Media Bawean, 20 November 2012
Oleh : Baharuddin, SH. MH.
Bahwa, manusia adalah mahluk yang hidup berkelompok. Kelompok manusia tersebut dapat berwujud komunitas desa, kota, pulau , kekerabatan atau kelompok adat yang lain yang kemudian menampilkan corak tersendiri yang disebut suku bangsa. Van Vollen Hoven membagi Indonesia kedalam 19 daerah adat, dan setiap adat dibagi menjadi kukuban-kukuban. Orang Bawean menurut Emmanuel Subangun, Sosiolog, berasal dari sejumlah daerah seperti Kalimantan, Jawa, Madura, Sulawesi, Sumatera dan lain-lain yang kemudian menjadi etnis Bawean yang di Singapore dan Malaysia disebut Boyanis. Saat ini orang Bawean tersebar dimana-mana, di dalam maupun di luar negeri. Seiring dengan itu, permasalahan demi permasalahan bagi orang Bawean baik di ranah maupun di perantauan selalu timbul baik dalam bidang soaial ekonomi, akhlak, kualitas sumberdaya manusia, sumberdaya alam, budaya, bahasa, pembangunan infrastruktur, transportasi dan sebagainya.
Menyadari hal tersebut maka didirikanlah suatu wadah Karukunan Toghellen Bawean (KTB) atas rekomendasi Semiloka tanggal 16 Maret 2010. Hadir dalam Semiloka tersebut sejumlah tokoh masyarakat Bawean di perantauan. Ajengan KH .Zezen Zainal Abidin – pengasuh pesantren di Sukabumi Jawa Barat, bukan keturunan Bawean, tapi sangat tertarik dengan Bawean – juga hadir dalam Semiloka itu. Sebagai tindak lanjut dari Semiloka, dibentuklah TIM 17 yang beranggotakan 17 orang – terdiri dari para tokoh warga Bawean – dan dalam rapatnya tanggal 30 April 2010 terbentuklah wadah bagi orang-orang Bawean dengan nama Karukunan Toghellen Bawean disingkat KTB, lengkap dengan kepengurusan yang terdiri dari Dewan Prtimbangan Adat, Pengurus dan Pleno. Dalam kepengurusan itu duduk tokoh utama NU, Muhammadiyah, Muslimat, Aisiyah, Pengasuh Pesantren, tokoh pendidikan, tokoh agama dan tokoh pemerintahan, sejumlah Kepala Desa, Dewan Masjid, seniman, budayawan dan lain-lain.
KTB bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat warga Bawean, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan, bahasa, merajut kebersamaan, menjalin cinta kasih atas dasar senasib sepenanggungan dan mengembangkan segala usaha yang bermanfaat bagi masyarakat guna mewujudkan Bawean yang lebih baik.
Disamping itu KTB diharap juga untuk mencerdaskan dan meningkatkan kemampuan masyarakat adat dalam mempertahankan dan mengembangkan kearifan adat untuk melindungi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Ikhtiar untuk mewujudkan harapan tersebut, maka program pertama yang dicanangkan adalah penggalangan dana secara massif dan sistemis yang disebut Gelar Bawean. Gelar Bawean bermakna Gerakan Lima Ribu Rupiah bagi orang Bawean yang tinggal di Bawean, Gerakan Lima Dolar Singapore bagi orang Bawean yang tinggal di Singapore, Gerakan Lima Ringgit bagi orang Bawean yang tinggal di Malaysia, Gerakan Lima Dolar US bagi orang Bawean yang tinggal di Negara selebihnya. Bantuan tersebut diharap dilakukan setiap bulan. Manajemen Gelar sudah dirancang serapi mungkin. Dsetiap dusun ditunjuk seorang juru pungut, setiap desa dan kecamatan ditunjuk masing-masing coordinator desa dan coordinator kecamatan.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut : Juru pungut setiap awal bulan melakukan penarikan kesetiap Kepala Keluarga dan mencatatnya pada kartu yang disediakan untuk itu. Paling lambat tanggal 10 tiap-tiap bulan, Juru Pungut harus menyerahkan uang Gelar kepada Koordinator desa. Sebelum tanggal 15 tiap-tiap bulan, Koordinator Desa harus menyetor uang tersebut ke rekening KTB di Bank Jatim. Slip setoran diserahkan kepada Bendahara KTB lengkap dengan data nama-nama penyumbang. Setiap ahir bulan Bendahara KTB melakukan rekapitulasi jumlah uang yang masuk secara keseluruhan lalu di ekspos lewat Media Bawean dan media khusus yang disediakan untuk itu sebagai bentuk pertanggungjawaban bulanan bagi pengurus KTB kepada warga Bawean. Dengan cara begitu, perkembangan keuangan dari bulan ke bulan akan dapat diketahui oleh orang Bawean dimanapun juga berada. Setelah di Bawean berjalan dengan lancar, maka Gelar akan dikembangkan ke daerah dan Negara lain dimana orang Bawean berada.
Dana Gelar terebut tidak akan dikurangi sedikitpun. Disimpan di Bank atas nama Ketua dan Bendahara KTB. Adapun biaya operasional organisasi dicarikan dari pos lain. Setelah berjalan satu tahun, Pengurus KTB dan Manajemen Gelar akan mengadakan rapat untuk membahas pemanfaatan uang tersebut. Setelah sukses di Bawean Gelar akan dikembangkan di luar Bawean termasuk di luar negeri.
Seiring dengan pelaksanaan Gelar, KTB akan melakukan silaturrahim kesejumlah komunitas warga keturunan Bawean. Hal itu sebenarnya sudah dilaksanakan walau sifatnya sporadis. Penulis, dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua Umum telah melakukan pertemuan dengan Pengurus Persatuan Bawean Singapore di kantor Presiden PBS di Singapore, kemudian dilanjutkan pertemuan dengan sejumlah jajaran Pengurus PBS dan Ketua Ikatan Bawean Batam di hotel Goodway Batam, pertemuan juga dilakukan dengan sejumlah warga Bawean di Kuala Lumpur dan Johor Bahru.
Atas lahirnya KTB dan program Gelar, sambutan oarng Bawean baik di ranah walaupun di perantauan, di dalam maupun di luar negeri, sangat luar biasa. Bahkan ada juga yang sudah membayar selama satu tahun
Sayang, KTB dan program Gelar tidak berjalan sesuai dengan. Harapan. Bahkan boleh dikatakan sudah mati. Disisi lain, warga Bawean dihadapkan kepada permasalahan transportasi laut yang tidak menentu yang menimbulkan gelombang pro dan kontra atas kebijaksanaan Pemerintah Kabupaten yang tidak memperkenankan KM. Ekspress Bahari beroperasi melayari Gresik – Bawean dan sebaliknya. Dalam masalah tersebut, setiap orang Bawean seakan punya kapasitas untuk mencurahkan pendapat bahkan sumpah serapah dan caci maki kepada Pemerintah Kabupaten. Dalam keadaan demikian ternyata KTB tidak hadir disana. Kenapa KTB layu sebelum berkembang?
Jawaban atas pertanyaan tersebut sangat layak ditujukan kepada Pengurus KTB. Walau mereka adalah tokoh dan sosok dilingkungannya masing-masing, mereka adalah pemimpin local. Yang mereka pikirkan bukan bagaimana cara memajukan Bawean, tetapi bagaimana cara memajukan kelompoknya. Kelompok tersebut bisa saja berbentuk pondok pesantren, sekolah, yayasan, desa dan sebagainya. Mereka – para Pengurus KTB itu -- umumnya tidak bisa bekerja secara team work, mereka biasa bekerja secara one man show.Mereka tidak bisa dipimpin, bisanya hanya mau memimpin.
KTB tidak boleh mati. Gelar harus tetap dilanjutkan. Tapi pengurusnya harus dibubarkan. Diganti yang lebih enerjik dan mempunyai hati yang tulus untuk memajukan Bawean, bukan hanya memajukan kelompoknya. Untuk itu tidak perlu banyak orang sampai puluhan sebagaimana pengurus KTB sekarang. Cukup 5 – 7 orang saja.
Saat ini Asosiasi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) sedang berkumpul di Banyuwangi Jawa Timur, dengan agenda yang berkaitan dengan pelestarian adat dan isue-isue nasional lainnya. KTB tidak masuk didalamnya padahal kita layak ada disana. Sekali lagi pengurus KTB -- meminjam istilah Iwan Fals – harus segera dibongkar agar kita bisa tampil di forum nasional dan dapat mewujudkan tekad : Merajut kebersamaan meraih harapan. Semoga.
Penulis adalah Wakil Ketua Umum KTB.