Media Bawean, 27 Oktober 2009
Oleh: A. Fuad Usfa
1. Tim Pencari Fakta
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un; kullu nafsin dzaikatul maut.
Penulis telah membaca di Media Bawean, peristiwa kematian yang mencurigakan.
Telah datang Tim Pencari Fakta dari Mabes Polri, setakat ini kita belum tahu apa hasilnya. Berkenaan dengan tugas POLRI yang berkaitan dengan proses penegakan hukum telah diatur dalam UU no. 2 tahun 2002 tentang Kepolian Negara Republik Indonesia serta UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tim Pencari Fakta tentu ingin mengetahui tentang fakta apa yang patut didugakan atas terjadinya kematian. Untuk itu tidak bisa tidak mesti mencari tahu tentang barang dan alat bukti. Tentu pemeriksaan terhadap mayat korban mesti dilakukan, termasuk otopsi, hanya saja kendala yang biasa ditemui di lapangan adalah disebabkan pihak keluarga merasa keberatan untuk itu. Bila mayat telah dikubur termasuk juga pengambilan tanah di bagian kuburan (misalnya bila diduga ada racun sebagai penyebab kematian), dan sebagainya.
Hal ikhwal yang berkaitan dengan masalah penyebab kematian dapat kita pelajari dalam Ilmu kedokteran Kehakiman yang biasa juga disebut Ilmu Kedokteran Forensik. Misalnya apakah si A mati wajar ataukah tidak, sepert disebabkan karena penganiayaan yang menyebabkan gagar otak, misal lain, si A kedapatan gantung diri, apakah bunuh diri ataukah dibunuh orang dan lalu digantung, tentang luka tembak dan sebagainya, bisa dipelajari di situ.
2. Beberapa Azas
Beberapa waktu lalu penulis telah mengulas perihal hukum pidana, juga perbedaannya dengan hukum perdata.
Hukum Pidana merupakan hukum publik, ini yang kita anut. Adapun delik yang berkaitan dengan kematian bukanlah delik aduan, maka pihak yang berwajib, dalam hal ini Kepolisian sebagai ujung tombak peradilan pidana berkewajiban mengusut dengan tidak diperlukan laporan ataupun pengaduan. (--Berkaitan dengan ketentuan pasal 18 UU Nomor 2 tahun 2002, yaitu dalam hal diskresi juga telah penulis singgung dalam tulisan yang lalu--).
Azas dalam hukum pidana kita adalah azas legalitas, artinya ‘tiada perbuatan pidana (delik) kecuali telah terdapat ketentuan dalam perundangan. Adapun salah satu azas daripada hukum acara pidana kita adalah praduga tak bersalah, artinya sesiapapun belum bisa dinyatakan bersalah kecuali terdapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. (Disangka mencuri?!). Azas yang mendasar dari semua itu adalah perlindungan terhadap hak azasi manusia. Tidaklah dibenarkan melakukan tindakan yang bertentangan dengan delik (aturan perundangan pidana) --dengan beberapa pengecualian yang juga telah penulis utarakan pada tulisan yang lalu--, termasuk aparat sekalipun, baik Polisi, Jaksa, Hakim atau sesiapapun. Oleh sebab itu sesiapapun dapat melakukan ‘perlawanan’ secara hukum terhadap tindakan yang melawan delik, apakah terhadap polisi juga?, jawabnya iya…!, terhadap jaksa?, jawabnya iya…!, dan sebagainya, tanpa kecuali.
Bagaimanapun Tim Pencari Fakta telah melakukan tindakan, oleh sebab itu mereka punya tanggungjawab moral untuk mempertanggungjawabkan kepada masyarakat, apapun hasilnya, dan masyarakat mempunyai hak (bahkan wakil rakyat kita mempunyai kewajiban moral) untuk memantau perkembangannya, dan bila tiada kejelasan mereka bisa menanyakan sewaktu-waktu. Seandainaya/bilamana terdapat bukti permulaan yang cukup (istilah hukumnya begitu), maka pihak Kepolisian wajib melakukan tindakan penyidikan, tidak bisa tidak, sedang penghentian penyidikan hanya bisa dibenarkan bila atas dasar undang-undang.
Oleh: A. Fuad Usfa
1. Tim Pencari Fakta
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un; kullu nafsin dzaikatul maut.
Penulis telah membaca di Media Bawean, peristiwa kematian yang mencurigakan.
Telah datang Tim Pencari Fakta dari Mabes Polri, setakat ini kita belum tahu apa hasilnya. Berkenaan dengan tugas POLRI yang berkaitan dengan proses penegakan hukum telah diatur dalam UU no. 2 tahun 2002 tentang Kepolian Negara Republik Indonesia serta UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tim Pencari Fakta tentu ingin mengetahui tentang fakta apa yang patut didugakan atas terjadinya kematian. Untuk itu tidak bisa tidak mesti mencari tahu tentang barang dan alat bukti. Tentu pemeriksaan terhadap mayat korban mesti dilakukan, termasuk otopsi, hanya saja kendala yang biasa ditemui di lapangan adalah disebabkan pihak keluarga merasa keberatan untuk itu. Bila mayat telah dikubur termasuk juga pengambilan tanah di bagian kuburan (misalnya bila diduga ada racun sebagai penyebab kematian), dan sebagainya.
Hal ikhwal yang berkaitan dengan masalah penyebab kematian dapat kita pelajari dalam Ilmu kedokteran Kehakiman yang biasa juga disebut Ilmu Kedokteran Forensik. Misalnya apakah si A mati wajar ataukah tidak, sepert disebabkan karena penganiayaan yang menyebabkan gagar otak, misal lain, si A kedapatan gantung diri, apakah bunuh diri ataukah dibunuh orang dan lalu digantung, tentang luka tembak dan sebagainya, bisa dipelajari di situ.
2. Beberapa Azas
Beberapa waktu lalu penulis telah mengulas perihal hukum pidana, juga perbedaannya dengan hukum perdata.
Hukum Pidana merupakan hukum publik, ini yang kita anut. Adapun delik yang berkaitan dengan kematian bukanlah delik aduan, maka pihak yang berwajib, dalam hal ini Kepolisian sebagai ujung tombak peradilan pidana berkewajiban mengusut dengan tidak diperlukan laporan ataupun pengaduan. (--Berkaitan dengan ketentuan pasal 18 UU Nomor 2 tahun 2002, yaitu dalam hal diskresi juga telah penulis singgung dalam tulisan yang lalu--).
Azas dalam hukum pidana kita adalah azas legalitas, artinya ‘tiada perbuatan pidana (delik) kecuali telah terdapat ketentuan dalam perundangan. Adapun salah satu azas daripada hukum acara pidana kita adalah praduga tak bersalah, artinya sesiapapun belum bisa dinyatakan bersalah kecuali terdapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. (Disangka mencuri?!). Azas yang mendasar dari semua itu adalah perlindungan terhadap hak azasi manusia. Tidaklah dibenarkan melakukan tindakan yang bertentangan dengan delik (aturan perundangan pidana) --dengan beberapa pengecualian yang juga telah penulis utarakan pada tulisan yang lalu--, termasuk aparat sekalipun, baik Polisi, Jaksa, Hakim atau sesiapapun. Oleh sebab itu sesiapapun dapat melakukan ‘perlawanan’ secara hukum terhadap tindakan yang melawan delik, apakah terhadap polisi juga?, jawabnya iya…!, terhadap jaksa?, jawabnya iya…!, dan sebagainya, tanpa kecuali.
Bagaimanapun Tim Pencari Fakta telah melakukan tindakan, oleh sebab itu mereka punya tanggungjawab moral untuk mempertanggungjawabkan kepada masyarakat, apapun hasilnya, dan masyarakat mempunyai hak (bahkan wakil rakyat kita mempunyai kewajiban moral) untuk memantau perkembangannya, dan bila tiada kejelasan mereka bisa menanyakan sewaktu-waktu. Seandainaya/bilamana terdapat bukti permulaan yang cukup (istilah hukumnya begitu), maka pihak Kepolisian wajib melakukan tindakan penyidikan, tidak bisa tidak, sedang penghentian penyidikan hanya bisa dibenarkan bila atas dasar undang-undang.
Posting Komentar