Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Puasa Ala Si Je’upong
(Tingkatkan Dalam Berpuasa)

Puasa Ala Si Je’upong
(Tingkatkan Dalam Berpuasa)

Posted by Media Bawean on Kamis, 28 Juli 2011

Media Bawean, 28 Juli 2011

Oleh: Hassan Luthfi

Alkisah disuatu negeri seberang seorang pemuda yang bernama si Je’upong (bukan nama sebenarnya) serta teman-temannya begitu tak sabar menanti detik-detik datangnya bulan suci Ramadhan. Euforia puasa di bulan Ramadhan semakin terasa beberapa hari menjelang berakhirnya bulan sa’ban. Gema Ramadhan terdengar dimana-mana, semua berkata “aku rindu Ramadhan”. Si Je’upong sebagaimana masyarakat muslim pada umumnya telah menyiapkan segala keperluan dalam menyambut bulan suci Ramadhan, mulai dari menghafal do’a-do’a sholat tarawih, do’a sahur, doa buka puasa dan amalan-amalan sunnah lainnya. Topik utama yang juga selalu tak pernah ketinggalan dibahas adalah menu-menu spesial kala berbuka puasa. Ibarat balapan motor, si Je’upong sudah tak sabar lagi tuk tancap gas dalam menyambut bulan Ramadhan.

Seperti biasa pada sepuluh hari pertama Ramadhan, seluruh surau dan masjid sesak oleh berjubelnya para jamaah. Demikian juga si Je’upong yang tak mau ketinggalan bertarawih walau hanya kebagian tempat di teras surau, dia terlihat begitu antusias dan langsung tancap gas dalam beribadah. Setelah selesai sholat tarawih diikuti dengan aktifitas tadarrus yang masih harus antri karena banyak santri-santri lain yang ikut mengaji, dan selepas tengah malam dilanjutkan dengan agenda “atung-tung” (membangunkan orang untuk sahur). Dengan alasan ingin memperoleh pahala yang lebih besar, malam berikutnya si Je’upong berpindah-pindah sholat tarawih ke surau-surau yang lebih jauh dari rumahnya, padahal tujuan sebenarnya cuma mencari mushalla yang tercepat dalam mengerjakan sholat tarawih. Berbagai aktifitas yang padat tersebut membuat si Je’upong kelelahan hingga kadang sholat subuhnya terabaikan.

Pada sepuluh hari kedua rutinitas beribadah si Je’upong kelihatan mulai agak menurun dibanding sepuluh hari pertama. Sholat tarawih mulai tak lengkap lagi jumlah rakaatnya, demikian juga dengan keistiqamahan tadarrusnya. Walaupun setiap selesai sholat tarawih pak Kyai selalu bertausyiah tentang besarnya pahala-pahala ibadah disepuluh hari kedua dan sepuluh hari terakhir, namun semua itu tak membuat si Je’upong beranjak lagi. Kegiatan yang masih rajin tersisa hanyalah acara ngabuburit ke tepi pantai bersama teman-temannya dan buka puasa yang selalu istimewa bahkan semakin spesial. Tanpa si Je’upong sadari lambat laun cara dia berpuasa hanya sekedar merubah jam makan saja. Biasanya sarapan jam 6 pagi dimajukan ke jam 3 pagi dan jatah makan jam 12 siang dirapel dengan jatah makan malamnya. Berpuasa bukan juga membuat si Je’upong lebih hemat, malah jauh lebih boros dibanding bulan selain Ramadhan, tapi bukan untuk berbagi pada kau dhuafa melainkan hanya dihabiskan untuk menciptakan pesta-pesta kecil kala berbuka puasa.

Di sepuluh hari yang terakhir si Je’upong mungkin sudah lupa dengan kata-kata yang pernah diucapkan akan rindu Ramadhan dan ia juga tidak merasakan sedih akan ditinggal bulan Ramadhan. Dibeberapa mushalla tempat dia sholat tarawih mulai tampak tinggal satu dan dua shaf saja, sementara si Je’upongpun sudah tidak kelihatan batang hidungnya. Rutinitas tadarrusan sudah tutup buku dengan dalih di mushalla sudah selesai khataman. Bila jamaah perempuan yang bertarawih tinggal satu shaf dengan alasan kebetulan sama-sama datang bulan diakhir bulan ramadhan, sementara si Je’upong berhenti beribadah dengan alibi sibuk mempersiapkan hari Lebaran. Meski dengan ibadah yang demikian, disetiap tanggal ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan, si Je’upong masih percaya diri berharap akan memperoleh berkah Lailatur Qadar. (wallahualam bissawab).

Kisah ini hanyalah sepenggal roman picisan, pulau Bawean dengan kereligiusan masyarakatnya tentu tak ada orang seperti si Je’upong yang menjadikan Ramadhan hanya sekedar seremonial saja. Si Je’upong adalah sebuah contoh kecil dalam cerita fiksi untuk dijadikan pengalaman dan pelajaran bagi anak-anak muda sekarang. Seperti kata orang bijak bahwa belajar dari kesalahan orang lain ada baiknya agar tak terperosok ke dalam lubang yang sama.
Adapun ibadah puasa menurut imam Al Ghazali dibagi kedalam tiga tingkatan :
1.Tingkatan awam/umum, ditingkatan ini adalah orang-orang yang hanya tidak makan, minum dan bersetubuh di siang hari, tapi mata mulut dan telinga serta tangan dan kaki tidak berpuasa. Bergosip/ghibah, tidak menjaga emosi dan amarah,dsb. Berpuasa hanya menahan lapar dan haus.
2.Tingkatan khusus, puasa yang sebenarnya dimulai dari tingkatan ini, tidak hanya menjaga dari makan dan minum serta bersetubuh, tapi panca inderanya juga berpuasa. 
3.Tingkatan khususnya al khusus, puasa ini adalah tingkatan tertinggi, tidak hanya cukup menjaga makan, minum dan bersetubuh serta panca indera waktu berpuasa tapi juga menjaga bathin dan pikirannya dari membayangkan minum dan bersetubuh. Berpuasa ditingkat ini sudah tidak mengharap pahala puasa lagi, tapi mengharap ridho Allah swt. Ikhlas karena Allah dan hanya Allah yang menilai puasa kita. 

Jika dihubungkan dengan cara si Je’upong berpuasa, mungkin dia berada dikategori yang lain, karena puasanya hanya sekedar menggugurkan kewajiban dan kurang peka akan makna puasa. Di bulan Ramadhan si Je’upong tak pernah merasakan seperti apa penderitaan kaum dhuafa. Menjadikan bulan Ramadhan bukan lagi bulan puasa melainkan bulan pesta, segala makanan mewah justru dikonsumsi di bulan puasa sampai “katabuen”. Melalui cerita ini pembaca setia Media Bawean sejenak diajak untuk menelaah, berada ditingkatan manakah puasa yang dikerjakan selama ini ??? selamat menunaikan ibadah puasa, marhaban yaa Ramadhan..

SHARE :

4 comments

Henny 28 Juli 2011 pukul 22.10

hehehe....komenku cm satu kata kak lut, ...Lanjutkan !!!
semoga bermanfaat bagi kita semuaa , selamat menuanaikan ibadah puasa..:D

Anonim 29 Juli 2011 pukul 07.43

Ini tulisan dibuat dimana, di laut, di darat atau di udara? Cuma satu kata, kerren, hehe... (Rizal, Gresik)

Anonim 29 Juli 2011 pukul 08.41

Marhaban yaa ramadhan smg puasa kita berada di tingkatan tertinggi, amin ya rabbal alamin (NH,BWN )

Anonim 29 Juli 2011 pukul 21.15

semoga je' upong merubah tabiatnya hingga puasanya penuh dan itrah kembali. amin. selamat menyambut ramadhan dg hati ceria.

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean