Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Mewaspadai 3 Waktu Libur

Mewaspadai 3 Waktu Libur

Posted by Media Bawean on Selasa, 07 Juni 2011

Media Bawean, 7 Juni 2011

Oleh : Ali Asyhar (Dosen STAIHA Bawean)

Kemenangan kapitalisme atas sosialisme adalah fakta. Akibatnya tanpa disadari banyak perilaku kita yang merupakan gambaran kapitalisme. Secara sederhana kapitalisme adalah faham dimana seseorang sangat bangga dengan kekayaannya dan ingin terus menumpuknya tanpa peduli dengan orang disekitarnya.

Contoh: kita akan bangga bila belanja di mall dari pada di pasar tradisional. Padahal dengan belanja di mall kita hanya akan memberi keuntungan kepada satu orang atau sekolompok orang yang sudah kaya raya. Akibatnya kekayaan akan berputar kepada sekelompok kecil orang. Contoh lain adalah kita sangat senang bila pakaian atau perabot rumah tangga kita adalah produk mancanegara dibanding produk dalam negeri. Lagi, kita tidak sedih bila tetangga kita miskin bahkan jarang makan secara layak. Sebaliknya kita bangga bila dalam resepsi perkawinan kita hadir dengan tangan gemerincing penuh dengan perhiasan.

Dampak dari perilaku kapitalis ini maka manusia mendewakan capital (harta) dan mengesampingkan moral. Moral tidak lagi dijadikan ukuran melainkan harta kekayaan yang dijadikan ukuran dalam berteman, mencari pasangan dan bermasyarakat. Akibatnya mayoritas manusia menjadi orang yang egois yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya tanpa mau menoleh kepada sesamanya. Ia hanya hidup dengan keluarganya dan tidak lagi merasa butuh dengan manusia sekitarnya. Pagar rumahnya dibikin yang tinggi supaya tetangganya yang miskin tidak bisa masuk. Semakin tinggi pagar rumah maka ia semakin merasa tinggi kedudukannya. Selanjutnya dibuatlah pos satpam dan jika belum cukup maka dipeliharalah anjing untuk menakut-nakuti siapapun yang mendekat.

Fenomena ini sungguh mengkhawatirkan. Akibat sikap egois ini maka masyarakat mulai menghitung setiap langkahnya dengan uang. Dulu, dalam membangun rumah dan bercocok tanam masyarakat bergotong royong tetapi saat ini tradisi itu sudah hilang. Setiap keringat yang keluar harus berbuah uang. Orang lain berbuat apapun tidak menjadi masalah asalkan tidak mengganggu dirinya dan keluarganya serta tidak mengurangi hartanya.

Imbas dari cueknya masyarakat juga berdampak terhadap perkembangan generasi muda. Para remaja merasa dirinya sudah tidak ada yang mengawasi dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Akibatnya merekapun bertindak sesuai dengan seleranya. Laki dan perempuan bertindak sesuai dengan yang dilihatnya baik di televisi maupun internet. Berpacaran dianggap sebagai keharusan bahkan jika ada remaja yang tidak memiliki pasangan dianggap tidak normal. Bahkan sudah ada yang bermadzhab bahwa pacaran harus dengan sex. Pasangan tanpa sex berarti kualitas cintanya kurang dari 24 karat. Subhanallah.

Setidaknya ada 3 waktu libur yang mestinya diwaspadai oleh orang tua, guru dan masyarakat. Pertama : setelah pengumuman kelulusan. Para siswa SMP, SMA dan yang sederajat biasanya meluapkan kegembiraan dengan cara yang salah. Banyak pesta diadakan yang didalamnya sudah tidak diketahui lagi apa yang terjadi. Ini fakta yang miris. Oleh karenanya orang tua harus benar-benar mengikat batin anaknya supaya tidak gampang terseret arus negatif.

Kedua, malam tahun baru yakni tanggal 1 Januari. Sudah menjadi kebiasaan bahwa semua bergembira dengan datangnya tahun baru. Meski jika mereka ditanya kenapa mereka bergembira? Merekapun tidak bisa menjawabnya. Hanya ikut kebiasaan teman-temannya atau seperti yang dilihat di Televisi. Di saat inilah pergaulan para remaja tanpa kendali. Mereka sudah tidak malu-malu lagi berangkulan dan berciuman di atas sepeda motornya. Toh masyarakat sudah cuek, Pikirnya.

Ketiga saat liburan Hari Raya Idul Fitri. Biasanya sekolah libur lebih dari seminggu. Sungguh, saat yang luas bagi para remaja untuk memadu kasih. Dengan bantuan HP mereka bisa bertindak semaunya. Apalagi ditempat-tempat wisata para penduduknya sudah tidak mau peduli lagi. Sebab jika mereka menegur pasangan yang sedang berangkulan dan berciuman mereka khawatir lokasi wisatanya sepi dan pendapatan menjadi berkurang. Tiga waktu inilah yang biasanya dijadikan sarana bagi remaja yang tidak memiliki pengayom di rumahnya atau remaja yang tidak memiliki cita-cita yang luhur. Kombinasi dari HP, guru yang cuek dan masyarakat yang tidak mau peduli akan menjadikan rusaknya satu generasi.

Ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah , pertama : masyarakat harus merubah paradigma kapitalis beralih kepada pardigma islam. Tidak boleh cuek dengan apa saja yang terjadi di lingkungannya. Berani menegur dan menasehati siapapun yang bertindak tidak sopan dan melanggar aturan agama. Kedua : keluarga harus benar-benar sadar bahwa HP dan televisi berpotensi menjadikan anak-anak kita melanggar syariat. Cara yang paling baik adalah menciptakan situsi yang sejuk dan membahagiakan di dalam rumah masing-masing. Ketiga lembaga pendidikan harus bisa membuat program liburan yang menarik dan mendidik sehingga tidak ada pikiran dan kesempatan bagi remaja untuk berbuat negatif. Jangan sampai program yang dibuat justru menyediakan tempat dan kesempatan remaja untuk merusak dirinya dan masa depan.

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean