Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Panganten Nammataken,
Alunan Kitab Suci Dari Poadi

Panganten Nammataken,
Alunan Kitab Suci Dari Poadi

Posted by Media Bawean on Sabtu, 24 Agustus 2013

Media Bawean, 24 Agustus 2013

Di Tepi Zaman (4)

Oleh Baharuddin (Pembina Teater Astaga) 


Musim menikah sedang berlangsung di Bawean. Dimulai sejak ‘pertengahan’lebaran, tanggal 2 Syawal, sampai saat ini belum juga usai. Bulan Syawal adalah bulan yang paling tepat untuk mengadakan resepsi perkawinan. Sanak-famili banyak yang mudik dari perantauan.

Tradisi di Bawean, para gadis – paling tidak – harus hatam al Qur’an sebelum naik ke pelaminan. Bahkan lebih afdlal jika dapat melagukannya dengan suara merdu. Mengapa?. Dalam rangkaian acara perkawinan terdapat sebuah ritual yang disebut panganten nammataken di Sangkapura namanya panganten matammat-tammat.

Terop sudah didirikan di depan rumah mempelai untuk menampung undangan yang datang.Janur kuning melengkung dipasang di depan pintu dan di gerbang kampung. Dhungka dari ronjhengan di sebelah dusun tidak henti-hentinya di tabuh oleh sejumlah remaja puteri sebagai pertanda bahwa akan segera datang masa bahagia dari sepasang sejoli yang akan mengahiri masa bujangnya. Poadi pun sudah dipersiapkan sebagai singgasana bagi ‘raja dan ratu’ sehari.

Nah, disuatu siang, di bulan baik dan hari baik, perhelatan itu akan segera dimulai. Mempelai wanita berjalan dari balik pintu kamar menuju pelaminan dengan pakaian yang sungguh amat menawan. Dengan di iringi toa-toa ia berjalan dengan langkah pelan dan wajah agak merunduk. Undangan -- yang semuanya kaum hawa – duduk di atas permadani di depan poadi dengan wajah berseri dan pakaian yang paling bagus. Sedangkan undangan pria duduk di bawah terop Tidak ada mempelai lelaki pada waktu itu. Mempelai wanita duduk seorang diri.Di depannya terdapat meja dengan al Qur’an diatasnya. Prosesi panganten nammataken akan segera di mulai.

Bismillahirrahmanirrahim. Wadldluha, wallaili ida saje …….. suara pengantin itu amat merdu. Walau iramanya datar dan monoton, nuansanya amat syahdu. Para undangan menyimaknya dengan seksama dan tidak ada yang berisik. Yang dibaca adalah surat-surat pendek pada Juz Amma. Setiap sampai pada akhir surat, maka di bacalah kalimat Allahu Akbar,laa ila ha illallahuwalla hu akbar, juga dengan nada datar. Lalu gong dipukul sebanyak tiga kali. Suara gong itu menggema di seantero rumah, bahkan sampai keluar terop. Lalu, sang Pengantin melanjutkan bacaannya lagi, masih tetap dengan nada yang sama : Bismillahirrahmanirrahim …… Ritual itu berakhir setelah bacaan al Qur’an sampai pada surat an Nas.Sebelum aqdunnikah itu berlangsung, pengantin puteri harus e okep (pingit), tidak boleh bertemu dengan banyak orang, bahkan dengan calon suaminya sekalipun selama 40 hari 40 malam. Pada saat e okep itulah ia memperhalus bacaan al Qur’an dan lagunya kepada ustadzah yang alim dalam membaca al Kitab suci itu.

Kini, ketika panen pengantin tiba, tidak ada lagi panganten e okep dan suara dhungka. Juga tidak panganten nammataken. Dan itu berarti berakhirnya sebuah puisi.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean