Media Bawean, 16 November 2010
Oleh : Ali Asyhar*
Kata qurban berarti dekat (qurb). Maksudnya adalah kegiatan penyembelihan hewan ternak pada hari raya qurban yakni tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam terminology fiqh qurban disebut juga dengan udhiyah karena penyembelihannya dilaksanakan saat matahari naik (dhuha).
Ibadah qurban memiliki akar sejarah kuat dan panjang dalam tradisi rasul – rasul terdahulu. Ibadah ini secara sinergik telah ditunjukkan oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW. Ibrahim dikenal sebagai peletak dasar ibadah qurban dengan ketulusannya yang mutlak memenuhi perintah Allah untuk menyembelih putranya, Ismail.
Ibadah qurban bukan hanya mementingkan tindakan lahiriyah, berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama faqir miskin, tetapi yang lebih esensial adalah sikap batin berupa ketaatan, ketulusan dan kejujuran. Diantara hikmah ibadah qurban adalah : Pertama: melatih kepasrahan dan kepatuhan kepada Allah SAW dengan meneladani Ibrahim ‘alaihissalam yang ikhlas menyembelih puteranya, Ismail, karena mendapat perintah Allah lewat mimpi. Kedua : Membersihkan diri dari sifat kebinatangan. Hewan ternak yang kita sembelih juga menjadi simbol matinya sifat serakah, egois, kejam dan penindas yang biasa dimiliki oleh binatang. Ketiga: menumbuhkan empati kepada orang lain. Islam sebagai agama kasih sayang selalu mengajarkan hidup berjamaah. Kebahagiaan yang kita nikmati harus bisa menggarami kepada sesama. Pun sebaliknya penderitaan orang lain harus kita maknai sebagai penderitaan bersama dan selanjutnya secara bersama kita hilangkan kesedihan itu. Keempat: melatih kedermawanan. Qurban dilaksanakan tiap tahun secara berulang-ulang. Ini dimaksudkan supaya kita terbiasa berderma kepada orang lain. Dalam sejarah Rasulullah SAW tidak pernah absen tiap tahun untuk menyembelih hewan qurban.
Qurban dan Bencana
Sampai saat ini air mata kita tidak pernah kering dengan terjadinya bencana beruntun yang menimpa bangsa Indonesia. Murkanya alam diyakini karena karena ulah sebagian manusia yang serakah dan terjangkit wabah hedonisme. Keserakahan tanpa kendali telah menyebabkan hutan-hutan di Indonesia terus dibabat saban hari. Akibatnya hilanglah keseimbangan ekosistem dan hukum alam menjalankan takdir-Nya. Curah hujan yang rata-rata tinggi tiap hari menyebabkan air langsung meluncur ke kampung-kampung membawa kayu gelondongan. Air datang menghantam tiada ampun karena tidak punya tempat berdiam diri. Bencana Wasior Papua adalah contoh gamblang akibat tangan kotor manusia. Rusaknya alam sepadan dengan rusaknya moral mayoritas pemimpin dan masyarakat. Dibuinya puluhan kepala daerah, anggota DPR dan birokrat dari berbagai level menunjukkan bobroknya moral pemimpin bangsa ini. Kenyataan ini diperparah dengan loyonya penegakan hukum. Para penegak hukum yang semestinya berada di garda depan malah menjadi orang yang pertama meruntuhkan wibawa hukum. Polisi, Jaksa, pengacara, dan hakim sudah sulit kebal dari suap. Banyak orang berseloroh bahwa profesi yang paling menggiurkan di Indonesia saat ini adalah korupsi dan memproduksi sabu-sabu. Sebab meski di penjara mereka tetap bisa melenggang sampai ke pulau Dewata.
Idul Adha tahun ini menemukan momentum yang tepat guna mengingatkan kembali umat manusia tentang nilai ketaatan dan pengorbanan. Bahwa hidup bukan sekedar ritual mencari harta tetapi sebenarnya lebih jauh dari itu yaitu mengabdi kepada kebaikan (Allah SWT). Kewajiban mencari nafkah tidak dibenarkan mengalahkan rasa empati dan kebersamaan. Solidaritas masyarakat terhadap saudaranya yang terkena musibah sudah cukup baik, namun yang belum berkesesuaian dengan tingkah polah pemimpinnya. Disaat Mentawai berduka misalnya dengan santainya kepala daerahnya pergi ke manca negara dengan alasan investasi jangka panjang. Sungguh naïf.
Konteks Bawean
Masyarakat Bawean yang religius sudah guyub dalam menyikapi penderitaan sesama. Saat bencana longsor di Candi dan Balikterus beberapa tahun lalu masyarakat menunjukkan empatinya yang luar biasa. Pun ketika Merapi dan Mentawai berduka tanpa komando mereka mengumpulkan sebagian hartanya untuk berderma. Nilai ini sudah tepat dan harus pertahankan. Tetapi jangan lupa bahwa banyak masalah sangat penting yang luput dari perhatian yakni pelestarian hutan. Kita belum sepenuhnya sadar bahwa pelestarian adalah tanggung jawab bersama. Banyak yang berasumsi bahwa yang wajib menjaga hutan adalah negara (baca BKSDA) sedangkan kita cukup menjadi penontonnya. Hari raya qurban 1431 H ini menjadi pengingat bahwa hutan diciptakan Allah untuk kita dan kitalah yang wajib menjaga dan melestarikannya. Jangan berpangku tangan melihat hutan Bawean yang semakin merana. Jangan sampai hari ini kita membantu Wasior, Mentawai dan Merapi tetapi di lain waktu mereka menyantuni kita yang berada di barak pengungsian.
Ali Asyhar (Ketua PC. Lakpesdam NU Bawean)
Posting Komentar