Oleh : Drs. H. Abdul Khaliq
(Guru SMANU ISLAMIYAH BAWEAN )
1. Pangapora!
Setelah program KTB (Karukunan Toghellan Bawean) sukses mendapat perhatian dari PBS (Persatuan Bawean Singapura), selanjutnya, apakah program KTB akan sampai 'menjangkau' PBB?
PBB di sini bukanlah organisasi internasional yang membiarkan pasukan tentara multinasional membombardir Libya yang banyak memakan korban rakyat sipil, tetapi PBB yang penulis maksud adalah PBB yang akan merekaciptakan 'resolusi' (baca : bahasa atau istilah) dengan bahasa yang santun, tidak provokatif, damai, enak didengar, dan tidak berbau porno! Lho, apa hubungannya PBB dengan pornografi? Nah, baca terus 'ide liar' ini sampai habis!
Sebelumnya,penulis minta maaf, minta 'nyato pangapora', karena penulis dengan terpaksa harus menggunakan dan mengulas kata bhesa Bhebian yang berbau porno. Sekali lagi, penulis mohon maaf!
Sebenarnya ide ini adalah ide yang sudah lama 'terpendam',karena penulis tidak menemukan 'saluran atau wadah ' untuk mengungkapkannya.
Ide lama yang terpendam tadi,tiba-tiba muncul kembali sejak penulis saling berbalas SMS dengan Bpk. Sugrianto, guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 1, Sangkapura, Bawean. Isi SMS itu kurang lebih begini:
SUG : Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) melarang keras beredarnya makanan khas Palembang. Setelah diperiksa pada label kemasan ada penulisan kata EMPEK tidak diulang.
ABD: Aduh ,itu terlambat,Pak! Masyarakat Tambak sudah lama melarang nama atau label yang berbau porno.Pada tahun 1970-an di Tambak ada klub badminton bernama EMPEK WANGI. Masyarakat banyak yang memprotesnya. Yang WANGI saja dilarang,apalagi yang TIDAK WANGI seperti di Palembang!
SUG : Sungguh terlalu masyarakat Tambak! Apakah tidak ada lagi nama semulia itu? Ini ada lagi, Pak.
Apakah benar nama makanan berbahan 'ketan bertabur otok' dinamai 'JHELLIK BINTOL' dan makanan goreng pisang dilumuri gula pasir dinamai PALAK BECCA? Apa benar penamaan itu?
ABD: Iya,memang benar. Salah satunya namanya sudah diganti. PALAK BECCA sudah lama diganti dengan nama KUE HAMDAN. Sementara nama JHELLIK BINTOL belum ada nama barunya malah muncul lagi istilah yang jorok. Di bidang pertukangan ada nama 'ENGSEL JEPIT" yang biasa digunakan untuk laci menggantung disebutnya dengan istilah "JHELLIKNA PATEK" . Ada juga makanan yang berbahan tepung atau sagu ,gula,nyiur parut,lalu digoreng dengan sedikit minyak kelapa,digoreng sampai kering,kering sekali,hampir gosong ,sampai berwarna hitam pekat,mirip dubur,disebutnya dengan BURIK-BURIK.
Masih ada puluhan nama yang seperti itu.
Anehnya, nama-nama taksedap di telinga itu adalah jenis makanan yang biasa ada di atas meja makan dan biasa disuguhkan pada tetamu! Tanpa 'sungkan-sungkan' sang tuan rumah menyuguhkannya seraya menyebut nama makanan itu kepada tetamunya. Waduh!
SUG : Wah,kalau istilah-istilah itu dibawa ke Sangkapura,jadi bahan tertawaan! Perlu dicarikan solusinya, Pak!
ABD : Iya, kita perlu belajar pada masyarakat KALOMPEK yang ada di MENARA!
SUG : Lho...? Maksud Bapak?
ABD : KALOMPEK adalah nama sebuah dusun yang ada di Gunung Teguh. Bagi sebagian anggota masyarakatnya,nama KALOMPEK dinilai taksedap kedengarannya. Hasil musyawarah tokoh masyarakatnya, maka diubahlah nama KALOMPEK menjadi MENARA hingga sekarang. Menurut K.H. Ridwan, tokoh masyarakat setempat, nama MENARA dipilihnya dengan alasan (1) nama KALOMPEK berkonotasi kurang bagus dan tak sedap kedengarannya; (2) nama MENARA berkonotasi lebih bagus dan enak didengar. Alasan lain adalah letak geografis Dusun Menara ada di atas bukit atau lebih tinggi dibanding dengan dusun di sekitarnya. Letak menara selalu ada di atas. Di samping alasan tadi,rupanya ada semacam 'pilot project' sang tokoh, terkandung suatu harapan sangat mulia yang perlu dicontoh dusun lain,yaitu MENARA yang bebas dari aktivitas berbau maksiat atau aktivitas yang tidak mengundang maksiat. Hal ini dibuktikannya antara lain dengan adanya aturan pemisahan murid laki-laki dan perempuan ketika mereka belajar di kelas, dan kegiatan hajatan pengantin, hajatan, hiburan, dan lain-lain tidak boleh diadakan pada malam hari. Pukul 17.00 aktivitas orang kampung diharapkan sudah selesai. Bendera dan semangat 'baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur' benar-benar berkibar di atas MENARA !
Cahaya MENARA rupanya benar-benar mulai menyinari daerah sekitarnya seperti terangnya cahaya MENARA masjid MADINAH. Cahaya itu dapat terlihat di serambi rumah penduduk (baca: kaum),baik rumah 'kaum anshar' maupun 'kaum muhajirin' . Kita pun tidak heran karena sang tokoh BAWEAN SERAMBI MADINAH (BSM) memang tinggal di dusun ini. Dari keberhasilan 'hijrahnya' nama KALOMPEK ke MENARA dapatkah diupayakan juga istilah 'yang tidak sedap didengar' ke istilah 'yang sedap didengar'? Siapakah atau atau lembaga manakah yang mesti berperan dalam pembentukan istilah bahasa Bawean?
Berikut ini, penulis uraikan seputar pembentukan istilah.
Bersambung...................
Posting Komentar