Media Bawean, 30 November 2008
Sumber : SINDO
KONDISI geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi karakteristik tersendiri bagi dunia transportasi. Terlebih, kondisi cuaca yang tidak menentu saat ini kerap membuat sejumlah wilayah di Indonesia terisolasi seperti yang dialami Pulau Bawean,Kabupaten Gresik, beberapa waktu lalu.
Akibat gelombang laut yang besar, pasokan kebutuhan pokok, termasuk migrasi orang dari dan ke Pulau Bawean, terhenti.Kondisi semacam itulah yang membuat Pemerintah Provinsi Jawa Timur berpikir untuk membangun bandar udara (bandara) perintis di Pulau Bawean yang terletak di Desa Tanjungori,Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik.
Kondisi di atas juga menjadi alasan mengapa angkutan udara berperan penting.Baik pada sisi politik, ekonomi,sosial budaya maupun keamanan dan pertahanan. Saat ini, sejumlah wilayah di Indonesia memiliki bandara, khususnya bandara kelas kecil.Sayangnya,pengoptimalannya kurang maksimal. Data Departemen Perhubungan (2007) menunjukkan,sedikitnya di Indonesia terdapat 187 bandara dengan berbagai kategori. Untuk bandara kecil berlandas pacu (runaway) kurang dari 800 meter sebanyak 119 bandara.
Sementara untuk panjang 800–1.800 meter ada 32,1.800–2.250 meter ada 20, 2.250–3.000 meter ada 9, serta bandara dengan panjang landasan di atas 3.000 meter 9 buah.Seharusnya, bandarabandara kecil yang jumlahnya ratusan tersebut bisa memberikan manfaat ekonomi secara optimal jika dikembangkan secara tepat. Keberadaan bandara di sejumlah wilayah (termasuk di tingkat kabupaten) sangat dimungkinkan untuk pengembangan rute jalur pendek antarkota.
Selama ini, penerbangan jarak pendek didominasi maskapai kecil. Sebut saja Transnusa dan Trigana, dua maskapai kecil yang populer dalam penerbangan jarak dekat, yang kebanyakan masih berupa penerbangan perintis. Awalnya, permintaan rute jarak pendek masih sangat terbatas.Hal inilah yang membuat pemain di sektor ini juga terbatas. Sejumlah maskapai sedang dan besar masih menimbang potensinya.
Menurut pengamat transportasi Bambang Susantono, untuk memberdayakan rute jarak pendek harus dilihat nilai dari sisi ekonominya. Setidaknya, rute ini bisa kompetitif dengan moda transportasi lain. Atau paling tidak, jika harus dibandingkan dengan moda transportasi lain (darat dan air), moda ini harus mem-berikan jaminan layanan yang memadai.Jikamodatransportasi lain memberikan nilai ekonomis yang lebih bagus daripada penerbangan,orang tentu tidak akan memilih jalur udara.
”Selain itu yang perlu dilihat juga selisih waktu tempuhnya,”ujar Bambang. Untuk wilayah Jawa,pasar penerbangan jarak pendek memang masih relatif kecil dibandingkan luar Jawa.Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Budhi Muliawan Suyitno, saat ini beberapa maskapai seperti Airline Prikana, CDR,Transnusa, Kalster, Riau Airlines, Wings telah membuka rute jarak pendek.
Menurutnya, permintaan di berbagai daerah juga mulai tumbuh, khususnya di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. ”Saat ini permintaan di daerah sudah banyak dan ini sepertinya akan terus tumbuh,”ujar Budhi ketika dihubungi SINDO. Meski begitu,maskapai besar masih sangat berhati-hati dalammenentukankeputusan untuk membuka rute penerbangan jarak pendek.Saat ini, Merpati Nusantara Airlines dikenal sebagai maskapai yang ”merajai”rute jalur pendek.
Tercatat, hingga kini Merpati memiliki 132 rute penerbangan jarak pendek. ”Kita akan melihat permintaannya seperti apa? Dalam berbisnis kita tentu mencari keuntungan,” ujar Sekretaris Perusahaan Merpati Purwatmo kepada SINDO. Sementara pihak Mandala Airlines mengakui saat ini tumbuh permintaan pada penerbangan, khususnya ke daerah-daerah tertentu. Menurut Humas Mandala Trisia Megawati, pihaknya tengah mengamati semua potensi yang ada.Tidak menutup kemungkinan Mandala juga akan bermain di sektor ini jika potensinya menjanjikan.
Namun,konsentrasi Mandala saat ini lebih ditujukan pada peningkatan kualitas rute yang ada. ”Kita melihat prioritas yang harus dilaksanakan terlebih dahulu, di samping setiap potensi terus kita pantau,”ujar Trisia. Umumnya,maskapai-maskapai besar menggandeng maskapai kecil dalam melayanijalurpendek. Mandalamisalnya menggandeng Transnusa, Triguna, dan Riau Airlines. Untuk penerbangan Jakarta– Lombok, Mandala melayani penerbangan Jakarta– Denpasar.
Selanjutnya untuk Denpasar–Lombok dilanjutkan Triguna. Saat ini mandala melayani 20 rute yang merupakan penggabungan jarak jauh dan dekat yang bekerja sama dengan maskapai lain. ”Penerbangan itu menjadi satu paket dengan menggunakanfasilitas Mandala sehingga penumpang cukup memesan satu tiket saja,”tambah Trisia. Sementara Wings lebih progresif dalam memberikan layanan rute penerbangan jarak pendek.
Menurut pejabat Humas Wings Edward Sirait, perusahaannya saat ini mempunyai 10 rute penerbangan jarak pendek yang dilayani tiga pesawat jenis Bombardier Dash 8 Q300. Menurut Edward, pada setiap penerbangan,kapasitas pesawat yang mempunyai 70 tempat duduk ini terisi 80–90%.Rute-rute jarak pendek memberikan kontribusi sekitar 5–10% untuk Wings. Bahkan, pada 2009 Wings akan memperkuat armadanya dengan menambah 20 pesawat jenis ATR.
Jika tidak ada kendala,penambahan rute penerbangan jarak pendek akan terealisasi pada Juli 2009.Edward melihat seiring dengan potensi pertumbuhan daerah yang terus bergerak, permintaan rute jarak pendek ini semakin meningkat. ”Kita tidak mungkin menambah armada dan rute jika perkembangannya meningkat,” ujar Edward kepada SINDO.
Adanya sejumlah hal di atas menguatkan indikasi bahwa potensi penerbangan jarak pendek semakin terbuka.Tinggalmenunggumaskapaimenyikapinya, termasuk pemerintah daerah, untuk memberdayakan infrastruktur bandara. (abdul malik/islahuddin faizin aslam)
Sumber : SINDO
KONDISI geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi karakteristik tersendiri bagi dunia transportasi. Terlebih, kondisi cuaca yang tidak menentu saat ini kerap membuat sejumlah wilayah di Indonesia terisolasi seperti yang dialami Pulau Bawean,Kabupaten Gresik, beberapa waktu lalu.
Akibat gelombang laut yang besar, pasokan kebutuhan pokok, termasuk migrasi orang dari dan ke Pulau Bawean, terhenti.Kondisi semacam itulah yang membuat Pemerintah Provinsi Jawa Timur berpikir untuk membangun bandar udara (bandara) perintis di Pulau Bawean yang terletak di Desa Tanjungori,Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik.
Kondisi di atas juga menjadi alasan mengapa angkutan udara berperan penting.Baik pada sisi politik, ekonomi,sosial budaya maupun keamanan dan pertahanan. Saat ini, sejumlah wilayah di Indonesia memiliki bandara, khususnya bandara kelas kecil.Sayangnya,pengoptimalannya kurang maksimal. Data Departemen Perhubungan (2007) menunjukkan,sedikitnya di Indonesia terdapat 187 bandara dengan berbagai kategori. Untuk bandara kecil berlandas pacu (runaway) kurang dari 800 meter sebanyak 119 bandara.
Sementara untuk panjang 800–1.800 meter ada 32,1.800–2.250 meter ada 20, 2.250–3.000 meter ada 9, serta bandara dengan panjang landasan di atas 3.000 meter 9 buah.Seharusnya, bandarabandara kecil yang jumlahnya ratusan tersebut bisa memberikan manfaat ekonomi secara optimal jika dikembangkan secara tepat. Keberadaan bandara di sejumlah wilayah (termasuk di tingkat kabupaten) sangat dimungkinkan untuk pengembangan rute jalur pendek antarkota.
Selama ini, penerbangan jarak pendek didominasi maskapai kecil. Sebut saja Transnusa dan Trigana, dua maskapai kecil yang populer dalam penerbangan jarak dekat, yang kebanyakan masih berupa penerbangan perintis. Awalnya, permintaan rute jarak pendek masih sangat terbatas.Hal inilah yang membuat pemain di sektor ini juga terbatas. Sejumlah maskapai sedang dan besar masih menimbang potensinya.
Menurut pengamat transportasi Bambang Susantono, untuk memberdayakan rute jarak pendek harus dilihat nilai dari sisi ekonominya. Setidaknya, rute ini bisa kompetitif dengan moda transportasi lain. Atau paling tidak, jika harus dibandingkan dengan moda transportasi lain (darat dan air), moda ini harus mem-berikan jaminan layanan yang memadai.Jikamodatransportasi lain memberikan nilai ekonomis yang lebih bagus daripada penerbangan,orang tentu tidak akan memilih jalur udara.
”Selain itu yang perlu dilihat juga selisih waktu tempuhnya,”ujar Bambang. Untuk wilayah Jawa,pasar penerbangan jarak pendek memang masih relatif kecil dibandingkan luar Jawa.Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Budhi Muliawan Suyitno, saat ini beberapa maskapai seperti Airline Prikana, CDR,Transnusa, Kalster, Riau Airlines, Wings telah membuka rute jarak pendek.
Menurutnya, permintaan di berbagai daerah juga mulai tumbuh, khususnya di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. ”Saat ini permintaan di daerah sudah banyak dan ini sepertinya akan terus tumbuh,”ujar Budhi ketika dihubungi SINDO. Meski begitu,maskapai besar masih sangat berhati-hati dalammenentukankeputusan untuk membuka rute penerbangan jarak pendek.Saat ini, Merpati Nusantara Airlines dikenal sebagai maskapai yang ”merajai”rute jalur pendek.
Tercatat, hingga kini Merpati memiliki 132 rute penerbangan jarak pendek. ”Kita akan melihat permintaannya seperti apa? Dalam berbisnis kita tentu mencari keuntungan,” ujar Sekretaris Perusahaan Merpati Purwatmo kepada SINDO. Sementara pihak Mandala Airlines mengakui saat ini tumbuh permintaan pada penerbangan, khususnya ke daerah-daerah tertentu. Menurut Humas Mandala Trisia Megawati, pihaknya tengah mengamati semua potensi yang ada.Tidak menutup kemungkinan Mandala juga akan bermain di sektor ini jika potensinya menjanjikan.
Namun,konsentrasi Mandala saat ini lebih ditujukan pada peningkatan kualitas rute yang ada. ”Kita melihat prioritas yang harus dilaksanakan terlebih dahulu, di samping setiap potensi terus kita pantau,”ujar Trisia. Umumnya,maskapai-maskapai besar menggandeng maskapai kecil dalam melayanijalurpendek. Mandalamisalnya menggandeng Transnusa, Triguna, dan Riau Airlines. Untuk penerbangan Jakarta– Lombok, Mandala melayani penerbangan Jakarta– Denpasar.
Selanjutnya untuk Denpasar–Lombok dilanjutkan Triguna. Saat ini mandala melayani 20 rute yang merupakan penggabungan jarak jauh dan dekat yang bekerja sama dengan maskapai lain. ”Penerbangan itu menjadi satu paket dengan menggunakanfasilitas Mandala sehingga penumpang cukup memesan satu tiket saja,”tambah Trisia. Sementara Wings lebih progresif dalam memberikan layanan rute penerbangan jarak pendek.
Menurut pejabat Humas Wings Edward Sirait, perusahaannya saat ini mempunyai 10 rute penerbangan jarak pendek yang dilayani tiga pesawat jenis Bombardier Dash 8 Q300. Menurut Edward, pada setiap penerbangan,kapasitas pesawat yang mempunyai 70 tempat duduk ini terisi 80–90%.Rute-rute jarak pendek memberikan kontribusi sekitar 5–10% untuk Wings. Bahkan, pada 2009 Wings akan memperkuat armadanya dengan menambah 20 pesawat jenis ATR.
Jika tidak ada kendala,penambahan rute penerbangan jarak pendek akan terealisasi pada Juli 2009.Edward melihat seiring dengan potensi pertumbuhan daerah yang terus bergerak, permintaan rute jarak pendek ini semakin meningkat. ”Kita tidak mungkin menambah armada dan rute jika perkembangannya meningkat,” ujar Edward kepada SINDO.
Adanya sejumlah hal di atas menguatkan indikasi bahwa potensi penerbangan jarak pendek semakin terbuka.Tinggalmenunggumaskapaimenyikapinya, termasuk pemerintah daerah, untuk memberdayakan infrastruktur bandara. (abdul malik/islahuddin faizin aslam)
Posting Komentar