Media Bawean, 5 Januari 2009
Oleh : Musyayana
Ketimpangan strategi pembangunan antara desa dan kota menghasilkan kesenjangan antara kota dan desa. Dimana perkotaan mengalami pertumbuhan pembangunan sosial ekonomi yang cepat dan sebaliknya terjadi kemiskinan dan pemiskinan di pedesaan. Kesenjangan antara kota dan desa menjadi faktor penyebab terjadinya urbanisasi besar-besaran oleh masyarakat desa.
Urbanisasi ini dengan tujuan memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga. Arus urbanisasi yang padat tanpa dibekali skill dan pendidikan yang cukup dari masyarakat desa yang melakukan migrasi, akhirnya terjadi perubahan dinamika di kota. Kota menjadi penuh sesak oleh masyarakat urban yang mencari perkerjaan. Mereka yang tidak dapat tertampung pada sektor formal akhirnya memilih eksis pada sektor informal. Tidak hanya kaum laki-laki yang melakukan urbansisi, namun jumlah kaum perempuan yang melakukan urbanisasi juga tidak sedikit. Hal ini dikarena kaum perempuan adalah subyek yang sangat dirugikan oleh sistem pertanian (revolusi hijau) di Indonesia. Dengan skill dan pendidikan yang rendah, tentunya kaum perempuan di pedesaan tidak bisa terlibat aktif dalam proses pertanian yang modern (menggunakan mesin-mesin canggih) dalam proses produksi. Hal ini karena kaum perempuan tidak diberi pendidikan khusus untuk mengoperasikan alat-alat pertanian yang modern.
Untuk terbebas dari kemiskinan dan proses pemiskinan semacam itu, sebagian orang yang memilih tetap tinggal di pedesaan mengembangkan pekerjaan baru di luar bidang pertanian, seperti pedagang kecil, penjahit, sopir dan kernet angkutan pedesaan, tukang ojek, dan lain-lain. Sebagian lainnya, melakukan migrasi ke kota-kota besar untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri. Kaum migran, baik yang mengisi sektor informal di perkotaan maupun yang menjadi TKI dan TKW, disamping kemudian mengalirkan nilai ekonomi di pedesaan, mereka juga meninggalkan persoalan berupa perubahan sosial yang tidak selalu berdimensi positif di desa asal mereka. Perubahan sosial, misalnya menyangkut perubahan struktur keluarga, pola pengasuhan anak, pola interaksi sosial dan gaya hidup.
A. Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan".
B. Tinjauan Tentang Keluarga
Setelah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada di dalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Fungsi keluarga, menurut Hendi (2001), adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga. Masalah krisis keluarga dapat diduga muncul sebagai tidak berfungsinya tugas dan peranan keluarga. Secara sosiologis, menurut Melly (1993), keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk mencapai suatu masyarakat sejahtera yang dihuni oleh individu (anggota keluarga) yang bahagia dan sejahtera. Fungsi keluarga perlu diamati sebagai tugas yang harus diperankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil. Berdasarkan pendekatan budaya dan sosiologis, fungsi keluarga adalah 1) fungsi biologis, 2) fungsi pendidikan, 3) fungsi keagamaan, 4) fungsi perlindungan, 5) fungsi sosialisasi anak, 6) fungsi kasih sayang, 7) fungsi ekonomis, 8) fungsi rekreatif, dan 9) fungsi status sosial
C. Perubahan Sosial
Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan pembatasan pengertian perubahan sosial. Kingsiey (dalam Soekanto, 1994) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Menurut Mac lver (dalam Soekanto, 1994) perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial.
Jelas bahwa yang dimaksud dengan perubahan sosial bukan terwujud dalam bentuk-bentuk dan perilaku luar saja, misalnya yang menyimpang dari yang lama dan mungkin juga sudah menjadi fenomena umum. Yang penting ialah terjadinya change of meanings atau pemaknaan baru dari fenomena baru pula. Merujuk kepada pandangan Gerth dan Mill (dalam Soekanto, 1994), ada tiga pertanyaan kunci menyangkut perubahan: apa yang dimaksud dengan perubahan itu, bagaimana bentuk perubahan itu, dan seberapa cepat perubahan itu terjadi.
Dalam konteks ini, perubahan yang ditelaah menyangkut perubahan sosial di pedesaan selama, dan sesudah Tenaga Kerja Wanita (TKW) kembali dari migrasi ke kota atau ke luar negeri. Esensi pertama dari eksistensi manusia di dalam keluarga dan masyarakat, ditentukan oleh bagaimana mereka dapat mengembangkan diri dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya. Demikian dikatakan oleh Soekanto (1994). Faktor substansi kedua ialah penyesuaian terhadap situasi sosial budaya, yang terkait dengan fasilitas kehidupan, norma, dan nilai kehidupan.
Dalam lingkungan pedesaan, aspek ekonomi dan budaya agraris merupakan faktor dominan mempengaruhi perubahan sosial, bentuk perumahan, dan morfologi sosial. Persoalannya, di tengah ketimpangan antara desa dan kota terjadi perubahan signifikan dalam aspek sosial, ekonomi dan budaya. Di daerah atau desa yang menjadi pusat pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke kota atau ke luar negeri, perubahan itu segera tampak bukan karena faktor dominan budaya agraris, tetapi oleh budaya migrasi.
1. PERUBAHAN ORIENTASI FUNGSI SOSIAL KELUARGA
a. Fungsi Pendidikan
* Selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) pengasuhan anak sebagian besar dilakukan oleh suami dibantu oleh kakek dan neneknya, tetapi masih ada sebagian kecil anak yang terlantar.
* Selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) pembimbingan belajar anak sebagian besar dilakukan oleh suami dibantu oleh kakek dan nenek-nya, keluarga lain seperti paman dan bibi juga berperan dalam membimbing belajar anak.
* Perilaku teladan selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) banyak diberikan oleh ayah, nenek/ kakek, dan keluarga lain yaitu paman/ bibi.
* Fungsi pendidikan anak secara umum saat istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) dilakukan oleh suami yang dibantu oleh keluarga lainnya terutama kakek/nenek dan paman/bibi.
Walaupun banyak yang membantu dalam melakukan fungsi pendidikan, tetapi masih terdapat anak-anak yang terlantar pendidikannya. Hal ini menunjukkan bahwa peran ibu sangat diperlukan oleh anak-anaknya dalam rangka pemenuhan kebutuhan pendidikan anak. Fungsi seorang ibu dalam memberikan asuhan, bimbingan, contoh dan teladan sangat penting dan sulit digantikan oleh orang lain, sekalipun oleh ayahnya.
b. Fungsi Penanaman Nilai Agama
Hasil penelitian women crisis center menggambarkan bahwa selama istri/ibu menjadi tenaga Kerja Wanita (TKW) penanaman nilai agama banyak dilakukan oleh suami dan ustazd di masjid atau madrasah. Penanaman nilai agama tersebut juga dibantu oleh keluarga lainnya yaitu kakek/ nenek atau paman/bibi. Walaupun banyak yang membantu dalam mengajarkan nilai agama, namun masih terdapat anak-anak yang terlantar dalam hal penanaman nilai agama.
Fungsi beragama yang diberikan oleh ustazd di masjid atau madrasah terutama berkenaan dengan pengajaran tentang kaidah-kaidah agama. Fungsi beragama yang lain seperti memberi teladan dan melibatkan anak dalam kegiatan keagamaan akan sulit dilakukan oleh orang lain. Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab adanya anak-anak yang merasa terlantar dalam pemenuhan fungsi beragama mereka. Peran orang tua (ayah dan ibu) sangat penting dalam rangka penanaman nilai agama pada anaknya.
c. Fungsi Kasih Sayang
* Selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) sebagian besar bapak/ suami berusaha untuk mencurahkan kasih sayang kepada anak. Pemberian kasih sayang kepada anak tersebut juga dilakukan oleh anggota keluarga lain terutama kakek/nenek atau paman/bibi. Tetapi masih ada anak yang terlantar dalam pemenuhan fungsi kasih sayang ini.
* Sebagian besar hubungan keluarga tetap harmonis selama dan setelah ibu/istri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), tetapi ada juga hubungan keluarganya menjadi berantakan, penuh kecurigaan, dan pertengkaran.
Kita mengetahui bahwa figur yang paling menentukan pribadi anak dikemudian hari adalah ibu. Posisi strategis ibu inheren di dalam bentuk hubungan yang khusus antara ibu dan anak. Terpisahnya jasmani ibu dan jasmani anaknya pada waktu kelahiran, tidak memutuskan hubungan emosional dan hubungan sosial antara keduanya (Moeljarto, 1987). Ibu tetap menjadi obyek lekat (attachment object) atau tambatan hati utama si anak. Dari pernyataan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa peran ibu sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang anak. Hal inilah yang menyebabkan masih adanya anak-anak yang merasakan tidak terpenuhinya fungsi kasih sayang, walaupun bapak (suami) telah mencurahkan kasih sayang tersebut kepada anaknya. Fungsi ibu dalam memenuhi kebutuhan kasih sayang pada anaknya sulit untuk dapat digantikan oleh orang lain.
d. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah pengawasan lingkungan bermain anak. Selama ibu/istri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) pengawasan terhadap teman-teman bermain bagi anak-anak sebagian besar dilakukan oleh suami, tetapi masih cukup banyak anak-anak yang tidak terawasi oleh bapaknya. Bantuan pengawasan terhadap anak-anak tersebut juga dilakukan oleh kakek/nenek atau paman/bibi.
Masih adanya anak-anak yang tidak terawasi oleh bapak atau keluarga lain, menunjukkan bahwa peran ibu dalam melakukan pengawasan terhadap anak sangat diperlukan dan sulit untuk digantikan. Hal ini berkenaan dengan sifat dari seorang ibu yang cukup telaten dan mengedepankan perasaan dalam meng-awasi anak-anaknya. Hal lain yang sangat penting dan dimiliki oleh seorang ibu ialah kesabaran. la dengan sabar memberikan bimbingan kepada anak mengenai kehidupan sosial dan norma-noma sosial, sehingga kehidupan disekitarnya dapat dimengerti oleh anak.
e. Fungsi Biologis
* Selama istri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), sebagian besar suami dapat menahan kebutuhan biologisnya dengan cara berpuasa atau melakukan kegiatan positif lainnya. Tetapi masih ada suami yang tidak tahan sehingga ia berselingkuh dengan wanita lain dan mereka sampai bercerai.
* Selama istri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan sebagian besar dilakukan oleh suami (bapak) dan dibantu oleh keluarga yang lain terutama kakek/nenek atau paman/bibi.
f. Fungsi Perlindungan
* Selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) hampir setengahnya dari mereka tidak secara rutin mengirim uang untuk keperluan sehari-hari (makan) dan itu berarti ada sebagian yang secara rutin mengirim uang untuk keperluan sehari-hari (makan) tersebut.
* Bagi istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang tidak mengirim uang, maka sebagian besar biaya untuk keperluan sehar-hari (makan) ditanggung oleh suami dan dibantu oleh keluarga lain yaitu kakek/nenek atau paman/bibi. Oleh karena itu sebagian besar anak-anak mereka tidak kekurangan gizi, namun masih ada anak-anak yang kekurangan gizi.
2. PERUBAHAN ORIENTASI TERHADAP MATERI
Perubahan orientasi terhadap materi dari keluarga yang salah satu anggotanya menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). Perubahan orientasi terhadap materi diungkapkan melalui beberapa indikator antara lain : konsumsi, produksi, dan orientasi hidup. Yang dimaksud konsumsi adalah pemanfaatan uang yang diperoleh dari hasil gaji mereka selama menjadi TKW digunakan untuk membeli barang-barang konsumtif. Produksi adalah sebaliknya dari konsumsi, yaitu memanfaatkan uang untuk kepentingan produktif atau sebagai modal usaha. Sedangkan orientasi hidup adalah pandangan mereka terhadap tujuan hidup yang berhubungan dengan materi yang mereka miliki.
Oleh : Musyayana

Urbanisasi ini dengan tujuan memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga. Arus urbanisasi yang padat tanpa dibekali skill dan pendidikan yang cukup dari masyarakat desa yang melakukan migrasi, akhirnya terjadi perubahan dinamika di kota. Kota menjadi penuh sesak oleh masyarakat urban yang mencari perkerjaan. Mereka yang tidak dapat tertampung pada sektor formal akhirnya memilih eksis pada sektor informal. Tidak hanya kaum laki-laki yang melakukan urbansisi, namun jumlah kaum perempuan yang melakukan urbanisasi juga tidak sedikit. Hal ini dikarena kaum perempuan adalah subyek yang sangat dirugikan oleh sistem pertanian (revolusi hijau) di Indonesia. Dengan skill dan pendidikan yang rendah, tentunya kaum perempuan di pedesaan tidak bisa terlibat aktif dalam proses pertanian yang modern (menggunakan mesin-mesin canggih) dalam proses produksi. Hal ini karena kaum perempuan tidak diberi pendidikan khusus untuk mengoperasikan alat-alat pertanian yang modern.
Untuk terbebas dari kemiskinan dan proses pemiskinan semacam itu, sebagian orang yang memilih tetap tinggal di pedesaan mengembangkan pekerjaan baru di luar bidang pertanian, seperti pedagang kecil, penjahit, sopir dan kernet angkutan pedesaan, tukang ojek, dan lain-lain. Sebagian lainnya, melakukan migrasi ke kota-kota besar untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri. Kaum migran, baik yang mengisi sektor informal di perkotaan maupun yang menjadi TKI dan TKW, disamping kemudian mengalirkan nilai ekonomi di pedesaan, mereka juga meninggalkan persoalan berupa perubahan sosial yang tidak selalu berdimensi positif di desa asal mereka. Perubahan sosial, misalnya menyangkut perubahan struktur keluarga, pola pengasuhan anak, pola interaksi sosial dan gaya hidup.
A. Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan".
B. Tinjauan Tentang Keluarga
Setelah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada di dalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Fungsi keluarga, menurut Hendi (2001), adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga. Masalah krisis keluarga dapat diduga muncul sebagai tidak berfungsinya tugas dan peranan keluarga. Secara sosiologis, menurut Melly (1993), keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk mencapai suatu masyarakat sejahtera yang dihuni oleh individu (anggota keluarga) yang bahagia dan sejahtera. Fungsi keluarga perlu diamati sebagai tugas yang harus diperankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil. Berdasarkan pendekatan budaya dan sosiologis, fungsi keluarga adalah 1) fungsi biologis, 2) fungsi pendidikan, 3) fungsi keagamaan, 4) fungsi perlindungan, 5) fungsi sosialisasi anak, 6) fungsi kasih sayang, 7) fungsi ekonomis, 8) fungsi rekreatif, dan 9) fungsi status sosial
C. Perubahan Sosial
Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan pembatasan pengertian perubahan sosial. Kingsiey (dalam Soekanto, 1994) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Menurut Mac lver (dalam Soekanto, 1994) perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial.
Jelas bahwa yang dimaksud dengan perubahan sosial bukan terwujud dalam bentuk-bentuk dan perilaku luar saja, misalnya yang menyimpang dari yang lama dan mungkin juga sudah menjadi fenomena umum. Yang penting ialah terjadinya change of meanings atau pemaknaan baru dari fenomena baru pula. Merujuk kepada pandangan Gerth dan Mill (dalam Soekanto, 1994), ada tiga pertanyaan kunci menyangkut perubahan: apa yang dimaksud dengan perubahan itu, bagaimana bentuk perubahan itu, dan seberapa cepat perubahan itu terjadi.
Dalam konteks ini, perubahan yang ditelaah menyangkut perubahan sosial di pedesaan selama, dan sesudah Tenaga Kerja Wanita (TKW) kembali dari migrasi ke kota atau ke luar negeri. Esensi pertama dari eksistensi manusia di dalam keluarga dan masyarakat, ditentukan oleh bagaimana mereka dapat mengembangkan diri dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya. Demikian dikatakan oleh Soekanto (1994). Faktor substansi kedua ialah penyesuaian terhadap situasi sosial budaya, yang terkait dengan fasilitas kehidupan, norma, dan nilai kehidupan.
Dalam lingkungan pedesaan, aspek ekonomi dan budaya agraris merupakan faktor dominan mempengaruhi perubahan sosial, bentuk perumahan, dan morfologi sosial. Persoalannya, di tengah ketimpangan antara desa dan kota terjadi perubahan signifikan dalam aspek sosial, ekonomi dan budaya. Di daerah atau desa yang menjadi pusat pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke kota atau ke luar negeri, perubahan itu segera tampak bukan karena faktor dominan budaya agraris, tetapi oleh budaya migrasi.
1. PERUBAHAN ORIENTASI FUNGSI SOSIAL KELUARGA
a. Fungsi Pendidikan
* Selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) pengasuhan anak sebagian besar dilakukan oleh suami dibantu oleh kakek dan neneknya, tetapi masih ada sebagian kecil anak yang terlantar.
* Selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) pembimbingan belajar anak sebagian besar dilakukan oleh suami dibantu oleh kakek dan nenek-nya, keluarga lain seperti paman dan bibi juga berperan dalam membimbing belajar anak.
* Perilaku teladan selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) banyak diberikan oleh ayah, nenek/ kakek, dan keluarga lain yaitu paman/ bibi.
* Fungsi pendidikan anak secara umum saat istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) dilakukan oleh suami yang dibantu oleh keluarga lainnya terutama kakek/nenek dan paman/bibi.
Walaupun banyak yang membantu dalam melakukan fungsi pendidikan, tetapi masih terdapat anak-anak yang terlantar pendidikannya. Hal ini menunjukkan bahwa peran ibu sangat diperlukan oleh anak-anaknya dalam rangka pemenuhan kebutuhan pendidikan anak. Fungsi seorang ibu dalam memberikan asuhan, bimbingan, contoh dan teladan sangat penting dan sulit digantikan oleh orang lain, sekalipun oleh ayahnya.
b. Fungsi Penanaman Nilai Agama
Hasil penelitian women crisis center menggambarkan bahwa selama istri/ibu menjadi tenaga Kerja Wanita (TKW) penanaman nilai agama banyak dilakukan oleh suami dan ustazd di masjid atau madrasah. Penanaman nilai agama tersebut juga dibantu oleh keluarga lainnya yaitu kakek/ nenek atau paman/bibi. Walaupun banyak yang membantu dalam mengajarkan nilai agama, namun masih terdapat anak-anak yang terlantar dalam hal penanaman nilai agama.
Fungsi beragama yang diberikan oleh ustazd di masjid atau madrasah terutama berkenaan dengan pengajaran tentang kaidah-kaidah agama. Fungsi beragama yang lain seperti memberi teladan dan melibatkan anak dalam kegiatan keagamaan akan sulit dilakukan oleh orang lain. Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab adanya anak-anak yang merasa terlantar dalam pemenuhan fungsi beragama mereka. Peran orang tua (ayah dan ibu) sangat penting dalam rangka penanaman nilai agama pada anaknya.
c. Fungsi Kasih Sayang
* Selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) sebagian besar bapak/ suami berusaha untuk mencurahkan kasih sayang kepada anak. Pemberian kasih sayang kepada anak tersebut juga dilakukan oleh anggota keluarga lain terutama kakek/nenek atau paman/bibi. Tetapi masih ada anak yang terlantar dalam pemenuhan fungsi kasih sayang ini.
* Sebagian besar hubungan keluarga tetap harmonis selama dan setelah ibu/istri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), tetapi ada juga hubungan keluarganya menjadi berantakan, penuh kecurigaan, dan pertengkaran.
Kita mengetahui bahwa figur yang paling menentukan pribadi anak dikemudian hari adalah ibu. Posisi strategis ibu inheren di dalam bentuk hubungan yang khusus antara ibu dan anak. Terpisahnya jasmani ibu dan jasmani anaknya pada waktu kelahiran, tidak memutuskan hubungan emosional dan hubungan sosial antara keduanya (Moeljarto, 1987). Ibu tetap menjadi obyek lekat (attachment object) atau tambatan hati utama si anak. Dari pernyataan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa peran ibu sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang anak. Hal inilah yang menyebabkan masih adanya anak-anak yang merasakan tidak terpenuhinya fungsi kasih sayang, walaupun bapak (suami) telah mencurahkan kasih sayang tersebut kepada anaknya. Fungsi ibu dalam memenuhi kebutuhan kasih sayang pada anaknya sulit untuk dapat digantikan oleh orang lain.
d. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah pengawasan lingkungan bermain anak. Selama ibu/istri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) pengawasan terhadap teman-teman bermain bagi anak-anak sebagian besar dilakukan oleh suami, tetapi masih cukup banyak anak-anak yang tidak terawasi oleh bapaknya. Bantuan pengawasan terhadap anak-anak tersebut juga dilakukan oleh kakek/nenek atau paman/bibi.
Masih adanya anak-anak yang tidak terawasi oleh bapak atau keluarga lain, menunjukkan bahwa peran ibu dalam melakukan pengawasan terhadap anak sangat diperlukan dan sulit untuk digantikan. Hal ini berkenaan dengan sifat dari seorang ibu yang cukup telaten dan mengedepankan perasaan dalam meng-awasi anak-anaknya. Hal lain yang sangat penting dan dimiliki oleh seorang ibu ialah kesabaran. la dengan sabar memberikan bimbingan kepada anak mengenai kehidupan sosial dan norma-noma sosial, sehingga kehidupan disekitarnya dapat dimengerti oleh anak.
e. Fungsi Biologis
* Selama istri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), sebagian besar suami dapat menahan kebutuhan biologisnya dengan cara berpuasa atau melakukan kegiatan positif lainnya. Tetapi masih ada suami yang tidak tahan sehingga ia berselingkuh dengan wanita lain dan mereka sampai bercerai.
* Selama istri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan sebagian besar dilakukan oleh suami (bapak) dan dibantu oleh keluarga yang lain terutama kakek/nenek atau paman/bibi.
f. Fungsi Perlindungan
* Selama istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) hampir setengahnya dari mereka tidak secara rutin mengirim uang untuk keperluan sehari-hari (makan) dan itu berarti ada sebagian yang secara rutin mengirim uang untuk keperluan sehari-hari (makan) tersebut.
* Bagi istri/ibu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang tidak mengirim uang, maka sebagian besar biaya untuk keperluan sehar-hari (makan) ditanggung oleh suami dan dibantu oleh keluarga lain yaitu kakek/nenek atau paman/bibi. Oleh karena itu sebagian besar anak-anak mereka tidak kekurangan gizi, namun masih ada anak-anak yang kekurangan gizi.
2. PERUBAHAN ORIENTASI TERHADAP MATERI
Perubahan orientasi terhadap materi dari keluarga yang salah satu anggotanya menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). Perubahan orientasi terhadap materi diungkapkan melalui beberapa indikator antara lain : konsumsi, produksi, dan orientasi hidup. Yang dimaksud konsumsi adalah pemanfaatan uang yang diperoleh dari hasil gaji mereka selama menjadi TKW digunakan untuk membeli barang-barang konsumtif. Produksi adalah sebaliknya dari konsumsi, yaitu memanfaatkan uang untuk kepentingan produktif atau sebagai modal usaha. Sedangkan orientasi hidup adalah pandangan mereka terhadap tujuan hidup yang berhubungan dengan materi yang mereka miliki.
Posting Komentar