Media Bawean, 5 Mei 2013
Apa yang kita perbuat tentunya berbeda dengan apa yang kita harapkan, baik menurut kita belum tentu untuk yang lain. Dalam liku-liku kehidupan kita selalu dihadapkan pada dua hal yang berupa tanggapan atau penilain “ PRO AND KONTRA” terhadap sesuatu yang kita lakukan, begitu juga dengan sebuah perjuangan butuh kesabaran, keikhlasan, dan ketabahan karena kadang perjuangan itu akan di caci maki, di hujat dan dipandang remeh, itulah hakekat perjuangan.
HAKEKAT SEBUAH PERJUANGAN
Tanpa pandang pamrih atau imbalan apapun, itulah arti sebuah perjuangan. Ia hadir ditengah relung hati ketika tak banyak orang melakukan hal melelahkan. Bak relawan yang datang dari medan perang.
Demikianlah arti sebuah perjuangan. Kadang kehadirannya dimedan perang dipuji, namun tak jarang pula di caci maki, di hujat dan dipandang remeh. Disanalah hakekat perjuangan, siap melangkah bagaimanapun derasnya arus yang datang menghampiri.
Bertahan diantara ribuan orang tentunya tak semudah membalikkan telapak tangan, semuanya butuh tidak dari sekedar semangat.Tak jarang keringatnya bercucuran bak curah hujan dari langit hanya sia-sia dan dipandang sebelah mata bagi sebagian yang kurang simpati atas perjuangannya. Namun ada Allah disana yang menghitung setiap tetes keringatnya.
CINTA AKAN MEMINTA SEMUANYA DARIMU
Jalan ini hanya untuk mereka yang mengenal Tuhannya. Tanda cinta kita pada Sang Pencipta. Cinta akan meminta semuanya darimu, karenanya perjuangan membutuhkan sebuah totalitas. Tidak bisa setengah-setengah dalam melakukannya, karena hasilnya pun akan setengah pula sesuai dengan kadar yang kita lakukan. Dalam surat As-Saff ayat 4, Allah SWT. berfirman: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dengan barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.
RAPATKAN BARISAN
Merapatkan barisan, memperbaiki pondasi yang mulai runtuh dan mengecatnya kembali hingga perjuangan ini terasa lebih indah. Ia akan terasa lebih mudah dilakukan oleh pejuang yang tidak pernah berhenti percaya, bahwa ada Allah yang senantiasa mengiringi di setiap langkahnya.
Muhammad Muhyidin berkata bahwa apa yang menyebabkan kita tidak berani dan tidak siap untuk berjuang? Sedangkan perjuangan itu sendiri merupakan keadaan yang kita harapkan? Kita sebenarnya jenis manusia yang pada umumnya, maunya aman-aman saja, maunya baik-baik saja, maunya senang-senang saja, dalam artian malas berjuang dan hanya ingin menikmati enaknya saja.
Kita ingin bahagia, karena kebahagian itu manis, kesenangan itu didambakan. Tapi lain halnya dengan penderitaan? Siapa yang ingin menderita? Siapa yang ingin sakit dan sedih? Dan siapa pula yang ingin menghadapi kesulitan, beban dan kesusahan?
KOPI DAN GULA
Ibarat kopi dan gula, kopi akan terasa hambar dan pahit. Tapi jika kita sudah terbiasa dengan kopi pahit, hal itu tidak jadi masalah, berarti kita tidak perlu gula. Tetapi jika kita menghendaki kopi kita manis, kita perlu memasukkan gula ke dalam secangkir minuman kopi kita.
Kopi kita tidak akan terasa manis tanpa gula. Namun untuk membuatnya manis tidak perlu satu cangkir gula. Satu sendok gula saja sudah cukup. Artinya apa? Kesulitan, penderitaan, kesusahan dan kesengsaraan itu penting untuk kita.
Deretan nama mengagumkan seperti Nelson Mandela, Mahatma Gandhi sampai dengan Rasulullah SAW semuanya melalui berbagai penderitaan yang tidak sedikit dalam hidupnya.
PEJUANG HEBAT SEPANJANG SEJARAH
Mandela menjadi kuat dan terhormat karena puluhan tahun dipenjara, disakiti serta diasingkan. Sekarang ia tidak saja terhormat dan disegani, tetapi juga model demokrasi yang mengagumkan bagi Afrika Selatan.
Gandhi besar karena hatinya terketuk oleh kesedihan akibat diskriminasi dan penjajahan. Ketika berhasil, ia menolak memetik buah kekuasaan dari hasil perjuangannya yang panjang, lama sekaligus mengancam nyawa.
Rasulullah Muhammad SAW, menurut Salim A Fillah beliau adalah mahaguru cinta sepanjang masa. Begitu besar rasa cintanya pada umatnya meskipun sebagian besar menorehkan penderitaan yang luar bisa kepadanya.
Umar pernah menangis menyaksikan Rasulullah tidur beralas tikar kulit kasar yang dijalin rerumputan, alas yang membuat punggungnya berbekas bilur. “ Sungguh Ya Rasulullah, Kisra dan Qaishar bertelekan diatas bantal dan permadani suteranya, pelayan pun hilir mudik menyediakan keperluannya, sementara kedudukanmu disisi Allah jauh lebih mulia. “Keluh Umar. Ini salah satu keluhan yang kurang ia suka, tapi dengan senyum termanis yang pernah disaksikan dunia, ia menjelaskan, “ Apakah engkau tidak ridha mereka mendapat dunia sedang kita menyimpan akhirat wahai Ibnul Khattab?”
Masya Allah, masih pantaskah kita mengeluh bahwa perjuangan kita berat?
Bersemangatlah Wahai saudaraku…..