Media Bawean, 22 April 2009
Kekalahan dalam mengikuti Pemilu 2009, mulai dirasakan oleh para Calon Legislatif (Caleg) kalah di Pulau Bawean. Diantara mereka banyak pusing memikirkan banyaknya modal yang dikeluarkan, padahal bila mereka tidak ikut sebagai Caleg tentunya keuangannya tidak akan berkurang. Akibat optimis terlalu tinggi, mereka lupa dengan kondisi riil sebenarnya, bahwa uangnya dihambur-hamburkan tanpa ada perhitungan bahwa asalnya banting tulang, tenaga dan fikiran untuk mendapatkannya. Apalagi bila modal dari pinjaman, tentunya memiliki resiko stress lebih besar.
Jika para Caleg sebelum pelaksanaan Pemilu menghitung dengan suara yang akan didapatkan dari setiap daerah, setelah kalah mereka pegang kalkulator menghitung keuangan keluar selama mengikuti pesta demokrasi lima tahunan ini.
Saat sebelum pelaksanaan, mereka ibarat dermawan sekelas konglomerat tinggi. Setiap ada orang yang dianggapnya mendukung, disaat salaman selalu memberikan amplop berisi uang. Apakah amplop yang mereka berikan termasuk kategori shadaqoh? ataupun amal ibadah mereka nantinya di akherat? Tentunya sulit mendapatkan amal, bila setelah mereka kalah ternyata pegangannya kalkulator untuk menghitung uang keluar. Artinya mereka kurang ikhlas dengan uang yang mereka keluarkan, hanya ingin mendapatkan suara saja.
Menurut beberapa sumber yang dikumpulkan oleh Media Bawean, setelah mengetahui suaranya tipis mereka langsung mengambil sepeda motor dan langsung dijalankan. Ternyata sepeda motor yang dikendarainya milik orang lain, sehingga pemiliknya sibuk mencari sepedanya yang hilang.
Ada satu lagi cerita, Caleg yang kalah saat membawa rumput untuk ternak sapinya dengan sepeda motornya, ternyata langsung dimasukkan kedalam rumahnya. Setelah diingatkan, ternyata rumahnya dikira kandang sapi. (bst)
Kekalahan dalam mengikuti Pemilu 2009, mulai dirasakan oleh para Calon Legislatif (Caleg) kalah di Pulau Bawean. Diantara mereka banyak pusing memikirkan banyaknya modal yang dikeluarkan, padahal bila mereka tidak ikut sebagai Caleg tentunya keuangannya tidak akan berkurang. Akibat optimis terlalu tinggi, mereka lupa dengan kondisi riil sebenarnya, bahwa uangnya dihambur-hamburkan tanpa ada perhitungan bahwa asalnya banting tulang, tenaga dan fikiran untuk mendapatkannya. Apalagi bila modal dari pinjaman, tentunya memiliki resiko stress lebih besar.
Jika para Caleg sebelum pelaksanaan Pemilu menghitung dengan suara yang akan didapatkan dari setiap daerah, setelah kalah mereka pegang kalkulator menghitung keuangan keluar selama mengikuti pesta demokrasi lima tahunan ini.
Saat sebelum pelaksanaan, mereka ibarat dermawan sekelas konglomerat tinggi. Setiap ada orang yang dianggapnya mendukung, disaat salaman selalu memberikan amplop berisi uang. Apakah amplop yang mereka berikan termasuk kategori shadaqoh? ataupun amal ibadah mereka nantinya di akherat? Tentunya sulit mendapatkan amal, bila setelah mereka kalah ternyata pegangannya kalkulator untuk menghitung uang keluar. Artinya mereka kurang ikhlas dengan uang yang mereka keluarkan, hanya ingin mendapatkan suara saja.
Menurut beberapa sumber yang dikumpulkan oleh Media Bawean, setelah mengetahui suaranya tipis mereka langsung mengambil sepeda motor dan langsung dijalankan. Ternyata sepeda motor yang dikendarainya milik orang lain, sehingga pemiliknya sibuk mencari sepedanya yang hilang.
Ada satu lagi cerita, Caleg yang kalah saat membawa rumput untuk ternak sapinya dengan sepeda motornya, ternyata langsung dimasukkan kedalam rumahnya. Setelah diingatkan, ternyata rumahnya dikira kandang sapi. (bst)
Posting Komentar