Keindahan laut
Pulau Bawean mulai mengalami kerusakan lantaran ulah
masyarakat yang tidak bertanggungjawab. Terbukti, saat
ini hampir 80 persen terumbu
karang di wilayah perairan
yang mengelilingi Pulau Bawean rusak. Sehingga, pemerintah harus berfikir ulang
untuk menjadikan terumbu
karang sebagai ikon wisata.
Koordinator Kelompok Peduli Lingkungan Tasek Tanean
Iwan mengatakan saat ini
tinggal 20 persen saja terumbu
karang yang kondisinya masih
baik. Sedangkan sisanya sudah
mengalami kerusakan. “Penelitian ini kami lakukan dari
mulai bibir pantau hingga 5 mil
di perairan laut Bawean,”
ujarnya, kemarin.
Dikatakan, keinginan pemerintah untuk mempromosikan terumbu karang yang ada
di laut Bawean perlu dikaji
ulang. Kenyataanya, hanya 3
meter ke atas yang baik. Adapun
3 meter kebawah mengalami
kerusakan sangat parah. “Hampir seluruh terumbu karang dibagian dasar sudah rusak dan
karangnya mati. Hanya terlihat
sebagai kecil saja yang masih
hidup,” paparnya.
Menurut Iwan, kerusakan
terumbu karang ini lantaran
ulah masyarakat sendiri. Di
antaranya, dengan menyelam
menggunakan masker ke dalam laut. Selain itu, penggunaan potassium juga menyebabkan terumbu karang mati.
“Selama penyelaman dengan
masker masih beroperasi di
perairan laut Pulau Bawean,
jangan diharapkan terumbu
karang akan berkembang baik,
sebaliknya akan menambah
kerusakan,” ujarnya.
Selain persoalan terumbu
karang, Iwan juga membeberkan dampak-
Permen (Peraturan Menteri) KP N0. 2/Permen-KP/2015 tentang Larangan
Penggunaan Alat Penangkapan
Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di WPP. Adanya larangan
ini membuat nelayan dari berbagai daerah melakukan penangkapan ikan dengan alat
tangkap cantrang. “Padahal
alat ini semakin canggih untuk
mengambil ikan dan merugikan
nelayan,” imbuhnya. (bst)