Media Bawean, 6 Maret 2009
Oleh : A. Fuad Usfa
Tulisan ini merupakan pokok-pokok pikiran yang penulis paparkan dalam sebuah sarasehan lebih dari 16 tahun yang lalu, walau begitu dalam hemat penulis masih dirasa relevan pula untuk dikaji ulang masa kini.
(Sekaligus Sebuah Kenangan Untuk Sahabat-sahabat Penulis Alumni IMPSB)
1. Merupakan kehormatan bagi kami mendapat kesempatan berpartisipasi dalam majlis yang diadakan oleh IMPSB ini, yang dihadiri pula oleh tokoh-tokoh masyarakat kita. Harapan kita langkah yang digayuh oleh putra Bawean yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Pelajar dan Santri Bawean ini mendapat tanggapan positif, ‘gayung bersambut, kata berjawab’.
2. Sarasehan ini mengambil thema ‘Dengan Sarasehan Kita Teropong Masyarakat Pulau Bawean Menuju Masa Depan Yang Cerah’, yang oleh penyelenggara dibagi dalam dua sisi pandang, yaitu sisi pandang praksis dan sisi pandang idea. Pembicara yang dihadirkan adalah dua untuk kajian praksis dan dua lainnya kajian idea (sollen).
Dari thema di atas jelas orientasi kita bukan orientasi ke belakang, melainkan iorientasio ke depan, antisipatif. Kiranya disadari sepenuhnya bahwa kita dituntut untuk mengantisipasi gerak kemajuan sain dan teknologi, yang tak dapat tidak berdampak terhadap persepsi dan perilaku.
Dalam kesempatan ini kami mengambil pokok bahasan ‘Sumberdaya Manusia Sebagai Landasan Pembangunan’. Inilah sesungguhnya yang mendasar.
Karena yang mengadakan adalah IMPSB dan saya adalah juga salah seorang yang membidani lahirnya IMPSB, yang terlibat langsung dalam bahasan-bahasan sejak masa pra kondisi, maka dalam bahasan ini perkenankan pula disinggung konsep dasar (falsafah) existensi IMPSB, yang tentu membutuhkan pengembangan lebih lanjut.
3. Ikatan Mahasiswa Pelajar dan Santri Bawean (IMPSB) Rantau, sesungguhnyalah mempunyai konsep dasar (falsafah), yaitu untuk menyatukan kekuatan (ukhuwah islamiyah) dalam rangka membina kualitas sumberdaya manusia, menumbuh kembangkan keluasan wawasan, menembus dinding-dinding parsialisme yang kiranya tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kita.
Maka itu pula dalam program kerja antara lain telah disepakati untuk mengesampingkan acara-acara serimonial (yang mestinya telah membudaya di tengah-tengah kita). Untuk lebih mengarah pada masalah-masalah yang bersifat orientasi target, antisipatif, sebagai danmotifator innovator.
4. IMPSB berdiri sejak tahun 1982 dengan masa pra kondisi selama lebih kurang dua tahun. Sejak itu kita telah mulai mencari format. Telah terjadi diskusi antara kita, yang alhamdulillah konstruktif adanya.
Kita berharap IMPSB adalah organisasi ‘dewasa’, menghadapi permasalahan dengan lapang dada, berwawasan luas, positif dan konstruktif, terbuka, tak ada jalan parsialisme, sempit dada, negatif, destruktif serta aktifitas tak bertarget dalam IMPSB.
Hendaknya IMPSB merupakan organisasi kader. Untuk itu orientasi hendaknya mengarah pada sasaran garap yaitu pada sumberdaya manusia.
5. Pembangunan sumberdaya manusia adalah hal yang amat mendasar, apalah artinya fasilitas tanpa adanya kesiapan sumberdaya manusianya. Apalah artinya potensi alam yang terhampar di sekeliling kita, tanpa sumberdaya manusia yang mumpuni. Sebagai illustrasi, banyak kita lihat program yang bagus, positif gagal di tengah oleh sebab tidak di dukung kesiapan sumberdaya manusia. Lihat misalnya kasus mesin sangkot di sekitar kita, koperasi, perumahan di Indonesia timur, dan berbagai program pemerintah yang lain. Lembaga modern sering didekati dengan pendekatan tradisionil, dikenalnya lembaga tanpa substansi, atau dengan substansi yang amatlah tidak memadai, serta tidak dipunyainya metode yang tepat untuk menangani segala macam persoalan. Untuk itu semua tentunya dibutuhkan sumberdaya manusia yang mumpuni.
6. Kita telah punya yayasan, yaitu YP2B. Hanya saja bagaimana pendekatan (metode) yang mesti dilakukan. Kita belum melihat lebih jauh. Garis Besar Haluan serta Pola Operasionalnya belum pula terjelma. Mestinya hal semacam itu sudah ada, namun dimana kendala?, perlu kajian, bisa melibatkan expertist (peluang bagi mahasiswa, adakan penelitian-penelitian), kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pengembangan misalnya.
7. Mau apa Bawean?, suatu kata tanya yang singkat, namun kompleks dalam jawabnya. Bisa dimampatkan namun kompleks jawabannya. Bawean mau yang serba baik. Bagaimana interpretasinya?, butuh campur tangan dari berbagai segi. Apa maknanya?, kembali lagi pada sumber daya manusianya. Bagaimana interpretasinya?, hendaknya mendekati segala permasalahan dalam konteks. Bagaimana teknisnya?, jelas perlu melibatkan expertis maupun key person.
8. Tokoh-tokoh agama di sini memegang peranan yang strategis. Pendekatan keagamaan mesti tidak hanya dari sisi ibadah mahdah (hablum minallah, garis transidental, fertikal), –celakanya lagi amatlah dipersempit ruang, yang note bene berkisar di seputar masalah fiqhiyahhilafiyah (furuiyah)--, sehingga kawasan agama menjadi kawasan sempit, dikotomis antara persoalan duniawi dan uhrawi. Kita tentu menyadari metode-metode pendekatan dan penjabaran kita masih amat tradisional, dunia kini masih sering kita dekati dengan dunia lama, sementara laju perkembangan sain dan teknologi menggelinding begitu cepat. Oleh sebab itu dalam konteks ini kita mesti menoleh, reorientasi, reinterpretasi, bagaimana pula misalnya dengan metode dakwah, tema-tema dakwah, muatan serta pelaku dakwah. Sungguh dibutuhkan sumberdaya manusia yang mumpuni sejalan dengan perkembangan sain dan teknologi. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan, obyektifitas, rasionalitas, pendekatan manusiawi (memperlakukan sasaran dakwah sebagai subyek, bukan obyek), sebagai mitra, tak statis dan tak membodohi.
Bawean, Syawal 1413 H/ April 1992 M
Disampaikan Dalam Sarasehan Yang dilaksanakan oleh IMPSB Rantau
Di : Pondok Pesantren Tambilung Tambak Bawean
Pada : Bulan Syawal 1413 H/April 1992
(Sekaligus Sebuah Kenangan Untuk Sahabat-sahabat Penulis Alumni IMPSB)
1. Merupakan kehormatan bagi kami mendapat kesempatan berpartisipasi dalam majlis yang diadakan oleh IMPSB ini, yang dihadiri pula oleh tokoh-tokoh masyarakat kita. Harapan kita langkah yang digayuh oleh putra Bawean yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Pelajar dan Santri Bawean ini mendapat tanggapan positif, ‘gayung bersambut, kata berjawab’.
2. Sarasehan ini mengambil thema ‘Dengan Sarasehan Kita Teropong Masyarakat Pulau Bawean Menuju Masa Depan Yang Cerah’, yang oleh penyelenggara dibagi dalam dua sisi pandang, yaitu sisi pandang praksis dan sisi pandang idea. Pembicara yang dihadirkan adalah dua untuk kajian praksis dan dua lainnya kajian idea (sollen).
Dari thema di atas jelas orientasi kita bukan orientasi ke belakang, melainkan iorientasio ke depan, antisipatif. Kiranya disadari sepenuhnya bahwa kita dituntut untuk mengantisipasi gerak kemajuan sain dan teknologi, yang tak dapat tidak berdampak terhadap persepsi dan perilaku.
Dalam kesempatan ini kami mengambil pokok bahasan ‘Sumberdaya Manusia Sebagai Landasan Pembangunan’. Inilah sesungguhnya yang mendasar.
Karena yang mengadakan adalah IMPSB dan saya adalah juga salah seorang yang membidani lahirnya IMPSB, yang terlibat langsung dalam bahasan-bahasan sejak masa pra kondisi, maka dalam bahasan ini perkenankan pula disinggung konsep dasar (falsafah) existensi IMPSB, yang tentu membutuhkan pengembangan lebih lanjut.
3. Ikatan Mahasiswa Pelajar dan Santri Bawean (IMPSB) Rantau, sesungguhnyalah mempunyai konsep dasar (falsafah), yaitu untuk menyatukan kekuatan (ukhuwah islamiyah) dalam rangka membina kualitas sumberdaya manusia, menumbuh kembangkan keluasan wawasan, menembus dinding-dinding parsialisme yang kiranya tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kita.
Maka itu pula dalam program kerja antara lain telah disepakati untuk mengesampingkan acara-acara serimonial (yang mestinya telah membudaya di tengah-tengah kita). Untuk lebih mengarah pada masalah-masalah yang bersifat orientasi target, antisipatif, sebagai danmotifator innovator.
4. IMPSB berdiri sejak tahun 1982 dengan masa pra kondisi selama lebih kurang dua tahun. Sejak itu kita telah mulai mencari format. Telah terjadi diskusi antara kita, yang alhamdulillah konstruktif adanya.
Kita berharap IMPSB adalah organisasi ‘dewasa’, menghadapi permasalahan dengan lapang dada, berwawasan luas, positif dan konstruktif, terbuka, tak ada jalan parsialisme, sempit dada, negatif, destruktif serta aktifitas tak bertarget dalam IMPSB.
Hendaknya IMPSB merupakan organisasi kader. Untuk itu orientasi hendaknya mengarah pada sasaran garap yaitu pada sumberdaya manusia.
5. Pembangunan sumberdaya manusia adalah hal yang amat mendasar, apalah artinya fasilitas tanpa adanya kesiapan sumberdaya manusianya. Apalah artinya potensi alam yang terhampar di sekeliling kita, tanpa sumberdaya manusia yang mumpuni. Sebagai illustrasi, banyak kita lihat program yang bagus, positif gagal di tengah oleh sebab tidak di dukung kesiapan sumberdaya manusia. Lihat misalnya kasus mesin sangkot di sekitar kita, koperasi, perumahan di Indonesia timur, dan berbagai program pemerintah yang lain. Lembaga modern sering didekati dengan pendekatan tradisionil, dikenalnya lembaga tanpa substansi, atau dengan substansi yang amatlah tidak memadai, serta tidak dipunyainya metode yang tepat untuk menangani segala macam persoalan. Untuk itu semua tentunya dibutuhkan sumberdaya manusia yang mumpuni.
6. Kita telah punya yayasan, yaitu YP2B. Hanya saja bagaimana pendekatan (metode) yang mesti dilakukan. Kita belum melihat lebih jauh. Garis Besar Haluan serta Pola Operasionalnya belum pula terjelma. Mestinya hal semacam itu sudah ada, namun dimana kendala?, perlu kajian, bisa melibatkan expertist (peluang bagi mahasiswa, adakan penelitian-penelitian), kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pengembangan misalnya.
7. Mau apa Bawean?, suatu kata tanya yang singkat, namun kompleks dalam jawabnya. Bisa dimampatkan namun kompleks jawabannya. Bawean mau yang serba baik. Bagaimana interpretasinya?, butuh campur tangan dari berbagai segi. Apa maknanya?, kembali lagi pada sumber daya manusianya. Bagaimana interpretasinya?, hendaknya mendekati segala permasalahan dalam konteks. Bagaimana teknisnya?, jelas perlu melibatkan expertis maupun key person.
8. Tokoh-tokoh agama di sini memegang peranan yang strategis. Pendekatan keagamaan mesti tidak hanya dari sisi ibadah mahdah (hablum minallah, garis transidental, fertikal), –celakanya lagi amatlah dipersempit ruang, yang note bene berkisar di seputar masalah fiqhiyahhilafiyah (furuiyah)--, sehingga kawasan agama menjadi kawasan sempit, dikotomis antara persoalan duniawi dan uhrawi. Kita tentu menyadari metode-metode pendekatan dan penjabaran kita masih amat tradisional, dunia kini masih sering kita dekati dengan dunia lama, sementara laju perkembangan sain dan teknologi menggelinding begitu cepat. Oleh sebab itu dalam konteks ini kita mesti menoleh, reorientasi, reinterpretasi, bagaimana pula misalnya dengan metode dakwah, tema-tema dakwah, muatan serta pelaku dakwah. Sungguh dibutuhkan sumberdaya manusia yang mumpuni sejalan dengan perkembangan sain dan teknologi. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan, obyektifitas, rasionalitas, pendekatan manusiawi (memperlakukan sasaran dakwah sebagai subyek, bukan obyek), sebagai mitra, tak statis dan tak membodohi.
Bawean, Syawal 1413 H/ April 1992 M
Disampaikan Dalam Sarasehan Yang dilaksanakan oleh IMPSB Rantau
Di : Pondok Pesantren Tambilung Tambak Bawean
Pada : Bulan Syawal 1413 H/April 1992
Posting Komentar