Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Oligarki Partai Politik

Oligarki Partai Politik

Posted by Media Bawean on Senin, 06 Oktober 2008

Media Bawean, 6 Oktober 2008

Oleh: Musyayana

Yang dijanjikan oleh partai politik adalah sebuah demokrasi, keadilan, kesejahteraan, keamanan, dan keutuhan sebuah tatanan. Yang menjadi pertanyaan hampir seluruh massa pemilih adalah, sejauh mana janji-janji ideal tersebut dapat diwujudkan? Apakah pejabat publik yang dibentuk partai politik akan benar-benar aspiratif?

Meskipun partai politik adalah instrumen utama demokrasi, satu paradoks yang tidak bisa dihindari adalah terjadinya “hukum oligarki”. Yaitu kecenderungan dominasi (penguasaan) sekelompok kecil orang (minoritas) yang tidak mewakili kepentingan mayoritas rakyat. Sebuah hukum sosiologis paling fundamental dan paradoks adalah bahwa organisasi (baik partai politik maupun negara) adalah sebuah entitas yang melahirkan dominasi oleh minoritas terpilih atas pemilih, oleh pemegang mandat atas pemberi mandat, oleh utusan atas orang yang mengutus.

Setiap partai politik selalu menampilkan kekuatan oligarki yang didasarkan pada basis demokratis. Dimanapun akan kita jumpai massa pemilih dan orang-orang terpilih, dan dijumpai juga kekuasaan para pemimpin yang terpilih itu tidak terbatas. Akhirnya, struktur oligarki telah membunuh prinsip dasar demokrasi. Penindasan tampaknya menjadi sebuah keharusan.

Paling tidak ada beberapa kecenderungan oligarki yang muncul dalam pola hubungan pemerintah, partai politik dan rakyat. Pertama, oligarki dari segi organisasi partai. Memang partai dibentuk untuk mewadahi kepentingan dan mencapai tujuan bersama. Tetapi para aktor yang membentuk partai atau publik yang terlibat menjadi anggota partai mau tidak mau harus merelakan hilangnya kebebasan mereka untuk kerja-kerja di organisasi. Organisasi partai akan membatasi dan mengendalikan kebebasan maupun kepentingan individual para anggotanya. Partai sebagai suatu entitas tidak selalu identik dengan totalitas anggotanya dan juga elemen masyarakat yang mempunyai partai itu. Karena partai telah merumuskan tujuannya secara pasti, serta dibekali cara-cara dan kepentingan-kepentingan, maka secara teleologis partai terpisah dari elemen masyarakat yang mewakilinya. Kepentingan massa pemilih dan partai politik tidak akan pernah ketemu dan berkesesuaian dengan kepentingan birokrasi ketika para politisi partai terlibat di dalamnya. Birokrasi negara, yang didalamnya terdapat para politisi partai, akan melakukan regulasi dan memberi beban pada publik.

Kedua, oligarki dalam kepentingan partai. Partai selalu butuh pemimpin. Partai-partai berkompetisi memperebutkan posisi pemimpin nasional. Kebutuhan akan pemimpin inilah sebagai penyebab utama terjadinya “hukum oligarki”. Dimana pemimpin partai punya kewenangan besar dalam membuat keputusan partai maupun dalam mengendalikan anggotanya, termasuk menyeleksi kader-kader yang akan di promosikan. Apalagi yang muncul adalah pemimpin karismatik, yang bisa dipastikan akan punya kekuasaan dan mengendalikan mesin partai.

Ketiga, oligarki dalam konteks hubungan partai dengan rakyat. Partai tidak pernah menempatkan rakyat sebagai entitas yang beradab dan mempunyai hak-hak politik yang harus dijunjung tinggi. Seperti halnya kaum kapitalis yang menempatkan rakyat sebagai konsumen untuk mencapai keuntungan. Para politisi partai selalu memanipulasi massa demi kepentingan mereka yaitu untuk meraih kekuasaan. Massa, bukanlah fenomena temporer dimana mereka (meski dapat diorganisir) tetap tidak punya kemampuan menyelesaikan masalah. Sebab massa sendiri tidak terbentuk, oleh karena itu mereka membutuhkan pembagian kerja, spesialisasi, dan tuntutan. Massa rakyat tidak akan pernah memerintah kecuali secara teoritis yang sangat abstrak (in abstracto)

Keempat, oligarki dalam kekuasan pemerintah. Pemilihan umum adalah pesta demokrasi yang untuk sementara melibatkan massa rakyat. Setelah pesta bersama rakyat itu usai, para politisi yang telah mendapatkan kekuasaan tidak akan bersama rakyat lagi. Para minoritas pemegang kekuasaan itu akan memasuki dunia lain diluar partai, sebuag teritori yang terisolasi dari rakyat. Ketika kekuasaan mereka dibentengi oleh konstitusi yang membuat rakyat tidak mudah menyentuhnya, yang tersisa hanyalah keberpihakan yang rapuh. Konstitusi atau aturan legal lainnya selalu merupakan dominasi dan eksploitasi terhadap massa pemilih.

Disini kita dapat memahami bahwa partai politik selain sebagai basis demokrasi bagi terciptanya tatanan masyarakat yang sejahtera secara ekonomi dan demokratis secara sosial politik, partai politik adalah sebuah oligarki yang akan memasung cita-cita demokrasi masyarakat pemilih.

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean