Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Konversi Premium ke Pertalite Sebuah Keharusan

Konversi Premium ke Pertalite Sebuah Keharusan

Posted by Media Bawean on Kamis, 07 Oktober 2021


Oleh: Sugriyanto (Pakar Seni dan Bahasa asal Pulau Bawean

     Kabar yang sudah merebak di seantero Pulau Bawean adanya rencana penggantian penggunaan bahan bakar minyak dari premium ke pertalite. Orang awam mungkin banyak bertanya mengenai varian bensin yaitu premium, pertalite, dan Pertamax. Perbedaan antara ketiganya dapat dilihat dari kadar atau tingkat nilai oktannya. Istilah oktan dalam ilmu kimia adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar.

     Nilai oktan masing-masing jenis bensin ini bervariasi. Jenis premium memilki nilai oktan sekitar 88, jenis pertalite memiliki nilai oktan 90, dan nilai oktan pertamak 92. Perbedaan nilai oktan dalam pemakaian ini menyesuaikan dengan tekanan mesin jenis kendaraan. Saat ini rata-rata jenis kendaraan yang dimiliki warga Pulau Bawean sudah berjenis injeksen atau Jetmatic. Tekanan mesin jenis ini cukup tinggi sehingga membutuhkan jenis bensin beroktan tinggi. Sehingga konversi dari premium ke pertalite menjadi suatu keharusan. Warga Pulau Bawean seperti dibayang-bayangi rasa ketakutan dengan hadirnya jenis bensin pertalite. Sebutan lain yang masih memiliki nuansa perbedaan yakni dalam sebutan warna. Sebagian ada yang menyebut "bensin biru" dan sebagian ada yang menyebut "bensin hijau" gara-gara perbedaan ketajaman pandangan. Untuk memastikan persoalan warna ini dapat dilihat dari warna cat pom mininya yang berwarna hijau. Sebut "bensin hijau" saja bila sulit untuk menyebut pertalite.

     Kecemasan terhadap konversi bensin kuning dengan bensin hijau ini banyak dipicu oleh tukang bengkel abal-abal yang selalu melontarkan pendapatnya bahwa bensin hijau atau pertalite cenderung membuat mesin mengalami gangguan. Penyumbatan sering terjadi pada filter atau saringan pengudaraan akibat pertalite yang selalu menyisakan kerak. Jenis pertalite ini sebenarnya lebih tinggi tingkat penguapannya dibanding jenis bensin premium. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah persoalan kebersihan dari tanki atau drum yang menjadi wadah pertalite kadang kurang bersih. Bekas drum minyak palm atau minyak goreng kadang dipakai untuk mewadahi jenis bensin pertalite sehingga terjadi pelelehan atau percampuran yang berakibat bensin pertalite menyisakan kerak.

     Persoalan mendasar penjualan BBM di Pulau Bawean kurangnya kecukupan modal usaha para pelaku BBM pada umumnya, baik untuk DP (Down Payman) maupun modal usaha. Andaikan pengusaha BBM di Pulau Bawean memiliki modal berkecukupan untuk apa penjualan BBM disubkan lagi ke agen pengecer. Sistem makelar atau calo orang-perorang pemilik modal inilah yang menyanggah atau membeli pasokan BBM dari kapal tanker yang diangkut oleh truk mobil berlogo PT. Pertamina ke drum-drum pengusaha pemilik modal riilnya sehingga cepat habis. Uang segar cepat kembalinya untuk distor ke depo Pertamina sebagai tanggunangan yang harus segera ditunaikannya karena dirinya sendiri tak cukup modalnya. 

      Sistem penjualan BBM yang berlaku di Pulau Bawean rupanya bergaya beli patungan atau "cotek-cotek" skala relatif besar. Akibatnya, harga jual pada ujung-ujungnya dipatok oleh agen pengecer tangan kedua ini sebagai pematung. Satu-satunya jalan terbaik dibuka SPBU dengan segel meteran yang sudah ditrah oleh badan meteorologi. Pengusaha minyak di bawa bendera badan usaha resmi bila memiliki kecukupan modal tidak usah terburu-buru untuk menyetor modal ke depo pertamina karena sudah memiliki modal yang cukup hingga BBM habis terjual di SPBU dan kios-kios yang relatif berjauhan dari pusat SPBU tersebut. Logikanya, di daratan Gresik saja bertaburan SPBU dalam jarak beberapa kilometer saja. Kenapa di Pulau Bawean betapa sulit dan beratnya untuk mendirikan SPBU!? Jangan-jangan orang dalam PT. Pertamina sendiri dapat ucapan terima kasih dari pengusaha BBM asal Pulau Bawean hingga SPBU tetap menjadi "dosa" besar untuk didirikan di Pulau Bawean. 

     Pemerintah lewat PT. Pertamina hendaknya melakukan evaluasi dan monitoring dengan cara membuka tender atau lelang terbuka kepada pengusaha luar yang sanggup dan mau mendirikan SPBU bila pengusaha lokal terus tidak mampu menjual BBM satu harga. Warga Pulau Bawean selalu dibuat gigit jari untuk sama-sama merasakan harga BBM standar nasional. Keberatan pengusaha lokal BBM ini memberikan indikasi terlalu besarnya dalam meraup keuntungan. Justru yang banyak berdiri SPBU-SPBU-an yang mirip SPBU sungguhan bangunan dan sarananya namun harga penjualannya tetap tidak satu harga dengan di daratan Gresik utamanya. Lucu dan lucu leluconnya.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean