Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Demam Batu, Zaman Batu
dan Kepala Batu

Demam Batu, Zaman Batu
dan Kepala Batu

Posted by Media Bawean on Selasa, 12 Mei 2015

Media Bawean, 12 Mei 2015

Oleh : Ali Asyhar. Dosen STAIHA dan Wakil Ketua PCNU Bawean

Kini sedang musim batu akik. Tak heran, semua obrolan berkisar seputar batu akik dengan aneka jenisnya. Ada jenis bacan, zamrud, lavender, kecubung, giok, ruby dan seterusnya . harganya juga beragam. Dari seratus ribuan sampai puluhan bahkan ratusan juta. Pertanyaan pertama adalah: Ada apa dengan batu akik? Kenapa orang rela merogoh kocek untuk membelinya? Jawabanya adalah : di batu akik terdapat keindahan bagi pecintanya. Untuk memperoleh keindahan, seseorang berani memburunya meski harus berhutang. Persis dengan pecinta suara burung perkutut atau keelokan ikan Arwana.

Dalam memaknai keindahan setiap orang sah memiliki persepsi berbeda. Sebagian berpendapat bahwa jari tangan yang dilingkari batu akik akan terlihat indah meski jari itu sudah keriput. Semakin banyak batu akik dipasang akan semakin indah. Sebagian yang lain berpendapat bahwa keindahan itu akan hadir bila batu akiknya sepadan dengan jarinya. Jari yang bersih dan terawat bisa jadi akan semakin indah bila dihiasi dengan batu akik atau cincin. Tapi sebaliknya, jari yang kotor nan jorok akan semakin ruwet bila ditambah dengan batu. Apalagi 10 jari dipenuhi dengan batu akik. Di mana letak keindahannya?

Zaman batu

Zaman batu adalah bagian dari zaman prasejarah. Yakni zaman orang-orang purba yang masih nomaden. Hidup berpindah dari satu gua ke gua yang lain. Mereka mencukupi kebutuhannya dengan cara berburu. Apakah tercukupi? Cukup, karena hewan buruan melimpah ruah dan dunia masih berisi hutan belantara.

Di zaman yang belum mengenal tulisan itu manusia menggunakan batu sebagai alat batu hidup. Alat potong, alat memasak dan sebagainya terbuat dari batu, tulang dan kayu. Mereka juga memuja batu-batu besar yang diyakini memiliki kekuatan magis. Tak ayal, batu menjadi sandaran kehidupan nenek moyang kita ribuan tahun silam.

Lalu apa hubungannya zaman batu dengan batu akik? Zaman batu adalah istilah untuk masa di mana batu begitu berharga. Tingkat kecerdasan dan keahlian manusia saat itu hanya sampai pada batu. Mereka belum mengenal besi apalagi plastik. Sedangkan batu akik adalah jenis batu yang dibuat untuk aksesoris. Kecerdasan manusia saat ini sudah jauh melampaui manusia purba. Manusianya memang jauh berbeda tetapi status batunya tetap sama. Batu di zaman purba sama dengan batu saat ini. Yakni sama-sama benda mati yang tidak memiliki apa-apa. Ia ikut berharga bila digunakan untuk hal mulia (seperti hajar aswad yang digunakan pijakan Nabi Ibrahim dan Ismail ketika pertama kali membangun Ka’bah). Ia juga menjadi berharga bila digunakan untuk bangunan masjid, jalan raya, jembatan dan seterusnya. Namun ia tidak bernilai apa-apa bila dibiarkan tergeletak. Batu tetaplah batu selevel dengan kayu, pasir dan air.

Kepala batu

Benarkah batu akik itu bertuah? Benarkah batu kecubung itu membawa keberuntungan? Wahai saudaraku..batu tetaplah batu. Ia akan berkilau kalau kita gosok. Batu akan hancur bila kita pukul dengan palu. Lalu dari mana tuah itu muncul?

Sejarah telah mencatat bahwa kejayaan suatu bangsa dan agama karena ilmu pengetahuan dan budii pekerti. Bangsa yang jaya dan bermartabat selalu mengedepankan akal sehat. Peradaban klenik tidak pernah sekalipun mengemuka. Klenik hanya menjadi badut tontonan di setiap masa.

Kini Rusia dan Amerika Serikat sudah berembug untuk bekerja sama dalam pengembangan stasiun ruang angkasa. Mereka sudah menjejak planet dan benda-benda langit lainnya untuk misi kemanusiaan di masa depan. China kini juga sudah mendirikan pusat riset di kutub utara dan selatan. Sedangkan kita masih sibuk ngobrol tentang batu bacan yang konon bisa memunculkan aura kewibawaan? Apakah kita tidak termasuk manusia kepala batu?

Akhirnya

Selamat memakai batu akik. Tapi tetap menggunakan akal yang waras. Tak perlu mengeluarkan uang puluhan juta hanya karena batu. Masih banyak fakir miskin yang harus di sapa. Yakinlah bahwa demam batu ini akan segera berakhir. nasibnya akan sama dengan ikan hias dan bunga gelombang cinta yang numpang lewat.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean