Media Bawean, 17 Januari 2009
Sumber Surabaya Pagi
GRESIK - Penyidik Unit Tipiter (tindak pidana tertentu) Satuan Reserse dan Kriminal Polres Gresik secara intensif dan maraton telah memeriksa 243 saksi kasus dugaan korupsi ganti rugi tanaman di lahan bakal lapangan terbang (lapter) perintis di Pulau Bawean.
Menurut Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Fadli Widiyanto yang mendampingi Kapolres Gresik AKBP R. Nurhadi Yuwono, menjelaskan bahwa saksi sebanyak itu adalah warga penggarap di bekas lahan yang sudah dibebaskan untuk pembangunan lapter. Mereka diperiksa secara maraton selama sepekan di Bawean, yakni pada 17 hingga 25 Desember lalu.
Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik berhasil menemukan beberapa bukti penting yang mengarah pada adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses ganti rugi tanaman penggarap. Bukti itu antara lain, terkuak adanya pembayaran fiktif sebesar Rp 14,410 juta kepada 32 orang warga yang tak berhak menerima.
"Nama-nama ke-32 orang itu tercantum dalam daftar penerima ganti rugi, padahal mereka tidak terdaftar dalam SPJ (surat pertanggungjawaban) yang dibuat Pemkab Gresik, jadi mestinya mereka tak berhak menerima ganti rugi," ungkap Fadli kepada para wartawan di ruang kerjanya, Jumat (16/01).
Kasus ini mencuat sejak tahun lalu, setelah polisi menerima laporan masyarakat yang mengendus adanya ketidakberesan dalam proses ganti rugi tanaman. Dalam laporan disebutkan telah terjadi penggelembungan (mark-up) harga ganti rugi tanaman petani penggarap oleh aparat Desa Tanjung Ori, Kecamatan Tambak, Bawean.
Dugaan itu semakin menguat, ketika penyidik tipiter Polres Gresik, menemukan bukti data dan keterangan yang menunjukkan bahwa ganti rugi tanaman sudah dibayarkan sebesar Rp 109,1 juta kepada 101 petani penggarap untuk 113 lahan yang dibebaskan.
Padahal, menurut Fadli, anggaran yang disediakan untuk pembayaran ganti rugi tanaman tersebut melalui APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kab. Gresik tahun anggaran 2006 sebesar Rp 561.301.335. Anggaran sebesar itu sudah termasuk biaya transportasi.
Ditambahkan kasat, setelah anggaran itu dicairkan dari Kasda Sekretariat Kab. Gresik oleh pengguna anggaran kemudian diserahkan melalui camat Tambak. Selanjutnya, oleh camat uang itu kemudian ditransfer ke rekening adiknya di Bank Jatim Cabang Bawean. Anehnya, uang yang ditransfer hanya sejumlah Rp 550 juta.
Setelah anggaran sampai di Bawean, oleh adik camat Tambak, uang tersebut diberikan langsung kepada kepala desa Tanjung Ori untuk diserahkan kepada para penggarap lahan sesuai SPJ yang sudah dibuat pengguna anggaran di Pemkab Gresik.
Apakah semua selisih pembayaran itu disebut mark-up? Pria mantan kasat reskrim Polres
Malang, itu enggan mengiyakannya. Sebab menurutnya, dia tidak ingin berandai-andai sebelum adanya hasil audit resmi dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).
"Auditor BPKP akan kita minta menghitung untuk mengetahui adanya kerugian negara, bila semua saksi sudah didengar keterangannya. Saat ini hingga pekan-pekan ke depan, penyidik masih memeriksa saksi-saksi pajabat dan staf terkait dari Pemkab Gresik," tutur pria humoris ini.
Beberapa saksi penting yang belum didengar keterangannya, adalah mantan kabag pemerintahan umum Drs. T, kabag administrasi pemerintahan Drs. M. MM, camat Tambak Drs. MS, bendahara umum sekretariat daerah Drs. IM, istri mantan kades Tanjung Ori, serta beberapa staf bagian pemerintahan.
Sementara yang sudah diperiksa adalah, mantan kabag keuangan HS, mantan sekcam Tambak JS, istri mantan sekcam Tambak Q, adik camat Tambak H, kades Tanjung Ori Dnkades Tanjung Ori Dn, serta mantan kasubag keagrariaan sebagai penanggungjawab kegiatan Drs. G. did
Sumber Surabaya Pagi
GRESIK - Penyidik Unit Tipiter (tindak pidana tertentu) Satuan Reserse dan Kriminal Polres Gresik secara intensif dan maraton telah memeriksa 243 saksi kasus dugaan korupsi ganti rugi tanaman di lahan bakal lapangan terbang (lapter) perintis di Pulau Bawean.
Menurut Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Fadli Widiyanto yang mendampingi Kapolres Gresik AKBP R. Nurhadi Yuwono, menjelaskan bahwa saksi sebanyak itu adalah warga penggarap di bekas lahan yang sudah dibebaskan untuk pembangunan lapter. Mereka diperiksa secara maraton selama sepekan di Bawean, yakni pada 17 hingga 25 Desember lalu.
Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik berhasil menemukan beberapa bukti penting yang mengarah pada adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses ganti rugi tanaman penggarap. Bukti itu antara lain, terkuak adanya pembayaran fiktif sebesar Rp 14,410 juta kepada 32 orang warga yang tak berhak menerima.
"Nama-nama ke-32 orang itu tercantum dalam daftar penerima ganti rugi, padahal mereka tidak terdaftar dalam SPJ (surat pertanggungjawaban) yang dibuat Pemkab Gresik, jadi mestinya mereka tak berhak menerima ganti rugi," ungkap Fadli kepada para wartawan di ruang kerjanya, Jumat (16/01).
Kasus ini mencuat sejak tahun lalu, setelah polisi menerima laporan masyarakat yang mengendus adanya ketidakberesan dalam proses ganti rugi tanaman. Dalam laporan disebutkan telah terjadi penggelembungan (mark-up) harga ganti rugi tanaman petani penggarap oleh aparat Desa Tanjung Ori, Kecamatan Tambak, Bawean.
Dugaan itu semakin menguat, ketika penyidik tipiter Polres Gresik, menemukan bukti data dan keterangan yang menunjukkan bahwa ganti rugi tanaman sudah dibayarkan sebesar Rp 109,1 juta kepada 101 petani penggarap untuk 113 lahan yang dibebaskan.
Padahal, menurut Fadli, anggaran yang disediakan untuk pembayaran ganti rugi tanaman tersebut melalui APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kab. Gresik tahun anggaran 2006 sebesar Rp 561.301.335. Anggaran sebesar itu sudah termasuk biaya transportasi.
Ditambahkan kasat, setelah anggaran itu dicairkan dari Kasda Sekretariat Kab. Gresik oleh pengguna anggaran kemudian diserahkan melalui camat Tambak. Selanjutnya, oleh camat uang itu kemudian ditransfer ke rekening adiknya di Bank Jatim Cabang Bawean. Anehnya, uang yang ditransfer hanya sejumlah Rp 550 juta.
Setelah anggaran sampai di Bawean, oleh adik camat Tambak, uang tersebut diberikan langsung kepada kepala desa Tanjung Ori untuk diserahkan kepada para penggarap lahan sesuai SPJ yang sudah dibuat pengguna anggaran di Pemkab Gresik.
Apakah semua selisih pembayaran itu disebut mark-up? Pria mantan kasat reskrim Polres
Malang, itu enggan mengiyakannya. Sebab menurutnya, dia tidak ingin berandai-andai sebelum adanya hasil audit resmi dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).
"Auditor BPKP akan kita minta menghitung untuk mengetahui adanya kerugian negara, bila semua saksi sudah didengar keterangannya. Saat ini hingga pekan-pekan ke depan, penyidik masih memeriksa saksi-saksi pajabat dan staf terkait dari Pemkab Gresik," tutur pria humoris ini.
Beberapa saksi penting yang belum didengar keterangannya, adalah mantan kabag pemerintahan umum Drs. T, kabag administrasi pemerintahan Drs. M. MM, camat Tambak Drs. MS, bendahara umum sekretariat daerah Drs. IM, istri mantan kades Tanjung Ori, serta beberapa staf bagian pemerintahan.
Sementara yang sudah diperiksa adalah, mantan kabag keuangan HS, mantan sekcam Tambak JS, istri mantan sekcam Tambak Q, adik camat Tambak H, kades Tanjung Ori Dnkades Tanjung Ori Dn, serta mantan kasubag keagrariaan sebagai penanggungjawab kegiatan Drs. G. did
Posting Komentar