Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Menyibak "BETO RAJE"

Menyibak "BETO RAJE"

Posted by Media Bawean on Selasa, 22 Mei 2018



Oleh : Sugriyanto (Pakar Seni dan Bahasa Bawean)

Sebelum melancap ke penyingkapan rahasia di balik kisah "Beto Raje", maka perlu sekilas diberikan pemerian mengenai pelafalan dari ejaan nama kebesaran destinasi "Beto Raje". Fonem {e} pada nama "Beto" dan nama "Raje" dibunyikan pepet seperti bunyi fonem {e} pada kata "telah". Bila dicari padanannya dalam kata bahasa Jawa tertulis "watu" atau dalam bahasa maksalenya (sebutan turis bagi orang Malaju) tertulis "stone" yang bermakna batu. Sedang nama "Raje" dalam Bahasa Jawa sepadan dengan kata "gede" atau dalam bahasa "oreng potehnya" tertulis "big" bermakna besar. Kompositum nama "Beto Raje" dalam bahasa Jawa tertulis "watu gede" atau bahasa Inggrisnya "Big stone". Ukuran kebesaran batu ini adanya tiada tandingnya di dunia fana ini.

Beto Raje merupakan nama salah satu dusun atau kampung yang berada di Desa Pudakit Timur Kecamatan Sangkapura Gresik. Dusun ini belum seberapa terkenal dibanding dengan kepopuleran lima dusun lain yang berada di Desa Pudakit Timur. Tetangga dekat dari desa ini adalah Desa Pudikit Barat yang berbatas sungai sebagai penyibaknya. Pengunjung yang datang lewat dermaga pelabuhan Sangkapura cukup berbelok kiri dari jalan raya ke arah barat sekitar beberapa kilometer saja. Belum mencapai tiga kilometer arah barat dermaga sudah sampai ke kampung "Beto Raje".

Penamaan dusun "Beto Raje" dikaitkan dengan adanya bongkahan batu yang besarnya membikin kepala harus menggeleng dengan bersitan decak kagum atas keagungan ciptaan ilahi. Banyak orang datang mengunjungi dusun tersebut untuk melampiaskan rasa jenuh setelah sepekan didera pekerjaan dan kesibukan rutinitasnya. Pengunjung yang hendak mendaki ke puncak "Beto Raje" harus mengitari terlebih dahulu jalan setapak di sekeliling batu yang terus menanjak hingga mencapai puncak. Puncak "Beto Raje" yang pipih menyerupai landasan pacu helikopter atau helipad ini mampu menampung puluhan bahkan ratusan orang dalam posisi berdiri atau posisi menggelar tikar bersama keluarga. Pengunjung yang sudah berhasil mencapai puncak "Beto Raje" akan dapat melihat atau menerawang lepas pandangan ke berbagai penjuru hingga bentangan laut biru yang berkecupan mesra dengan cakrawala langit. Laut teduh terlihat sejauh mata memandang. Lebih menyenangkan lagi bila pengunjung yang datang ke sana membawa alat semprongan berdaya jangkau tinggi. Lewat kekeran alat penyemprong itu akan terlihat sedikit samar puncak Semeru di Pulau Jawa, terutama setelah hujan redah tanpa awan. Kerap kali warga sekitar dulunya bila hendak mengetahui kedatangan kapal dan perahu cukup beranjak naik ke atas "Beto Raje". Belaian angin sepoi dan semilir akan jurus menerpa diri para petamasya yang dapat membuat kesejukan tiada tara. Rambut panjang pun turut tergerai menjuntai dibuatnya. Tiupan angin sejuk itu sebagai kiriman angin gunung yang berada di sebelah utaranya. Benar-benar pengunjung semakin dimanjakan saja. Daun rindang dari dahan-dahan pohon di sekitarnya tetap memberikan kesejukan alami yang sulit dijumpai di tempat lain. Destinasi "Beto Raje" menjadi jujukan wisata alternatif yang perlu disibak misteri keberadaannya.

Di dekat "Beto Raje" terdapat pemandian umum yang cukup layak dan jernih airnya. Selain itu, fasilitas tempat ibadah juga berada tidak seberapa jauh dari sisinya. Kendaraan roda dua dan roda empat pun dapat dengan mudah parkir beberapa langkah di sekitarnya. Berkunjung bersama keluarga ke "Beto Raja" memberikan kepuasan tersendiri karena semua masih alami. Akses menuju "Beto Raje" bisa ditempuh melalui beberapa jalan masuk. Dari arah timur pengunjung bisa masuk lewat jalan poros Desa Bululanjang ke arah utara berbelok kiri melintasi jalan perkampungan Tandel. Selain itu jalan lain untuk menuju lokasi "Beto Raje" dapat ditempuh lewat jalan raya Padheleman. Dari jalan raya Padheleman berbelok ke kanan bila melaju dari arah timur akan melintas di jalan makadam sebelah barat pasar raya Padheleman menerus ke utara akan sampai ke sana. Jika harus melalui jalan ini akan sedikit menanjak untuk sampai ke lokasi.

Berdasarkan kilas sejarah masa silam teleh terbukti bahwa zaman batu merupakan zaman tertua di muka bumi ini. Sejarah tertua yang ada di Pulau Bawean pun berawal dari pendudukan seorang raja yang menetap di Desa Pudakit Timur dengan peninggalan berupa perkakas hidup berbahan batu. Konon, hamparan puncak "Beto Raje" kerap kali dipakai raja di saat bulan purnama tiba bercengkrama dengan permaisuri dan para selirnya. Di atas puncak batu yang rata itu seorang raja dapat bercumbu rayu atau berbulan madu. Raja dan permaisuri beserta selir-selirnya menghabiskan kemesraan hidupnya di atas puncak "Beto Raje". Tempat mandi basah setelah berbulan madu pun tidak seberapa jauh dari "Beto Raje". Raja bersama permaisuri dan para selirnya cukup turun sejenak menuju sungai yang kini dinamai "Songairaje" dalam acara mandi bersama.

Temuan baru yang cukup menggemparkan publik saat ini, di sekitar "Beto Raje" telah ditemukan jejak telapak kaki manusia sebelah kiri yang besarnya di luar ukuran manusia pada umumnya. Anehnya, telapak kaki manusia raksasa itu membekas dalam di atas sebuah lempengan batu. Kejadian aneh ini membuat warga sekitar berdecak heran seolah-olah merasa "tak anget" atau tak percaya kalau itu telapak kaki manusia pada umumnya. Setelah diterawang melalui ilmu tembus pandang ke berabad silam oleh pawang batu dipercayai bahwa bekas jejak telapak kaki itu adalah telapak kaki Dajjal sebelah kiri. Jejak itu kelak akan dicari oleh makhluk serupa manusia bermata satu atau "kicer" itu. Ia akan turun ke muka bumi pada akhir zaman menjelang kiamat tiba. Dajjal akan mengajak manusia untuk keluar dari perintah Tuhannya. Manusia akan mati di tangan Dajjal bagi mereka yang tidak mau mengikutinya. Sedang bagi mereka yang mau ikut dengan seruan Dajjal, baik sifat maupun prilakunya akan dilindungi olehnya. Hanya mereka yang berlindung di masjid dan tempat ibadah umat Islam lainnya yang akan selamat dari ancaman dan teror Dajjal. Terakhir, akan menyusul turun pula Imam Mahdi yang akan mengenyahkan Dajjal itu sendiri. Mau tahu rupa telapak kaki kiri yang dipercaya milik Dajjal, datang dan berkunjung ke kampong "Beto Raje" sebelum warga setempat menyibak batunya menjadi serpihan untuk keperluan sesaat dengan mesin slep penghancur batu. Alam ada cagarnya, budaya juga ada cagarnya, dosakah bila batu juga dicagar agar tidak "sar-sar" atau habis tinggal puing-puing kehancuran. Emannya...!

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean