirikan bangunan, surat izin mengemudi, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, pensiun pegawai, pensiun janda/duda, dan sebagainya.

2. Kelompok Pelayanan Barang
Contohnya: Pelayanan penyediaan kebutuhan sembilan bahan pokok, bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan sebagainya.

3. Kelompok Pelayanan Jasa
Contohnya: Pelayanan pengangkutan penumpang, pengangkutan barang, kesehatan, pendidikan, perbankan, telepon, listrik, dan sebagainya.

Begitu banyaknya ruang lingkup pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat pun menantikan pelayanan dari pemerintah yang merupakan haknya sebagai warga negara. Namum sering kita melihat masyarakat dalam pengurusan hal yang sederhana, misalnya pengurusan surat izin mengemudi, pelayanan kesehatan bagi rakyat yang kurang beruntung, pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk masih mengalami pelayanan yang kurang baik dengan alasan yang mengada-ada, biaya yang melebihi dari tarif resmi, waktu penyelesaian yang relatif lama karena pejabatnya tidak ada di tempat, dan sebagainya. Hal tersebut mencederai makna diadakannya birokrasi, melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang baik dan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh aparat birokrasi.

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean