Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Mencari Alternatif Transportasi

Mencari Alternatif Transportasi

Posted by Media Bawean on Minggu, 30 November 2008

Media Bawean, 30 November 2008

Sumber : SINDO

BEBERAPA waktu lalu, Pulau Bawean,Kabupaten Gresik, sempat terisolasi akibat besarnya gelombang laut.Transportasi laut dari dan menuju ke pulau di sebelah utara Kabupaten Gresik itu terhenti.

Akibatnya, sejumlah komoditas dan barang menumpuk di pelabuhan. Kondisi ini membuat harga kebutuhan bahan pokok di Pulau Bawean melonjak tajam. Selama ini, segala kebutuhan pokok hidup masyarakat Pulau Bawean sangat tergantung pada pasokan dari Gresik. Tidak mengherankan jika pasokan sembilan bahan pokok (sembako) yang datang dari lalu lintas air macet,rakyat Pulau Bawean pun mengalami paceklik ekonomi.

Belajar dari kasus tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) pun mulai memikirkan jalur transportasi udara sebagai alternatif.Terbukti, Pemrov Jatim serius mengembangkan bandar udara (bandara) di Pulau Bawean. Selain itu,Pemrov Jatim juga berupaya menyelesaikan penggunaan sejumlah bandara kecil (berlandas pacu di bawah 800 m) di Banyuwangi, Sumenep,dan Jember.

Diharapkan, dengan adanya akses udara,masalah distribusi sembako maupun mobilitas masyarakat Jatim tidak terganggu.Untuk mewujudkan program penerbangan antarkota dalam provinsi di Jatim,Dinas Perhubungan Jatim akan menggandeng Merpati Nusantara Airlines. Pasalnya,maskapai pelat merah ini sudah berpengalaman dalam penerbangan jarak pendek. Sebab, maskapai ini dikenal banyak memiliki pesawat- pesawat kecil yang cocok untuk bandara dengan landasan pacu pendek.
Sekretaris Perusahaan Merpati Purwatmo mengungkapkan, saat ini perusahaannya sedang menjajaki kerja sama dengan Pemprov Jatim.Namun, dia mengakui hingga saat ini rencana tersebut belum terealisasi.“Hingga saat ini kami sedang memilih- milih pesawat apa yang sesuai dengan bandarabandara di Jatim,” ungkapnya kepada SINDO.

Selain masalah pesawat, pihak Merpati juga masih mengeluhkan tingkat keselamatan dan keamanan bandara. Pasalnya, saat melakukan penjajakan, masih ada beberapa fasilitas dasar bandara yang belum memenuhi aspek keselamatan. Sebut saja di antaranya landasan yang masih kurang panjang, adanya penghalang-penghalang teknis hingga permasalahan pembebasan lahan.

“Kita tidak ingin terbang, lalu hinggapnya di tiang listrik.Makanya masalah safety dan securityini harus diselesaikan dulu,” lanjutnya. Dalam kurun waktu terakhir, jumlah transportasi barang dan orang dari sejumlah bandara di Jatim mengalami kenaikan. Terlebih setelah kasus Lumpur Lapindo,praktis akses jalan (darat) utama di Jatim lumpuh.Terutama jalan tol Surabaya–Gempol yang digunakan untuk arus barang dan orang.

Di tengah menggeliatnya perekonomian Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir,tentu saja transportasi menjadi urusan vital yang tidak bisa diabaikan. Menurut data Dinas Perhubungan Jatim periode Mei– Desember 2005,tingkat kedatangan di Bandara Abdurrahman Saleh, Malang, mencapai 221 pesawat dan 221 pesawat berangkat. Lalu, tingkat jumlah penumpang datang sebanyak 23.638 orang, sedangkan yang diberangkatkan mencapai 23.847 orang.

Jumlah itu mengalami kenaikan pada 2006 menjadi 365 pesawat yang mengalami pemberangkatan dan jumlah yang sama juga diberangkatkan dari bandara tersebut.Pesawat- pesawat ini sedikitnya membawa penumpang sebanyak 87.430 orang dan memberangkatkan 77.061 orang ke berbagai tujuan. Artinya keberangkatan pesawat dari 2005 hingga 2006 mengalami kenaikan sebanyak 65%.

Jumlah ini kembali mengalami kenaikan pada 2007.Sedikitnya 546 pesawat mendarat di Malang.Jumlah yang sama juga diberangkatkan dari kota yang terkenal dengan buah apelnya itu. Selain bandara di Malang,Bandara Juanda Surabaya pun mengalami kenaikan signifikan selama kurun beberapa tahun terakhir. Pada 2005,jumlah pesawat yang mendarat di ibu kota Jatim itu mencapai 41.261 armada.

Angka ini mengalami penurunan pada tahun berikutnya menjadi 40.827.Penurunan ini lebih dipicu oleh kasus Lapindo yang sempat mengakibatkan tersendatnya lalu lintas datang dan keluar Surabaya.Namun, pada 2007, jumlah pesawat yang mendarat di Kota Surabaya kembali mengalami kenaikan mencapai 44.508 armada. Selain transportasi udara, peningkatanjugaterjadipada transportasi antarpulau di Jatim.

Sebut saja salah satunya diDermagaUjung- Kamal yang menghubungkan Surabaya dan Madura. Arus barang hilir mudik antara dua tempat ini pada 2006 mencapai 2.291.670 kg,sedangkan pada 2007 jumlah arus barang mengalami kenaikan hingga menjadi 2.406.254 kg.Artinya, kenaikantersebutmencerminkan terjadinya kenaikan transaksi ekonomi yang terjadi di antara dua pulau tersebut.

Namun, kenaikan jumlah transaksi tersebut sering pula terkendala hubungan antara Madura–Surabaya yang masih menitikberatkan jalur laut.Padahal, ketika kondisi cuaca sedang buruk, jalur arus barang pun terputus.Hal ini pernah terjadi pada Agustus 2008.Saat itu akibat cuaca buruk, beberapa kapal terpaksa menunggu diberangkatkan karena tidak berani mengarungi Selat Madura. Itu sebabnya,Pemprov Jatim mulai mencoba merintis jalur udara sebagai alternatif.

Adanya pembangunan bandara kecil di Sumenep,Madura, diharapkan menjadi salah satu tulang punggung transportasi barang. Namun,menurut anggota Komisi V DPR RI Nusyirwan Sudjono, pembuatan bandara di Sumenep saat ini bukanlah sebuah prioritas. Pasalnya dalam waktu beberapa tahun ke depan Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dan Madura segera dirampungkan.“Itu nanti malah bisa jadi pemborosan,” ungkapnya.

Meski begitu, dia mengakui dengan semakin membaiknya perekonomian masyarakat, tuntutan akan kemudahan transportasi akan semakin tinggi.Termasuk dalam hal ini kebutuhan transportasi udara yang bisa memudahkan migrasi penduduk dan distribusi barang. (abdul malik/islahuddin/ faizin aslam)

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean