Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Pluralism Agama, Apakah Menyamakan Agama?

Pluralism Agama, Apakah Menyamakan Agama?

Posted by Media Bawean on Jumat, 02 Desember 2016


Oleh: Anis Hamim
Staff Program pada the Wahid Foundation, Jakarta

Banyak beredar anggapan di masyarakat tentang pluralisme agama sebagai faham yang menganggap semua agama sama-sama benar. Anggapan ini bahkan melahirkan tuduhan bahwa orang-orang Muslim yang pro pluralism agama sebagai sesat, menyesatkan dan ingin menghancurkan Islam dari dalam.

Pluralisme (Berbilang) agama sebenarnya adalah suatu cara pandang yang menerima perbedaan agama sebagai realitas hidup. Cara pandang ini berangkat dari kenyataan bahwa di mana-mana, termasuk di Indonesia ada banyak orang yang memeluk agama berbeda. Ada yang memeluk Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Kong Hu Cu, Yahudi, Zoroaster, Bahai dan banyak lagi.

Kenyataan lainnya adalah masing-masing pemeluk agama yang berbeda tersebut sama-sama meyakini agama yang dipeluknya sebagai yang paling benar. Biarpun berbeda keyakinan, masing-masing pemeluk agama merasa harus hidup berdampingan secara damai termasuk dengan pemeluk agama lain. Berdasarkan kebutuhan untuk hidup damai inilah muncul konsep pluralisme agama.

Di sejarah masa lalu, perbedaan agama dan keyakinan sering menimbulkan konflik dan perang antar warga, masyarakat dan bangsa. Akibat terlalu agresif memaksakan keyakinannya, pihak yang menjadi sasaran menjadi tersinggung dan lalu angkat senjata. Atas nama agama, harta dan nyawa melayang, hidup menjadi tak karuan.

Maka, pluralism agama adalah semacam kontrak sosial yang ditawarkan bagi komunitas, bangsa dan negara yang warga nya berbeda agama tetapi ingin tetap bisa hidup bersama. Dengan konsep ini, perbedaan agama bukanlah penghalang untuk orang hidup berdampingan secara damai dan bekerja sama. Sikap inilah yang juga dicerminkan dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (Berbeda-beda tetapi tetap satu jua).

Jadi, Pluralism agama sama sekali tidak mengurusi status atau kualitas kebenaran ‘teologis’ suatu agama tertentu, tetapi memberikan payung kesepakatan bahwa setiap pemeluk agama yang berbeda berhak hidup bersama dan beribadah sesuai dengan keyakinan nya masing-masing. Agar bisa saling menghormati, setiap orang perlu dengan bijaksana menerima kenyataan bahwa orang lain yang berbeda agama sama-sama yakin akan kebenaran agama yang dipeluknya.

Misalnya saya yang yakin bahwa Islam adalah agama yang paling benar, juga perlu mengakui bahwa orang Kristen juga meyakini agamanya sebagai yang paling benar juga. Demikian juga teman saya yang beragama Kristen. Walaupun baginya agama Kristen adalah yang paling benar, dia juga perlu mengakui bahwa saya meyakini Islam sebagai agama yang paling benar.

Dengan kata lain, secara individu (wilayah privat) setiap orang berhak untuk meyakini kebenaran mutlak dalam agama yang dipeluknya. Tetapi, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (wilayah publik), dia juga harus bersedia menerima eksistensi orang lain yang punya keyakinan berbeda dengan diri nya.

Di bawah konsep pluralisme agama ini lah dikembangkan norma-norma kesetaraan di depan hukum dan kebebasan beribadah bagi setiap pemeluk agama yang berbeda. Juga, dihindari sikap-sikap ingin menang sendiri, pemaksaan kehendak, perlakuan diskriminatif, dan ujaran kebencian terhadap agama lain atas nama kebenaran agama nya. Bahkan di Indonesia ada larangan untuk berdakwah pada orang yang sudah beragama. Agar terbangun saling pengertian antar pemeluk agama, dianjurkan juga dialog-dialog antar agama.

Dengan demikian, bukannya menyamakan kebenaran semua agama, pluralisme agama adalah konsep hidup damai dalam suatu masyarakat, bangsa dan negara yang terdiri dari banyak pemeluk agama berbeda. Walaupun hidup bersama, masing orang tetap bisa menganut kebenaran teologis nya masing-masing secara utuh. Agar bisa hidup damai, pluralisme agama mensyaratkan kesediaan masing-masing pemeluk agama yang berbeda untuk saling mengakui adanya perbedaan keyakinan tersebut, saling menghormati, dan bertoleransi. Bahkan dengan identitas keagamaan yang berbeda, masing-masing bisa saling bekerjasama dalam urusan kemasyarakatan yang menjadi kepentingan/kebaikan bersama seperti mewujudkan kebersihan lingkungan, menolong orang terlantar dan menjaga keamanan/ketertiban.

Sederhana dan mulia kan?

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean