Media Bawean, 11 Oktober 2008
Oleh: Ahmad Fuad bin Usman bin Umar Farouq
Sekitar tahun 1980 an, di Universitas Brawijaya Malang, di mana penulis menempuh studi, kedatangan seorang tamu, yaitu Bakhtiar Rifa’i, waktu itu beliau menjabat sebagai ketua LIPI. Penulis masih ingat akan sebuah anekdot yang sangat menarik ia kemukakan. Anekdot itu menggambarkan akar pandang dari tiga rumpun bangsa, yaitu Cina, Barat dan Melayu Besar (dimaksudkan termasuk
Alkisah, ada seekor binatang, binatang itu sangat aneh, belum pernah dijumpai sebelumnya. Demi melihat yang demikian itu ke tiga rumpun bangsa tersebut memberi respon masing-masing.
Si rumpun Cina langsung merespon,
‘wah…., binatang apa ini…?,
menarik sekali binatang ini,
tentu banyak orang yang menyukai,
mungkinkah dikembang biakkan ya…?,
bukankah hukum ekonomi telah berkata,
penawaran yang terbatas dengan permintaan yang banyak akan menyebabkan tingginya nilai harga…?!,
wah…, bukan main…!!!.
Demikian responnya.
Kemudian si rumpun Barat merespon,
‘wah…, binatang apa ini…?,
kepala seperti kuda,
telinga seperti gajah,
badan seperti jerapah,
ekor seperti ular,
warna seperti pelangi…,
apakah ia adalah sisa binatang purba,
dinosaurus jenis apa……,
yang hidup pada masa apa…..,
bagaimana ia bisa muncul, di mana habitatnya,
bagaimana kita mesti melacaknya…?,
dan seterusnya.
Tibalah kini pada si rumpun Melayu Besar, lalu ia merespon demikian,
‘Hai…!!!,
apakah gerangan…?,
jangan mendekat,
nanti bisa kena bala,
jangan menunjuk padanya,
nanti tangan bisa bengkak,
dan seterusnya.
Si rumpun Cina langsung merespon,
‘wah…., binatang apa ini…?,
menarik sekali binatang ini,
tentu banyak orang yang menyukai,
mungkinkah dikembang biakkan ya…?,
bukankah hukum ekonomi telah berkata,
penawaran yang terbatas dengan permintaan yang banyak akan menyebabkan tingginya nilai harga…?!,
wah…, bukan main…!!!.
Demikian responnya.
Kemudian si rumpun Barat merespon,
‘wah…, binatang apa ini…?,
kepala seperti kuda,
telinga seperti gajah,
badan seperti jerapah,
ekor seperti ular,
warna seperti pelangi…,
apakah ia adalah sisa binatang purba,
dinosaurus jenis apa……,
yang hidup pada masa apa…..,
bagaimana ia bisa muncul, di mana habitatnya,
bagaimana kita mesti melacaknya…?,
dan seterusnya.
Tibalah kini pada si rumpun Melayu Besar, lalu ia merespon demikian,
‘Hai…!!!,
apakah gerangan…?,
jangan mendekat,
nanti bisa kena bala,
jangan menunjuk padanya,
nanti tangan bisa bengkak,
dan seterusnya.
Menarik untuk kita renungkan. Memang sering kali kita saksikan betapa tahayul telah menguasai kehidupan kita sehari-hari.
Posting Komentar