Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Proses Berbelit dan Antrean Pasien Jamkesmas

Proses Berbelit dan Antrean Pasien Jamkesmas

Posted by Media Bawean on Senin, 05 Januari 2009

Media Bawean, 5 Januari 2009

Sumber : Jawa Pos
LAMANYA penanganan di RSU dr Soetomo juga dialami Laila, pasien kanker serviks asal Bawean. Karena jalur berobat di Jamkesmas berbelit dan terlalu lama, dia akhirnya ''banting setir'' jadi pasien umum.

Awalnya, Laila merupakan pasien Jamkesmas. Dia masuk ke RSU dr Soetomo pada September 2008 dengan keluhan kanker di mulut rahimnya. Selama sembilan hari pertama di RS, perempuan 50 tahun itu menjalani opname.

Namun, setelah sembilan hari itu, dia menyatakan kecewa. Sebab, tidak ada pengobatan serius yang harus dijalani. Petugas mengatakan, Laila harus menjalani radioterapi. Prosesnya tak mudah.

''Tapi, selama empat sampai lima bulan, saya tidak segera menjalani radioterapi. Kalau begini terus, bisa-bisa penyakit saya tambah parah,'' katanya saat ditemui di rumah kosnya di kawasan Dharmawangsa.

Beberapa koleganya menuturkan, menjadi pasien Jamkesmas memang seperti itu. Selain jumlah pasiennya membeludak, pasien seperti tidak menjadi prioritas. Akibatnya, antrean lama pasien Jamkesmas sudah menjadi pemandangan biasa.

Setelah berunding dengan keluarganya, Laila memutuskan untuk beralih dari pasien Jamkesmas menjadi pasien umum. Untuk biaya, dia bisa pinjam ke tetangga. Yang penting sembuh. ''Meski mahal nggak apa-apa. Itu lebih baik, asal penyakit langsung ditangani,'' ujarnya.

Betul saja, tidak menunggu lama, Laila berturut-turut ditangani secara cepat. Mulai foto rontgen, transfusi darah, sampai radioterapi. Semua proses itu dijalani dalam empat bulan. ''Antre sih iya, tapi nggak lama. Perawat yang menangani pun lebih banyak senyum,'' ucap perempuan paro baya tersebut.

Sebagai pasien umum, kali pertama Laila harus membayar Rp 4 juta untuk satu seri radioterapi. Satu seri terapi sendiri terdiri atas sepuluh kali radioterapi. Sampai saat ini, dia sudah menjalani empat seri radioterapi.

Biaya radioterapi tidak tetap. Untuk terapi kedua, dia dikenai Rp 2,8 juta, ketiga Rp 1,3 juta, dan yang terakhir Rp 3,8 juta. ''Meski hanya petani kecil, saya mending membayar saja. Ketimbang tidak ada kejelasan penanganan,'' tuturnya.

Lain lagi halnya dengan Sugeng, pasien Jamkesmas penderita kanker polip asal Surabaya. Dia sudah mendaftar sejak Maret 2008, namun baru bulan ini menjalani radioterapi. Itu berarti dia harus menunggu selama sepuluh bulan untuk menjalani terapi.

Pada awalnya, dia sempat menjalani kemoterapi. Saat itu tonjolan di hidung Sugeng lumayan mengkeret. Namun, karena tak kunjung mendapat penanganan lanjutan, benjolan tersebut semakin besar hingga sebesar kepalan tangan balita. ''Kata dokter, kankernya semakin ganas,'' jelas Sutiah, istri Sugeng yang setia menemani berobat.

Tidak seperti Laila, Sugeng tak berpindah ke pasien umum. Sebab, lelaki pengangguran itu memang tak mungkin membiayai semua pengobatan kankernya tersebut. ''Nggak apa-apa lama. Ditelateni wae, Mas,'' ucapnya.

Sugeng sekarang pasrah dan berharap agar penyakit ganas tersebut bisa disembuhkan. ''Memang harus sabar, meski nunggu berbulan-bulan. Bagaimana lagi, kita kan tidak mbayar,'' pasrahnya. (aga/nur/dos)

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean