Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » MOMEN UNIK "TONO-TONO" DI HAMPARAN KARANG WBS

MOMEN UNIK "TONO-TONO" DI HAMPARAN KARANG WBS

Posted by Media Bawean on Sabtu, 01 Januari 2022


Oleh: Sugriyanto

       Masa masuk hari pertama tanggal merah 1 Januari 2022 oleh warga Desa Kumalasa Kecamatan Sangkapura Gresik Jawa Timur tidak dicuma-cumakan. Luapan kebahagian ini terlihat dari wajah mereka yang semringah di saat acara gelar tikar di atas onggokan pasir pantai pada kemiringan yang cukup landai. Sambil menunggu jamuan makan siang yang sudah disediakan sejak rencana keberangkatan, seorang lelaki paruh baya begitu asyik membakar ikan tongkol dan ikan besar lainnya di atas lempengan seng berbara. Di atas tatanan karang cadas asap mengepul hingga menyeruak dan menyebar aroma ikan bakar atau ikan "tono-tono" yang sudah matang terbakar. 

       Acara bakar-bakar atau "tono-tono" oleh para pengunjung WBS (Wisata Bahari Selayar) di Desa Dunfairujing dilakukan di sudut area wisata lainnya. Angin sepoi yang bertiap limbung membuat asap pembakaran ikan menyebar dan terhirup oleh ratusan pasang lubang hidung para pengunjung lainnya. Ada hal menarik yang menjadi rahasia perusahaan warga Desa Kumalasa tentang sambal "buje capbhi". Sambal garam lombok versi atau bikinan warga Desa Kumalasa membuat penikmatnya terbuai dalam kegurihan sejati. Pembeda dengan olahan "buje capbhi" warga desa lainnya yakni komposisi kesedapan rasa tiada duanya di dunia fana ini. Rahasia kesedapan terasa bila olahan "buje capbhi" bikinan warga Desa Kumalasa berasa manis dan bercampur sedikit kecut jeruk acan yang mampu menggoyang lidah dalam keadaan selalu ketagihan.

       Ikan bakar yang masih "panas-panas" setelah dientas dari seng perapian terasa nikmat bila didulitkan pada "buje capbhi" dengan paduan nasi pulen beras anyar. Hampir semua warga yang turut menikmati jamuan makan bersama warga Desa Kumalasa mesti berserah "kurang" karena ingin selalu nambah (baca, Jawa: tanduk) berulang kali. Selera makan semakin bergairah bila turut bersantap dengan menu ala Desa Kumalasa itu. Selama ini, menu ala Kumalasa ini belum pernah dikonteskan di pameran resep masakan Nusantara. Rupanya kesedapan "buje capbhi" olahan warga Desa Kumalasa tidak semata karena komposisi bahan yang berbeda dengan resep lainnya, akan tetapi ada rahasia "tangan-tanganan" kesedapan disertai doa suci yang dikhususkan sebagai bumbu paling rahasia yang tak dapat diungkap di sini.

       Para pendahulu warg Desa Kumalasa yang mayoritas berdarah Campa dengan warna kulit kuning langsat banyak keturunan para wali. Salah satu induk semang para wali yakni Dewi Condrowulan sebagai ibu kandung dari Sunan Ampel atau Raden Rahmat Surabaya. Keterangan ini dapat dibaca di dalam bukunya DR.Dhiyauddin Kuswandi berjudul "Waliyah Zainab Pewaris Syekh Siti Jenar". Jadi, tiadalah mengherankan bila warga Desa Kumalasa selalu mendulang prestasi dalam bidang spiritual keagamaan dan seni relegi. Paling menonjol dalam mencipta menu kuliner peninggalan turun-temurun berupa "buje capbhi" yang tiada duanya. Lebih merangsang air liur selera saat dissntap dengan ikan "tono-tono" atau ikan bakar yang masih terasa panasnya. Wah...wah...wah...seruhnya tanpa memperdulikan keringat mengucur di kening wajah. Sedapnya minta ampun!

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean