Media Bawean, 3 Agustus 2011
Oleh : Ali Asyahar
Pulau elok ini telah melahirkan banyak tokoh nasional. Tersebutlah Kyai Asy’ari (Mbah Ngare) ahli falak dari desa pekalongan yang menjadi gurunya Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari Jombang. Ada Kyai Abdul Hamid Pancor yang tercatat sebagai salah satu Rijalu Makah yakni orang ‘alim yang menjadi gurunya para ulama di Makah. Konon beliau sering didaulat menjadi imam di Masjidil Haram. Di jagad NU ada sosok HM.Husni Minwari.
Husni Minwari lahir di Bandung tanggal 15 Nopember 1929 dari pasangan H.Minwari (Maos Cilacap) dan Hj. Siti Zumri dari Suwari Bawean. Saudaranya berjumlah 6 orang yakni Hj.Siti ‘Urfiyah, Moh.Munzil, H.Ahmad Fuad, Siti Nurhayati, Hj.Siti Qamariyah dan H.M.Ghazali. Semuanya sudah berpulang kecuali Siti Nurhayati dan Hj.Siti Qamariyah.
Dimasa kecilnya ia tergolong anak yang beruntung karena dapat mengenyam pendidikan secara baik. Dimulai dari tingkat dasar, menengah atas bahkan perguruan tinggi. Ia juga nyantri di beberapa pesantren. Sayang, tidak ada pihak keluarga yang bisa mengingat di mana saja Husni Minwari bersekolah dan nyantri. Mereka hanya bisa menyatakan bahwa sekolah dan pesantrennya ada di daerah Bandung.
Sejak muda ia sudah aktif di organisasi. Yang paling menonjol adalah keaktifannya di Pandu Ansor tingkat nasional. Ia juga pernah menjabat ketua Pandu Ansor Jawa Barat. Rozy Munir (alm) menulis bahwa tahun 1959 Husni Minwarih adalah senior dan pelatih Pandu Ansor. Husni Minwarih melatih kontingen dari Indonesia yang berjumlah 100 orang. Mereka akan mengikuti Jambore Kepanduan se dunia di Makiling Losbaros Piliphina. Yang tercatat sebagai senior kala itu adalah Husni Minwari (Bawean) , Danial Tanjung, Idham Chalid, Anshori Syam, Fathurazi (Jakarta) dan Najid Muchtar ( Jakarta). Sedangkan anggota Pandu Ansor yunior diantaranya adalah Rozy Munir (Mojokerto) dan Sholahudin Wahid (Jombang). Saat Gus Sholah hadir di PP.Hasan Jufri tahun 2009 ia bercerita bahwa ada kawan karib dan seniornya dari Bawean namanya Husni Minwari. Memang, meski lahir dan banyak menghabiskan waktunya di Bandung namun Husni Minwari selalu memperkenalkan diri sebagai orang Bawean.
Pada era revolusi fisik melawan Belanda Husni Minwari bergabung dalam Hizbullah Solo. Ia mengalami banyak sekali pertempuran melawan penjajah. Namun yang paling heroic adalah pertempuran di pasar Pon Singosaren. Di dekat pohon asam itulah banyak sekali lasykar Hizbullah yang gugur sebagai syahid. Saat Hizbullah dilebur menjadi TNI ia lebih memilih di luar atas nasehat ibunya. Namun jiwa perjuangnnya tak pernah padam. Saat DI/TII Kartosuwiryo memberontak ia bahu membahu dengan pasukan Siliwangi menumpasnya dalam operasi pagar betis.
Dalam setiap pergantian orde ia ikut mewarnai. Saat Gestapu 1965 menghebat ia menjadi target utama komunis di Jawa Barat. Namun ia bisa melewatinya dengan baik. Bahkan saat golkarisasi tahun 1971 ia teguh di partai NU meski mengalami tantangan hebat. Konsistensinya menjadikan namanya harum. Ia memilih tetap di PPP dan wilayah kerjanya meliputi kawasan pantura yaitu Cirebon, Karawang dan Indramayu.
Sikapnya ramah dan bersahabat. Jiwa santrinya yang egaliter dan terbuka menjadikannya ia bergaul dengan siapa saja. Salah seorang sahabatnya dari Suwari, Matlubi, memaparkan bahwa Husni Minwari adalah sosok yang senang silaturahim.” Pak Husni itu orangnya ramah, egaliter dan senang silaturahim. Ia bergaul dengan banyak orang meskipun non-NU” terangnya. Sementara itu Moh. Fauzi (putra pertama) menjelaskan bahwa ayahandanya adalah pejuang tulen. ”Rama memang pejuang tulen. Meski sakit parah beliau tetap mengikuti perkembangan situasi. Beliau sering meminta dibacakan koran. Tahun 1998 beliau pernah menyatakan bahwa Gus Dur akan jadi presiden. Dan benar, setahun kemudian Gus Dur benar-benar menjadi presiden. Saat menjabat anggota DPRD Jawa barat beliau terlibat konflik dengan sesama anggota DPRD yang menyebabkan beliau mundur. Namun hebatnya beliau tetap akrab dan menjalin silaturahim dengan musuhnya tersebut.” Terangnya.
Beliau wafat di Bandung tanggal 8 Agustus 1999 diusia 70 tahun dengan meninggalkan 8 orang putra-putri hasil pernikahannya dengan Hj. Siti Muniyati. Mereka adalah Moh.Fauzi, Hj.Fauziyah Zalinar , S.Pd, H.Moh.Riki Farid, Siti Farida Hanum, Hj.Siti Lusi Dalilah, Hj.Siti Robi’ah, Siti Munawaroh dan Siti Nur Laila.
Ditengah krisis keteladanan saat ini patut kita belajar dari para pendahulu kita. HM.Husni Minwari telah memberi keteladanan berupa pengabdian yang tulus untuk sesama sepanjang hayatnya. Semoga Allah SWT membalas dengan selayaknya. Amin.
Nara Sumber :
Bapak Moh.Fauzi (putra pertama kini tinggal di Kroya Cilacap)
Bapak Matlubi (sahabat kini tinggal di Suwari)
Keterangan Foto : Sudah ada kodenya. Husni Minwari, Idham Chalid dan Anshary Syam.
1 comments:
bagus...bagus....
Posting Komentar