Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Lomba Cipta Kampung Aman; Rekonsiliasi Lembaga Kepolisian Atau Wujud Neo-Militerisme Di Desa?

Lomba Cipta Kampung Aman; Rekonsiliasi Lembaga Kepolisian Atau Wujud Neo-Militerisme Di Desa?

Posted by Media Bawean on Minggu, 12 Juli 2009

Media Bawean, 12 Juli 2009

Oleh: Musyayana (Penasehat Media Bawean)

Bentuk nyata militerisme di tingkat kecamatan adalah adanya lembaga Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika), yang didalamnya terdapat tiga elemen pimpinan ditingkat kecamatan (Tripika) yaitu Camat, Kapolsek dan Danramil. Lembaga warisan orde baru tersebut masih sangat dominan dalam segala sendi kehidupan masyarakat dan keberadaannya nyaris tanpa kontrol masyarakat.

Kondisi tersebut disebabkan karena unsur Tripika secara struktural hanya bertanggungjawab secara hirarkhis pada lembaga/institusi di atasnya. Pada perkembangannya Tripika kemudian menjadi lembaga penanggungjawab pemerintahan, keamanan dan ketertiban di seluruh wilayah kecamatan. Yang dilakukan Tripika dalam konteks diatas lebih pada melakukan pengendalian terhadap masyarakat, baik kontrol secara personal melalui pembuatan SKKB (Surat Keterangan Kelakuan Baik) misalnya, maupun kontrol terhadap institusi lokal yang ada di masyarakat dalam bentuk politik perijinan.


Lomba Cipta Kampung Aman (CKA) yang digagas oleh Polres Gresik, khususnya merupakan gagasan besar Kapolres Gresik AKBP Mohammad Iqbal dalam seratus hari masa jabatannya sebagai Kapolres Gresik. Jajaran kepolisian di Kabupaten Gresik sepertinya sangat menyambut baik gagasan tersebut, tidak terkecuali pihak kecamatan yang memang tidak punya pilihan lain, dan cenderung tidak punya gagasan progresif dalam membangun wilayahnya. Bentuk oligarki birokrasi yang ternyata belum pernah runtuh oleh gelombang reformasi.

Pernahkah masyarakat sendiri bertanya tujuan dari program Cipta Kampung Aman? Pastinya ada, walau saya pribadi tidak begitu yakin jumlahnya banyak. Menurut cuplikan wawancara beberapa media dengan penggagas program tersebut, tujuan program tersebut adalah untuk menurunkan tingkat kriminalitas atau curanmor. Pada jangka panjang masyarakat Gresik menjadi terbiasa dan bisa melakukan langkah-langkah pengamanan lingkungan sendiri. Pertanyaan saya, potensi kriminal apa saja yang ada di kabupaten Gresik? Tingkat curanmor yang jumlahnya delapan sampai sepuluh setiap bulan (Jawa Post, 21 Juni 2009)? Apakah valid jumlah tersebut? Kalau iya, bukankah jumlah tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan kota lain? Bisa jadi jumlah tersebut terlalu sedikit dengan kejadian sebenarnya. Apa semua korban curanmor di Gresik sudah melaporkan ke polsek terdekat? Saya rasa tidak semua korban melapor. Sikap apatis korban sangat berkorelasi dengan pelayanan lembaga kepolisian. Lembaga kepolisian lebih sering menjadi wadah data base kejahatan tanpa solusi yang kongrit. Berapa jumlah pelaku curanmor yang berhasil ditangkap? Berapa jumlah sepeda motor korban yang berhasil diselamatkan oleh lembaga kepolisian?. Ini semua “PR” lembaga kepolisian yang tidak pernah terselesaikan. Apakah Lomba Cipta Kampung Aman (CKA) merupakan solusi strategis bagi masalah kriminal di Kabupaten Gresik? Bagi lembaga kepolisian di Gresik “iya”, juga bagi birokrasi yang menganut paham intruksi.

Saya pikir Lomba Cipta Kampung Aman merupakan representatif dari program Polmas (Polisi-Masyarakat) yang sarat muatan politis. Lembaga kepolisian memposisikan masyarakat sipil sebagai spionase dan polisi bagi dirinya sendiri, serta membangun kanal informasi dan sistem keamanan yang sepihak. Tujuan akhirnya adalah terbentuknya karakter masyarakat sipil yang militeristik. Yang terkonstruksi pada kognisi masyarakat sipil adalah mengawasi semua orang baru yang datang ke wilayahnya, termasuk penduduk asli yang telah lama menetap di wilayah lain. Membatasi kegiatan-kegiatan sosial dan kreativitas pemuda karena selalu dicurigai sebagai potensi kriminal dan mempunyai misi penyebaran ideologi tertentu. Bagi sang penggagas, program tersebut diklaim sebagai strategi jitu untuk mengawal proses scanning keamanan di desa. Bukannya hal ini berupakan bentuk pelimpahan kewenangan yang bertentangan dengan substansi partisipasi masyarakat sipil?

Bukankah konsep partisipasi menekankan pada kemampuan masyarakat sipil dalam mengontrol dan mempengaruhi kebijakan pengelolah keamanan di masyarakat? Konsep partisipasi dan pemberdayaan sipil untuk advokasi kebijakan sektor keamanan mempunyai peran yang sangat penting. Prinsipnya adalah, bahwa keamanan merupakan kebutuhan masyarakat sipil dan bukan alat kontrol oleh negara. Pada konteks lomba CKA, jutru negara memperkuat kontrolnya terhadap sistem keamanan masyarakat. Yang akhirnya memposisikan masyarakat sipil sebagai obyek dalam kebijakan sektor keamanan, bukan sebagai subyek.

Ada beberapa hal yang sangat penting dalam proses advokasi sektor keamanan; pertama, demokrasi selalu mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat secara aktif dalam ikut serta pengelolaan keamanan (meliputi proses perumusan, rancangan, implementasi dan kontrol kebijakan). Bukankah lomba CKA non-representative dari kebutuhan masyarakat?. Adakah bentuk partisipasi sipil pada proses perumusan, rancangan, implementasi, dan kontrol pada lomba CKA? Masyarakat sipil memang harus menjadi bagian utama pengelolaan keamanan, bukan bersifat fisik tapi lebih pada substansial (nilai dan mekanisme sosial yang dikembangkan, serta proses politik dalam pengelolaan keamanan).

Kedua, adanya supremasi sipil dalam sistem demokrasi. Artinya, masyarakat sipil punya otoritas untuk mengontrol aparat militer dan kepolisian dalam pengelolaan pertahanan dan keamanan. Dengan demikian seluruh pertanggungjawaban pengelolaan keamanan pada dasarnya dilakukan oleh aparat keamanan kepada sipil. Pada konteks yang sedang dibangun oleh Lomba CKA jutru sebaliknya, sipil dipaksa membangun operasi pengamanan sendiri dan mempertanggungjawabkan kepada lembaga kepolisian. Dalam tata kenegaraan, institusi formal representasi rakyat secara kelembagaan terwujud dalam DPR serta institusi-institusi sipil diluar kelembagaan formal.

Ketiga, perlunya landasan hukum berupa perundang-undangan yang jelas dan tegas mengenai pengaturan ketertiban masyarakat sipil didalam pengelolaan keamanan. Langkah seperti itu untuk mencegah terjadinya distorsi dalam memahami konsep partisipasi sipil dalam pengelolaan keamanan. Anarkisme massa dianggap menjadi sumber hukum tersendiri. Harapannya dengan adanya undang-undang tersebut dapat menjadi dasar utama keamanan dikelola dengan model yang beradab (civilized). Artinya pelibatan masyarakat sipil bukan dipahami sebagai pengambilalihan tugas dan peran keamanan dari kepolisian ke tangan sipil secara mutlak dan menerapkan kembali cara-cara militer, tetapi justru mensipilkan pengelolaan keamanan. Bukankah Lomba CKA sangat kentara visi mendorong terciptanya tatanan yang militeristik di desa?

Keempat, menghilangkan kultur dan ideologi militer (demilitarism) dalam kehidupan sipil berkaitan dengan pengelolaan keamanan. Sistem demokrasi pada hakekatnya dimaknai sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari berbagai bentuk kultur dan ideologi kekerasan. Makanya pada konteks ini perlu penekanan pada mekanisme dialogis, persuasi dan pembentukan kesepakatan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik.

Kelima, menghilangkan intervensi lembaga kepolisian kedalam kehidupan sipil, yaitu melalui bentuk-bentuk pembinaan keorganisasian sosial-kemasyarakatan, ekonomi dan politik. Sebisa mungkin intervensi tersebut dihilangkan karena cenderung merusak mekanisme hubungan kelembagaan dan sumber potensi konflik. Selama lembaga kepolisian masih melakukan intervensi politik dan sosial yang kuat terhadap sipil, maka akan berakibat ketidakberdayaan (powerless) masyarakat sipil. Sangat Jelas, Lomba CKA merupakan batu pertama yang ditempatkan oleh lembaga kepolisian untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan masyarakat sipil, yang tujuan akhirnya adalah terbentuknya tatanan masyarakat sipil yang militeristik dan lahirnya kembali ideologi militerisme di desa.

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean