Media Bawean, 16 Februari 2010
Sumber : SURYA
Sempat Dihentikan karena Dugaan Kasus Korupsi Ganti Rugi Tanaman
GRESIK - SURYA- Sebentar lagi, masyarakat Pulau Bawean bisa menikmati perjalanan dengan pesawat terbang. Ini akan membuka babak baru dunia transportasi Pulau Bawean, yang sejak dahulu kala hanya mengenal satu alat transportasi, yaitu kapal laut.
Lapangan terbang tersebut, adalah murni keinginan masyarakat Bawean sejak lama. Kemudian oleh Pemkab Gresik, diadopsi lalu ‘diserahkan’ ke provinsi yang selanjutnya dikirim ke pusat yang pada akhirnya disetujui.
Bentuk persetujuan provinsi dan pusat adalah membangunkan secara fisik segala kebutuhan lapangan terbang. Mulai gedung kedatangan, keberangkatan, menara, sampai pembangunan landasan pacu atau runaway.
Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Pemkab Gresik Mulyanto mengatakan dalam kesepakatan itu peran pemkab hanya menyediakan lahan untuk seluruh kebutuhan bandara.
“Sedangkan pembangunannya ditanggung pemprov dan pemerintah pusat,” ujarnya.
Dari hasil studi kelayakan, akhirnya diketahui kalau pembangunan bandara ini membutuhkan lahan seluas 69,5 hektare.
Pemkab menemukan lokasi yang cocok, yaitu di Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak, Bawean. Lokasinya sangat eksotik, bahkan, ujung runway langsung menjorok ke laut. “Mirip seperti di Denpasar Bali,” katanya.
Dari seluruh lahan tersebut, pemkab sudah berhasil menyediakan 40 hektare. Penyediaannya sangat cepat, karena lahan itu termasuk tanah milik negara yang tidak membutuhkan biaya untuk pembebasan.
Sedangkan sisanya, 29,5 hektare akan dibebaskan dari pemiliknya. Namun, pemprov dan pusat menyarankan untuk segera menyediakan lahan 9,5 hektare yang bakal dipakai sebagai landasan pacu. Sedangkan yang 20 hektare, bisa dibebaskan menyusul karena hanya dipakai untuk bangunan pendukung bandara.
“Yang mendesak sebenarnya 9,5 hektare, tapi pemerintah pusat cuma butuh 3 hektare, untuk landasan pacu. Kalau ini siap maka bandara sudah bisa dioperasionalkan,” ujarnya.
Dengan runway yang panjangnya 1.200 meter, maka nantinya lapangan terbang itu masuk kelas perintis. Kategori semacam ini, hanya bisa menerima pesawat terbang berukuran kecil, seperti Cassa, Cesna, atau Twin Otter dengan maksimal 30 seat yang bisa landing di sana.
Kepala Dinas Perhubungan Agus Muljono menambahkan, untuk urusan harga tiket, rute dan maskapai penerbangan yang akan menerbangi, bukan urusan pemkab.
Bahkan pemkab, tambahnya, sampai saat ini belum pernah membicarakan soal tersebut. “Wong lapternya saja belum ada, bagaimana kita membahas soal tiket dan maskapai,” ujar Agus di ruang kerjanya.
Terkendala Anggaran
Menurut Mulyanto, untuk membebaskan lahan seluas tiga hektare guna kepentingan landasan pacu, pemkab telah menganggarkan melalui perubahan APBD 2010 sebesar Rp 3 miliar.
“Asumsinya, setiap meter persegi dihargai Rp 60.000. Harga tersebut sepuluh kali lipat, dibandingkan NJOP (nilai jual objek pajak) yang hanya Rp 6.000 per meter persegi,” terang mantan Camat Balongpanggang ini.
Dengan asumsi besaran harga tanah Rp 60.000 per meter persegi, maka total dana yang dibutuhkan sebesar Rp1,8 miliar.
Diakui Mulyanto, dana sebesar itu akan diajukan melalui PAK. Masalahnya, menurut kalender kerja, PAK baru bisa diajukan antara Juli-Agustus 2010 dan diperkirakan baru bisa dicairkan September 2010. “Kalau cair bulan September, kemungkinan pembebasan lahan bisa molor lagi atau sekitar akhir tahun,” tambahnya.
Sedangkan untuk pembebasan lahan sisanya, Mulyanto menegaskan, pemkab bakal menganggarkan pada APBD 2011.
“Kami ingin segera tuntaskan, sebab pembangunan lapter yang sempat terhenti karena kasus dugaan korupsi ganti rugi tanaman, ternyata pemkab mendapat teguran dari pemprov,” akunya.
Ketua Komisi A DPRD Gresik Suberi menegaskan, demi terwujudnya pembangunan lapter, pihaknya akan mengamankan kebutuhan dana pembebasan lahan untuk runway di APBD 2010. “Semoga tidak ada tambahan, sebab dana kebutuhan tersebut untuk pembebasan lahan,” tukasanya.
Pembangunan Lapter Bawean, memang sempat dihentikan karena adanya penyidikan dugaan korupsi ganti rugi tanaman sebesar Rp 578,5 juta dari APBD 2006. Polisi mengaku sudah memiliki lima calon tersangka, yang semuanya adalah pejabat yang terkait dalam pembebasan lahan.
Adapun pembangunan Lapter Bawean sendiri sudah menelan dana yang cukup banyak dari APBD Gresik, Jawa Timur, hingga APBN. Dana tersebut dipakai untuk pembangunan jalan akses, terminal, dan landasan pacu sepanjang 2 kilometer.nsan
Sumber : SURYA
Sempat Dihentikan karena Dugaan Kasus Korupsi Ganti Rugi Tanaman
GRESIK - SURYA- Sebentar lagi, masyarakat Pulau Bawean bisa menikmati perjalanan dengan pesawat terbang. Ini akan membuka babak baru dunia transportasi Pulau Bawean, yang sejak dahulu kala hanya mengenal satu alat transportasi, yaitu kapal laut.
Lapangan terbang tersebut, adalah murni keinginan masyarakat Bawean sejak lama. Kemudian oleh Pemkab Gresik, diadopsi lalu ‘diserahkan’ ke provinsi yang selanjutnya dikirim ke pusat yang pada akhirnya disetujui.
Bentuk persetujuan provinsi dan pusat adalah membangunkan secara fisik segala kebutuhan lapangan terbang. Mulai gedung kedatangan, keberangkatan, menara, sampai pembangunan landasan pacu atau runaway.
Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Pemkab Gresik Mulyanto mengatakan dalam kesepakatan itu peran pemkab hanya menyediakan lahan untuk seluruh kebutuhan bandara.
“Sedangkan pembangunannya ditanggung pemprov dan pemerintah pusat,” ujarnya.
Dari hasil studi kelayakan, akhirnya diketahui kalau pembangunan bandara ini membutuhkan lahan seluas 69,5 hektare.
Pemkab menemukan lokasi yang cocok, yaitu di Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak, Bawean. Lokasinya sangat eksotik, bahkan, ujung runway langsung menjorok ke laut. “Mirip seperti di Denpasar Bali,” katanya.
Dari seluruh lahan tersebut, pemkab sudah berhasil menyediakan 40 hektare. Penyediaannya sangat cepat, karena lahan itu termasuk tanah milik negara yang tidak membutuhkan biaya untuk pembebasan.
Sedangkan sisanya, 29,5 hektare akan dibebaskan dari pemiliknya. Namun, pemprov dan pusat menyarankan untuk segera menyediakan lahan 9,5 hektare yang bakal dipakai sebagai landasan pacu. Sedangkan yang 20 hektare, bisa dibebaskan menyusul karena hanya dipakai untuk bangunan pendukung bandara.
“Yang mendesak sebenarnya 9,5 hektare, tapi pemerintah pusat cuma butuh 3 hektare, untuk landasan pacu. Kalau ini siap maka bandara sudah bisa dioperasionalkan,” ujarnya.
Dengan runway yang panjangnya 1.200 meter, maka nantinya lapangan terbang itu masuk kelas perintis. Kategori semacam ini, hanya bisa menerima pesawat terbang berukuran kecil, seperti Cassa, Cesna, atau Twin Otter dengan maksimal 30 seat yang bisa landing di sana.
Kepala Dinas Perhubungan Agus Muljono menambahkan, untuk urusan harga tiket, rute dan maskapai penerbangan yang akan menerbangi, bukan urusan pemkab.
Bahkan pemkab, tambahnya, sampai saat ini belum pernah membicarakan soal tersebut. “Wong lapternya saja belum ada, bagaimana kita membahas soal tiket dan maskapai,” ujar Agus di ruang kerjanya.
Terkendala Anggaran
Menurut Mulyanto, untuk membebaskan lahan seluas tiga hektare guna kepentingan landasan pacu, pemkab telah menganggarkan melalui perubahan APBD 2010 sebesar Rp 3 miliar.
“Asumsinya, setiap meter persegi dihargai Rp 60.000. Harga tersebut sepuluh kali lipat, dibandingkan NJOP (nilai jual objek pajak) yang hanya Rp 6.000 per meter persegi,” terang mantan Camat Balongpanggang ini.
Dengan asumsi besaran harga tanah Rp 60.000 per meter persegi, maka total dana yang dibutuhkan sebesar Rp1,8 miliar.
Diakui Mulyanto, dana sebesar itu akan diajukan melalui PAK. Masalahnya, menurut kalender kerja, PAK baru bisa diajukan antara Juli-Agustus 2010 dan diperkirakan baru bisa dicairkan September 2010. “Kalau cair bulan September, kemungkinan pembebasan lahan bisa molor lagi atau sekitar akhir tahun,” tambahnya.
Sedangkan untuk pembebasan lahan sisanya, Mulyanto menegaskan, pemkab bakal menganggarkan pada APBD 2011.
“Kami ingin segera tuntaskan, sebab pembangunan lapter yang sempat terhenti karena kasus dugaan korupsi ganti rugi tanaman, ternyata pemkab mendapat teguran dari pemprov,” akunya.
Ketua Komisi A DPRD Gresik Suberi menegaskan, demi terwujudnya pembangunan lapter, pihaknya akan mengamankan kebutuhan dana pembebasan lahan untuk runway di APBD 2010. “Semoga tidak ada tambahan, sebab dana kebutuhan tersebut untuk pembebasan lahan,” tukasanya.
Pembangunan Lapter Bawean, memang sempat dihentikan karena adanya penyidikan dugaan korupsi ganti rugi tanaman sebesar Rp 578,5 juta dari APBD 2006. Polisi mengaku sudah memiliki lima calon tersangka, yang semuanya adalah pejabat yang terkait dalam pembebasan lahan.
Adapun pembangunan Lapter Bawean sendiri sudah menelan dana yang cukup banyak dari APBD Gresik, Jawa Timur, hingga APBN. Dana tersebut dipakai untuk pembangunan jalan akses, terminal, dan landasan pacu sepanjang 2 kilometer.nsan
Posting Komentar