Media Bawean, 28 Desember 2008
Oleh : Hasan Jaly*
Ketika sedang chating atau sms, seringkali saya ditanyakan kawan-kawan, bagaimana kondisi kuliah di Malaysia? Lebih nyaman atau sebaliknya? Bea siswa atau biaya sendiri? Biaya hidup gimana? Begitu pertanyaan yang kerap muncul. Entah serius atau tidak, barangkali beberapa informasi memang perlu diketahui bagi mereka yang berminat datang ke negeri Petronas ini.
Berikut beberapa perbedaan yang saya tahu. Pertama, uang semester. Di Indonesia, biaya S 1 lebih murah dibanding S 2 & S 3. Pengalaman saya di UIN Jakarta, setiap semester hanya membayar Rp.300.000 (masih IAIN). Dan kawan saya, dari Bawean juga S 2 di kampus yang sama, membayar Rp. 3.500.000. Dan S 3 tentu lebih mahal (sama-sama jurusan Islamic Studies).
Di Malaysia, S 1 lebih mahal daripada S 2. Kawan saya S 1, seorang bumiputera dengan jurusan Islamic Studies membayar RM. 3,000.00 (Tiga ribu ringgit) setiap semester. Bandingkan dengan saya, S 2 yang hanya membayar RM. 1.100.00 (Seribu seratus ringgit) dengan jurusan yang sama. Jika ia mengambil jurusan ilmu alam, tekhnik, ekonomi atau pendidikan, tentu akan lebih mahal. Di UIA (Universiti Islam Antarabangsa), kawan S 1 dari Tanjung Pinang, harus membayar RM. 4.000.00 (Empat Ribu ringgit) per semester (cukup untuk membayar 3 semester untuk S 2 di Indonesia).
Kedua, jika kita masuk kampus negeri, maka bayaran setiap semesternya bertambah murah, seperti di UM (Universiti Malaya) atau UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia). Seperti di UM, untuk Islamic Studies S 2, semester pertama mahasiswa asing dikenakan bayaran 1.700.00 (Seribu tujuh ratus tingit), semester 2, RM. 1.400.00 (Seribu empat ratus ringgit). Begitu seterusnya, ia akan bertambah murah dengan bertambahnya semester. Hal ini, karena kampus-kampus itu disubsidi oleh pemerintah. Dan subsidi itu 100 % untuk sekolah SD sampai SMA milik pemerntah kecuali orang tua diminta bayar seragam dan buku teks pelajaran, yang biayanya kurang lebih RM. 100.00 (Seratus inggit).
Jika swasta seperti UIA, maka bayaran per semesternya sama seperti di Indonesia. Ia tetap sama sejak semester 1 sampai selesai.
Ketiga, kondisi kampus. Jika bicara dinamika intelektual, penilaian subjektif saya kampus di Indoenesia masih lebih bagus. Di Malaysia, bukan karena SDM yang tidak baik, tapi mereka lebih terikat kepada peratutan AUKU (Akta Universiti dan Kolej Universiti), yang didalamnya melarang mahasiswa memasuki partai politik. Karena itu, kerajaan hanya memfokuskan pelajar untuk berkiprah didalam kampus saja. Tentunya dengan nilai-nilai mata kuliah yang tinggi. Dan itu bukti kecemerlangan suatu pelajar. Dan ini pula yang dijadikan ukuran sejak sekolah SD lagi. Mereka setelah lulus, diarahkan mendapatkan kerja. Karena itu, kepandaian mahasiswa-mahasiswa Malaysia, tidak hanya cemerlang dari aspek koginitif, tapi juga praktis, sehingga mudah mendapatkan kerja nantinya.
Di Indonesia, seperti dimaklumi, mahasiswa mencari kepuasan di organ-organ extra atau kelompok-kelompok studi dan itu yang membuat mereka dapat vocal, karena seringnya berdebat dan diskusi, sehingga jika berbicara di forum kawan-kawan Indonesia paling depan. Di Malaysia, jika seminar atau diskusi dalam kelas, mahasiswa lebih banyak pasif. Dan tidak jarang, seorang dosen harus meminta ditanyai atau memancing agar ada yang bertanya.
Keempat, fasilitas. Di Malaysia, fasilitas lebih baik, seperti wireless internet gratis dalam kampus (Saat menulis artikel ini, saya sedang santai di Masjid UIA). Dan itu hampir semua kampus. Di kampus saya UM, mahasiswa boleh download 6800 jurnal internasional dengan gratis dalam berbagai topik. Buku-buku lebih banyak dalam bahasa inggeris atau arab dan tentu kemudahan yang lain
Kelima, biaya hidup. Di Malaysia, biaya hidup tentu lebih mahal dari Indonesia. Karena itu, para mahasiswa asing mempunyai kerja sampingan. Dan mereka rata-rata atas biaya sendiri. Malah ada seorang kawan, masih sempat ngirim ke kampusnya setiap bulan di Bogor.
Demikian beberapa perbedaan yang saya ketahui.
*Mahasiswa S 2 di Universiti Malaya, Malaysia & Salah seorang pendiri MBFC (Media Bawean Fans Club) Malaysia
Oleh : Hasan Jaly*
Berikut beberapa perbedaan yang saya tahu. Pertama, uang semester. Di Indonesia, biaya S 1 lebih murah dibanding S 2 & S 3. Pengalaman saya di UIN Jakarta, setiap semester hanya membayar Rp.300.000 (masih IAIN). Dan kawan saya, dari Bawean juga S 2 di kampus yang sama, membayar Rp. 3.500.000. Dan S 3 tentu lebih mahal (sama-sama jurusan Islamic Studies).
Di Malaysia, S 1 lebih mahal daripada S 2. Kawan saya S 1, seorang bumiputera dengan jurusan Islamic Studies membayar RM. 3,000.00 (Tiga ribu ringgit) setiap semester. Bandingkan dengan saya, S 2 yang hanya membayar RM. 1.100.00 (Seribu seratus ringgit) dengan jurusan yang sama. Jika ia mengambil jurusan ilmu alam, tekhnik, ekonomi atau pendidikan, tentu akan lebih mahal. Di UIA (Universiti Islam Antarabangsa), kawan S 1 dari Tanjung Pinang, harus membayar RM. 4.000.00 (Empat Ribu ringgit) per semester (cukup untuk membayar 3 semester untuk S 2 di Indonesia).
Kedua, jika kita masuk kampus negeri, maka bayaran setiap semesternya bertambah murah, seperti di UM (Universiti Malaya) atau UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia). Seperti di UM, untuk Islamic Studies S 2, semester pertama mahasiswa asing dikenakan bayaran 1.700.00 (Seribu tujuh ratus tingit), semester 2, RM. 1.400.00 (Seribu empat ratus ringgit). Begitu seterusnya, ia akan bertambah murah dengan bertambahnya semester. Hal ini, karena kampus-kampus itu disubsidi oleh pemerintah. Dan subsidi itu 100 % untuk sekolah SD sampai SMA milik pemerntah kecuali orang tua diminta bayar seragam dan buku teks pelajaran, yang biayanya kurang lebih RM. 100.00 (Seratus inggit).
Jika swasta seperti UIA, maka bayaran per semesternya sama seperti di Indonesia. Ia tetap sama sejak semester 1 sampai selesai.
Ketiga, kondisi kampus. Jika bicara dinamika intelektual, penilaian subjektif saya kampus di Indoenesia masih lebih bagus. Di Malaysia, bukan karena SDM yang tidak baik, tapi mereka lebih terikat kepada peratutan AUKU (Akta Universiti dan Kolej Universiti), yang didalamnya melarang mahasiswa memasuki partai politik. Karena itu, kerajaan hanya memfokuskan pelajar untuk berkiprah didalam kampus saja. Tentunya dengan nilai-nilai mata kuliah yang tinggi. Dan itu bukti kecemerlangan suatu pelajar. Dan ini pula yang dijadikan ukuran sejak sekolah SD lagi. Mereka setelah lulus, diarahkan mendapatkan kerja. Karena itu, kepandaian mahasiswa-mahasiswa Malaysia, tidak hanya cemerlang dari aspek koginitif, tapi juga praktis, sehingga mudah mendapatkan kerja nantinya.
Di Indonesia, seperti dimaklumi, mahasiswa mencari kepuasan di organ-organ extra atau kelompok-kelompok studi dan itu yang membuat mereka dapat vocal, karena seringnya berdebat dan diskusi, sehingga jika berbicara di forum kawan-kawan Indonesia paling depan. Di Malaysia, jika seminar atau diskusi dalam kelas, mahasiswa lebih banyak pasif. Dan tidak jarang, seorang dosen harus meminta ditanyai atau memancing agar ada yang bertanya.

Kelima, biaya hidup. Di Malaysia, biaya hidup tentu lebih mahal dari Indonesia. Karena itu, para mahasiswa asing mempunyai kerja sampingan. Dan mereka rata-rata atas biaya sendiri. Malah ada seorang kawan, masih sempat ngirim ke kampusnya setiap bulan di Bogor.
Demikian beberapa perbedaan yang saya ketahui.
*Mahasiswa S 2 di Universiti Malaya, Malaysia & Salah seorang pendiri MBFC (Media Bawean Fans Club) Malaysia
Posting Komentar