Media Bawean, 15 April 2009
Oleh: Abdurrahman
Rakyat dan pemerintah adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, tidak mungkin rakyat tanpa pemerintah dan tidak mungkin pemerintah tanpa rakyat, dan suatu Negara akan baik jika pemerintah dan rakyatnya baik, terutama dalam suatu Negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia, dimana pemerintah dipilih dan ditentukan oleh raykat, maka dalam hal ini pemerintah akan baik, jika rakyatnya baik.
Selama ini sorotan hanya ditujukan kepada pemerintah, baik dan buruknya Negara seakan hanya tanggung jawab pemerintah, tudingan-tudingan ketidak beresan hanya diarahkan kepada pemerintah, Banyak yang tidak menyadari –padahal semuanya tahu- bahwa pemerintah, dari pusat hingga kepala desa tidak turun dari langit, akan tetapi dipilih oleh rakyat, demikian pula wakil rakyat, mereka duduk di kursi dewan melalui pemilihan rakyat, oleh karena itu kalau pemerintah atau anggota dewan tidak beres, maka berarti rakyatnya yang tidak beres, karena telah memilih orang yang tidak layak dipilih.
Pemilu, termasuk juga pilkada dan pilkades merupakan kesempatan besar bagi rakyat untuk mendapat pemimpin yang baik, jujur dan mempunyai kemampuan dan tanggung jawab mengemban amanah memimpin dan mengatur rakyat, ketika rakyat menentukan pilihan kepada calon tertentu untuk menjadi kepala Negara atau kepala daerah, atau anggota dewan, maka ia telah menyerahkan diri dan bangsanya kepada orang yang ia pilih, oleh karena itu kalau ingin pemerintahnya baik, dan Negaranya baik, maka harus memilih pemimpin atau wakil yang baik pula, jadi ketika memilih, maka pilihannya harus didasarkan pada karakter dan kepribadian orang yang ia pilih, yaitu yang paling baik, yang paling jujur, dan paling mampu. Kalau tidak, maka jangan bermimpi mendapat pemimpin yang baik.
Pada pemilu kemaren, kabarnya masih banyak orang yang memilih bukan karena calonnya memang layak dipilih, akan tetapi karena calon tertentu memberikan sejumlah uang, orang memilih karena diberi uang, artinya si calon membeli suara dari rakyat, dan rakyat menjual suaranya kepada calon, dan ini berarti pula ia telah menjual dirinya dan masa depannya.
Di sini saya tidak bicara siapa yang layak dan tidak layak dipilih, dan terlepas dari siapa yang terpilih menjadi anggota dewan, tapi yang jelas, siapa pun orangnya yang membagi-bagikan uang agar dipilih, maka ia telah membeli suara, dan siapa pun orangnya yang memilih calon tertentu karena diberi uang, maka berarti ia telah menjual diri.
Rakyat hanya bisa menuntut seharusnya begini dan seharusnya begitu, minta layanan ini dan layanan itu, tapi tidak berusaha menempuh jalan yang tepat untuk mendapatkan haknya, karena haknya telah dijual dengan sepuluh ribu hingga lima puluh ribu rupiah. Rakyat juga hanya bisa mengkritik, pemerintah begini dan pemerintah begitu, tapi tidak memikirkan mengapa mereka menjabat? Siapa yang memilih mereka? Dan ketika kesempatan memilih itu datang, tidak digunakan sebaik-baiknya untuk memilih pemimpin atau wakil yang benar-benar akan memikirkan rakyat, justru yang dipilih adalah orang yang menghabiskan ratusan juta rupiah untuk membeli jabatan.
Jabatan adalah tanggung jawab, dan tanggung jawab itu berat, maka kalau kita berfikir dengan akal sehat, orang yang punya rasa tanggung jawab akan merasa berat untuk memikul tanggung jawab tersebut, akan tetapi kenyataannya justru jabatan itu menjadi rebutan, bahkan dibeli dengan harga mahal, seharusnya di sini kita berfikir: untuk apa mereka bersusah payah membeli kursi? Apakah nantinya kalau sudah duduk di kursi akan memikirkan rakyat?
Inilah sebabnya mengapa nabi berkata: "kami tidak akan memberikan jabatan kepada orang yang memintanya". Karena orang yang meminta jabatan pasti mempunyai maksud tertentu dibalik itu, ia pasti mempunyai kepentingan pribadi dari jabatannya. Nah, apa lagi orang yang membelinya, pasti ia mengharapkan keuntungan dari jabatannya. Tapi, mengapa rakyat mau menjualnya?
Nah, apa hukumnya membeli suara? apa hukumnya menjual suara? Dan apa hukumnya memilih calon karena diberi sejumlah uang? Mari kita tanyakan kepada para kiyai. Semoga para kiai membahasnya dalam bahsul masail, dan hasilnya dipublikasikan kepada masyarakat.
Oleh: Abdurrahman
Rakyat dan pemerintah adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, tidak mungkin rakyat tanpa pemerintah dan tidak mungkin pemerintah tanpa rakyat, dan suatu Negara akan baik jika pemerintah dan rakyatnya baik, terutama dalam suatu Negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia, dimana pemerintah dipilih dan ditentukan oleh raykat, maka dalam hal ini pemerintah akan baik, jika rakyatnya baik.
Selama ini sorotan hanya ditujukan kepada pemerintah, baik dan buruknya Negara seakan hanya tanggung jawab pemerintah, tudingan-tudingan ketidak beresan hanya diarahkan kepada pemerintah, Banyak yang tidak menyadari –padahal semuanya tahu- bahwa pemerintah, dari pusat hingga kepala desa tidak turun dari langit, akan tetapi dipilih oleh rakyat, demikian pula wakil rakyat, mereka duduk di kursi dewan melalui pemilihan rakyat, oleh karena itu kalau pemerintah atau anggota dewan tidak beres, maka berarti rakyatnya yang tidak beres, karena telah memilih orang yang tidak layak dipilih.
Pemilu, termasuk juga pilkada dan pilkades merupakan kesempatan besar bagi rakyat untuk mendapat pemimpin yang baik, jujur dan mempunyai kemampuan dan tanggung jawab mengemban amanah memimpin dan mengatur rakyat, ketika rakyat menentukan pilihan kepada calon tertentu untuk menjadi kepala Negara atau kepala daerah, atau anggota dewan, maka ia telah menyerahkan diri dan bangsanya kepada orang yang ia pilih, oleh karena itu kalau ingin pemerintahnya baik, dan Negaranya baik, maka harus memilih pemimpin atau wakil yang baik pula, jadi ketika memilih, maka pilihannya harus didasarkan pada karakter dan kepribadian orang yang ia pilih, yaitu yang paling baik, yang paling jujur, dan paling mampu. Kalau tidak, maka jangan bermimpi mendapat pemimpin yang baik.
Pada pemilu kemaren, kabarnya masih banyak orang yang memilih bukan karena calonnya memang layak dipilih, akan tetapi karena calon tertentu memberikan sejumlah uang, orang memilih karena diberi uang, artinya si calon membeli suara dari rakyat, dan rakyat menjual suaranya kepada calon, dan ini berarti pula ia telah menjual dirinya dan masa depannya.
Di sini saya tidak bicara siapa yang layak dan tidak layak dipilih, dan terlepas dari siapa yang terpilih menjadi anggota dewan, tapi yang jelas, siapa pun orangnya yang membagi-bagikan uang agar dipilih, maka ia telah membeli suara, dan siapa pun orangnya yang memilih calon tertentu karena diberi uang, maka berarti ia telah menjual diri.
Rakyat hanya bisa menuntut seharusnya begini dan seharusnya begitu, minta layanan ini dan layanan itu, tapi tidak berusaha menempuh jalan yang tepat untuk mendapatkan haknya, karena haknya telah dijual dengan sepuluh ribu hingga lima puluh ribu rupiah. Rakyat juga hanya bisa mengkritik, pemerintah begini dan pemerintah begitu, tapi tidak memikirkan mengapa mereka menjabat? Siapa yang memilih mereka? Dan ketika kesempatan memilih itu datang, tidak digunakan sebaik-baiknya untuk memilih pemimpin atau wakil yang benar-benar akan memikirkan rakyat, justru yang dipilih adalah orang yang menghabiskan ratusan juta rupiah untuk membeli jabatan.
Jabatan adalah tanggung jawab, dan tanggung jawab itu berat, maka kalau kita berfikir dengan akal sehat, orang yang punya rasa tanggung jawab akan merasa berat untuk memikul tanggung jawab tersebut, akan tetapi kenyataannya justru jabatan itu menjadi rebutan, bahkan dibeli dengan harga mahal, seharusnya di sini kita berfikir: untuk apa mereka bersusah payah membeli kursi? Apakah nantinya kalau sudah duduk di kursi akan memikirkan rakyat?
Inilah sebabnya mengapa nabi berkata: "kami tidak akan memberikan jabatan kepada orang yang memintanya". Karena orang yang meminta jabatan pasti mempunyai maksud tertentu dibalik itu, ia pasti mempunyai kepentingan pribadi dari jabatannya. Nah, apa lagi orang yang membelinya, pasti ia mengharapkan keuntungan dari jabatannya. Tapi, mengapa rakyat mau menjualnya?
Nah, apa hukumnya membeli suara? apa hukumnya menjual suara? Dan apa hukumnya memilih calon karena diberi sejumlah uang? Mari kita tanyakan kepada para kiyai. Semoga para kiai membahasnya dalam bahsul masail, dan hasilnya dipublikasikan kepada masyarakat.
(bdrhmn1@gmail.com)
Posting Komentar